Pos oleh :

cwts

Bootcamp #NaiKelas: Mendorong Pengembangan UMKM berbasis Data Digital

Bootcamp #NaiKelas: Mendorong Pengembangan UMKM berbasis Data Digital

Penulis :

Adelia Rachma Indriaswari Susanto

Staf Divisi Pemberdayaan dan Kolaborasi Komunitas, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Akselerasi perkembangan teknologi informasi dewasa ini memberikan peluang kepada pelaku bisnis seperti UMKM untuk memanfaatkan data digital demi kemajuan bisnis. Berangkat dari peluang tersebut, Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM mengadakan Bootcamp Mahir Data Digital pada Sabtu (6/5) dengan topik “Cara Memahami Data Retail dan Transaksi" yang diikuti oleh berbagai peserta seperti pelaku UMKM, mahasiswa, dan komunitas sosial. Kegiatan bootcamp kali ini merupakan salah satu dari rangkaian empat pelatihan untuk memberikan pemahaman awal dan penyadaran akan pentingnya peran data digital bagi para peserta. Pertemuan ini membahas berbagai jenis sumber data seperti  sistem point-of-sale (POS), media sosial, platform e-commerce, survei, dan wawancara untuk meningkatkan kegiatan bisnis. 

Pertemuan ini juga membahas dasar-dasar fitur Microsoft Excel yang dapat membantu pelaku UMKM memahami data digital dan pentingnya memastikan keamanan data. Materi disampaikan oleh mentor berpengalaman, Novendri Isra, seorang analis data di Grab Indonesia. Pertemuan pertama ini dihadiri oleh 20 peserta baik secara langsung di PSPD UGM maupun melalui  Zoom Meeting. Bootcamp ini diinisiasi melalui kerja sama PSPD UGM dengan Data Science Indonesia (DSI) Chapter Yogyakarta dan didukung oleh SiBakul Yogyakarta.

Pertemuan berikutnya akan dilaksanakan pada Sabtu, 13 Mei 2023, di Kantor PSPD UGM dan akan membahas "Cara Analisis Data dan Tabel Pivot".

Mendorong Ekowisata Berkelanjutan di Yogyakarta Melalui Exploring by Cycling (ELING)

Mendorong Ekowisata Berkelanjutan di Yogyakarta Melalui Exploring by Cycling (ELING)

Penulis:

Fahed Syauqi, S.IP

Research Fellow, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Octaviani Widya Pradipta

Staff Graphic Designer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Berdasarkan penelitian dari Pusat Penelitian Badan Keahlian DPR RI diketahui bahwa sektor pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) saat ini memiliki tiga masalah utama, yakni kurangnya keterlibatan masyarakat lokal, hanya berfokus pada pendapatan wilayah tanpa memikirkan segi keberlanjutan lingkungan, dan kurangnya inovasi terkait konsep wisata berkelanjutan. Untuk menjawab persoalan tersebut, ekowisata, sebuah konsep wisata yang menekankan pada nilai keberlanjutan lingkungan dalam memajukan sektor pariwisata, dapat menjadi solusi. 

Data dari Organisasi Pariwisata Dunia atau World Tourism Organization (UNWTO) mengungkapkan bahwa sektor pariwisata mengalami peningkatan turis dari 25 juta turis internasional pada tahun 1950 menjadi 1,442 miliar di tahun 2018. Mobilisasi turis secara masif akan menjadi tantangan terkait penerapan ekowisata yang berkelanjutan. Konsep wisata secara konvensional memiliki masalah yang begitu pelik, dimana kedatangan wisatawan membawa sejumlah masalah seperti penumpukan limbah dan polusi udara yang membahayakan keanekaragaman hayati. Dalam konteks Yogyakarta, ekowisata belum dapat diimplementasikan dengan maksimal. Wilayah Yogyakarta seringkali mengalami peningkatan pencemaran udara saat musim libur tiba karena meningkatnya jumlah kendaraan bermotor yang datang ke Yogyakarta. Hal ini tercermin dari meningkatnya karbon monoksida (CO) mencapai 27.000 mikrogram pada 31 Desember 2019.

Sumberharjo, sebuah desa di kecamatan Prambanan, Yogyakarta memiliki panorama alam sangat potensial. Lebih jauh, Sumberharjo juga telah memiliki destinasi wisata berkelanjutan yang strategis, seperti Omah Magot Jogja, Sawah Organik Gamparan, Sumber Budaya, Pusat Pengolahan Sampah (Puspa), Kerajinan Kulit Kenandy dan Bukit Teletubies. Dalam perkembangannya, Sumberharjo mulai dikenal oleh masyarakat luas sebagai desa wisata yang mempesona. Namun, menurut Andy Purnawan, Koordinator dan Konsultan Pengembangan Bidang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UKM) Kapanewon Prambanan ketika dihubungi, hal tersebut menimbulkan masalah baru terkait pengelolaan transportasi wisatawan yang tidak stabil sehingga aksesnya pun terhambat. Oleh karenanya, Desa Sumberharjo berinisiatif untuk menghadirkan sebuah konsep ekowisata berkelanjutan yang disebut Exploring by Cycling atau ELING sehingga diharapkan pemberdayaan dapat berjalan berkelindan dengan konservasi lingkungan. 

Dalam usaha memperluas konsep ekowisata ini, Kelompok Sadar Wisata (POKDARWIS) Sumber Sumilir sebagai mitra dalam menginisiasi ekowisata berkelanjutan melalui konsep ELING untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap lingkungan. Inisiasi ini sejalan dengan argumentasi yang dikemukakan oleh Urry dan Larsen dalam buku “Ecotourism Transitioning to the 22nd Centurybahwa nilai komunitas dan kesadaran lingkungan memiliki unsur yang lebih bernilai dibandingkan konsumerisme dan mobilitas wisatawan yang tidak dibatasi.  

ELING merupakan sebuah inovasi konsep ekowisata berkelanjutan yang dapat memberikan pemahaman secara komprehensif terkait filosofi kehidupan manusia terhadap pemberdayaan dan konservasi lingkungan. ELING berpotensi menjadi daya tarik bagi para wisatawan karena memungkinkan mengenal setiap potensi di wilayah Yogyakarta dengan lebih baik. Salah satu kebijakan yang sedang dikembangkan untuk mendukung inovasi ini adalah pembuatan rute-rute bersepeda yang dirancang untuk mengenalkan berbagai lokasi pariwisata di Yogyakarta. ELING, dalam praktiknya, tidak hanya berusaha mereduksi polusi namun juga memperkenalkan potensi ekowisata dengan kegiatan bersepeda di Yogyakarta yang menawarkan berbagai potensi wisata baik pesona alam maupun kebudayaan.

Kepala Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta mengungkapkan bahwa kunjungan wisata di Kota Yogyakarta berangsur pulih pasca pandemi, termasuk pada saat low-season. Oleh karena itu, Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta menginisiasi untuk meningkatkan kembali wisata bersepeda untuk menekan laju perubahan iklim. Namun, minat wisata bersepeda masih berjalan secara parsial. Oleh karenanya, setiap pihak harus dapat memiliki peran dalam pengembangan ELING agar terciptanya ekowisata yang berkelanjutan. Penyusunan pemetaan dan proyeksi pengembangan destinasi wisata berkelanjutan secara komprehensif melalui kerja sama yang melibatkan pihak pemerintah, universitas, dan sektor industri menjadi sangat dibutuhkan. Peningkatan kolaborasi akan mempercepat desa sebagai destinasi utama pariwisata berkelanjutan di masa depan. 

 

Kelas Komunitas Berdaya: Sampah dalam Paradigma Ekonomi dan Lingkungan

Kelas Komunitas Berdaya: Sampah dalam Paradigma Ekonomi dan Lingkungan

Penulis :

Atsil Tsabita Ismaningdyah

Media Officer Intern Divisi Pemberdayaan dan Kolaborasi Komunitas, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM, Konsorsium Ekonomi Sirkular Indonesia (KESI), dan Sedaya Indonesia mengadakan Kelas Komunitas Berdaya yang keempat pada Sabtu (15/4). Mengusung tema “Berkah dari Sampah untuk Lingkungan dan Ekonomi”, kelas diadakan sebagai forum diskusi pengetahuan pengelolaan sampah dan dampaknya, baik bagi lingkungan maupun ekonomi. KESI menghadirkan empat pembicara dari berbagai komunitas, yakni: Dwi Wantoro dari Sekolah Sampah Ringas Trengginas, Dra. Nike Triwahyuningsih, M.P. dari Rumah Kreativitas Jogja “d’Shafira”, Laksmi Shitaresmi dari Studio Seni Pulunggono Pulungsari, serta Ali Hidayat dari Sedaya Indonesia. Selain beberapa komunitas yang bergerak dalam isu sampah, perwakilan Perangkat Kalurahan Baturetno juga turut hadir dalam kelas kali ini.

Acara dimulai dengan sambutan Perwakilan Perangkat Kalurahan dan dilanjutkan oleh Dwi Wantoro sebagai narasumber pertama yang menjelaskan mengenai dasar praktik ekonomi sirkular. Dwi juga menekankan pentingnya dokumentasi pengalaman seseorang dalam pengelolaan sampah agar dapat melakukan evaluasi terhadap perjalanan tersebut. Laksmi Shitaresmi, seorang seniman yang juga pemerhati persoalan limbah dan sampah,  menyinggung cara pandang masyarakat umum hingga para seniman sejawatnya terhadap karya seni yang dihasilkan dari sampah. Menurutnya, selama ini hasil kerajinan dari daur ulang limbah kerap kali dianggap buruk oleh orang-orang yang awam akan isu lingkungan, berbanding terbalik dengan pegiat seni dari luar negeri yang menganggap karya-karya ini bernilai tinggi. 

Ali Hidayat menjelaskan pentingnya pengelolaan sampah di Yogyakarta sebagai kota pelajar dan pariwisata yang kegiatan ekonominya memproduksi begitu banyak limbah yang tidak diolah kembali. Sayangnya, meskipun pengelolaan limbah adalah hal yang krusial, garda terdepan dalam dinamika pengelolaan sampah di Yogyakarta justru masih di tangan para relawan dan pegiat lingkungan. Nike Triwahyuningsih lalu melanjutkan dengan berbagi pengalamannya sebagai aktivis lingkungan sekaligus pengajar. Ia menceritakan pengalaman serupa dengan pemaparan Laksmi sebelumnya mengenai cara pandang masyarakat terhadap hasil pengolahan sampah yang menjadi produk kerajinan. Nike menekankan pentingnya kolaborasi berbagai pihak dan komunitas lain untuk bersama-sama mengolah limbah sisa dengan berbagai cara.

Selain berdiskusi mengenai berbagai hambatan dan solusi potensial yang dapat dilakukan untuk mengurangi timbunan sampah di masyarakat, kelas kali ini juga diisi dengan acara buka puasa bersama. 

SARDEIN Bali: Awal Kolaborasi PSPD UGM dan INBIS UNMAS Berdayakan UMKM Lokal

SARDEIN Bali: Awal Kolaborasi PSPD UGM dan INBIS UNMAS Berdayakan UMKM Lokal

Penulis:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Penulis:

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Inkubator Bisnis (INBIS) Universitas Mahasaraswati Denpasar (UNMAS), Himpunan Pengusaha Muda Indonesia Perguruan Tinggi (HIPMI PT) UNMAS, dan Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada (PSPD UGM) menyelenggarakan Sarasehan Demokrasi Ekonomi Indonesia (SARDEIN) pada Jumat (14/4). SARDEIN diselenggarakan di Universitas Mahasaraswati Denpasar, Bali, dengan tema “Memproyeksikan Pentingnya UMKM Lokal dalam Pemerataan Ekonomi Nasional.”

Acara dibuka dengan tari sambutan “Sekar Jagat” serta sambutan dari UNMAS dan PSPD UGM. Wakil Rektor III UNMAS, I Komang Budiarta, S.Pd., M.Pd., M.Hum, dalam sambutannya mengharapkan peningkatan kualitas UMKM dari hasil diskusi SARDEIN, terkhusus di Denpasar. Sambutan disambung oleh Dr. Riza Noer Arfani, Kepala PSPD UGM, yang menggarisbawahi pentingnya kolaborasi pelaku UMKM, akademisi, dan pembuat kebijakan untuk mendorong daya saing UMKM hingga pasar internasional. Mewakili Suryakanta Institute sebagai pendukung acara, Mayjen TNI (Purn.) IGK Manila, S.I.P. kemudian menyambut peserta dan narasumber dengan motivasi supaya mahasiswa peduli dengan perkembangan UMKM.

Dimoderatori Putu Desi Anggerina Hikmaharyanti, M. Hum, sesi diskusi dibuka dengan penyampaian berbagai praktik pengembangan UMKM pemerintah Kota Denpasar oleh Kepala Dinas Koperasi dan UMKM Kota Denpasar, Dr. I Dewa Made Agung, SE.,M.Si. Beberapa upaya yang diangkat meliputi pembuatan situs web KUBALI.com untuk membantu akses permodalan UMKM, situs web e-catalogue  untuk peningkatan akses pasar UMKM, D’Youth Fest sebagai festival kreativitas ekonomi generasi muda, Denpasar Festival, hingga Pameran Pelaku UMKM. Kerja sama erat dalam menangani permasalahan UMKM dalam mengembangkan usahanya pun diharapkan terjalin, terutama dalam promosi dan pemasaran. 

Ketua Jejaring Desa Wisata Kabupaten Buleleng, Jero Mangku Made Ariawan, STT.PAR. MBA, mengangkat berbagai aktivitas ekonomi sirkular yang telah dilakukan di Desa Wisata Kabupaten Buleleng, Bali. Jero menekankan pada pentingnya diskusi dan arahan berbasis praktik bagi petani dan pelaku UMKM yang tidak terpusat pada teori semata. Dengan memanfaatkan potensi lokasi dan kultur, UMKM Desa Wisata Kabupaten Buleleng memajukan sektor seni, pertanian, dan makanan ringan.

Kepala INBIS UNMAS Denpasar, Daniel Manek, S.Fil., SM., MM, membagikan berbagai pengalaman kompetisi bertema UMKM yang diikuti oleh mahasiswa di UNMAS Denpasar guna memajukan dan mengembangkan keterampilan mahasiswa di bidang UMKM. Di samping kompetisi, Daniel juga mendorong pengembangan keterampilan melalui kolaborasi seperti yang terjalin antara UNMAS dengan PSPD UGM.

Ketua Bidang 1 Badan Pengurus Cabang (BPC) HIPMI Kota Denpasar, I Putu Hendra Arimbawa, SE. menyampaikan potensi besar dari produk UMKM Bali serta potensi pasar UMKM di Indonesia yang cukup tinggi. I Putu Hendra menekankan pentingnya penguatan sektor ekspor-impor UMKM untuk memajukan perekonomian Indonesia. 

Pasca sesi tanya-jawab, SARDEIN ditutup dengan penandatanganan Perjanjian Kerja Sama (PKS) antara PSPD UGM dan INBIS UNMAS terkait program pemberdayaan UMKM lokal untuk mewujudkan ekonomi berkelanjutan, berkeadilan, dan berdaya tahan. Kerja sama ini mengawali kolaborasi antar universitas PSPD UGM dalam skema n-helix yang berorientasi pada riset, pengembangan kurikulum, pelatihan, dan advokasi kebijakan. 

Percepatan Ekonomi Hijau dalam Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023

Percepatan Ekonomi Hijau dalam Keketuaan Indonesia di ASEAN 2023

Penulis:

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Albert Nathaniel

Staff Graphic Designer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Sebagai Ketua ASEAN pada tahun 2023, Indonesia mengusung tema “ASEAN Matters: Epicentrum of Growth” yang selaras dengan tema presidensi Indonesia di G20 tahun lalu mengenai percepatan pemulihan dan pertumbuhan ekonomi. Tema ini menegaskan visi dan peran kepemimpinan Indonesia bersama negara-negara anggota ASEAN lainnya dalam percepatan pemulihan dan pertumbuhan ekonomi, inklusivitas finansial, dan pembangunan berkelanjutan di kawasan.

Indonesia memprioritaskan tiga isu penting dalam konteks ekonomi kawasan, yakni pemulihan dan pembangunan kembali ekonomi kawasan, percepatan ekonomi digital, dan ekonomi keberlanjutan. Alih-alih hanya berfokus pada pembangunan ekonomi kawasan saja, Indonesia harus mengimplementasikan peran kepemimpinannya dalam mengorganisir kerja sama percepatan pembangunan berkelanjutan ASEAN. Tulisan ini akan membahas pentingnya percepatan ekonomi berkelanjutan di kawasan ASEAN dan apa saja yang bisa dilakukan Indonesia sebagai Ketua ASEAN pada 2023. 

Urgensi Percepatan Ekonomi Hijau di ASEAN

Saat ini, kerja sama ASEAN sangat dibutuhkan untuk menghadapi dampak negatif perubahan iklim dalam berbagai sektor utama masyarakat ASEAN. Sebagai contoh, ASEAN berpotensi kehilangan setidaknya 35% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) kawasan pada tahun 2050 akibat perubahan iklim. Lebih lanjut, laporan the COP26 Universities Network and the British High Commission to Singapore berjudul Adaptation and Resilience in ASEAN: Managing Disaster Risks from Natural Hazards menunjukkan bahwa peningkatan curah hujan akibat perubahan iklim akan berdampak signifikan terhadap produktivitas sektor pertanian negara-negara di kawasan ASEAN. Produksi pertanian, terlebih produksi beras, diperkirakan berkurang sebanyak 50% karena banjir, kekeringan yang berkepanjangan, dan perubahan cuaca yang signifikan. Dampak dari perubahan iklim juga akan berpengaruh pada pendapatan ekonomi yang diperoleh sektor perikanan. 

Tantangan perubahan iklim demikian pun dikhawatirkan semakin menyulitkan masyarakat ASEAN dalam memperoleh makanan yang bernutrisi. Pada tahun 2020 saja, 46% dari masyarakat ASEAN tidak mendapatkan akses terhadap makanan yang sehat dan bergizi. Selain itu, permasalahan seperti gelombang migrasi yang masif karena kurangnya bahan makanan, isu kelaparan, kemiskinan, hingga keamanan juga akan mempersulit integrasi dan percepatan pertumbuhan ekonomi kawasan. 

Ekonomi hijau adalah sistem ekonomi yang tidak hanya mementingkan pertumbuhan ekonomi semata, tapi juga memperhatikan aspek keberlanjutan lingkungan dan inklusivitas pembangunan. Dalam praktiknya, sistem ekonomi ini dapat diimplementasikan dengan melakukan efisiensi penggunaan sumber daya, pengurangan emisi karbon, dan mengurangi polutan serta limbah yang dapat merusak lingkungan. Melihat kondisi ASEAN saat ini, strategi ekonomi hijau perlu dilaksanakan pemerintah dan masyarakat negara-negara ASEAN.

Dalam perkembangannya, ASEAN telah membuat kerangka kerja sama dalam pengembangan ekonomi hijau di kawasan, salah satunya melalui adopsi Framework for Circular Economy for the ASEAN Economic Community (AEC) pada AEC Council Meeting ke-20. Kerangka kerja ini berperan sebagai pedoman jangka panjang ASEAN dalam meningkatkan pembangunan yang berkelanjutan melalui praktik ekonomi sirkular. ASEAN pun telah mengeluarkan berbagai laporan kerja sama untuk melihat dan mengukur potensi dampak perubahan iklim di kawasan. 

Melalui implementasi praktik ekonomi hijau di kawasan, negara-negara di ASEAN dapat membuka banyak lapangan kerja baru hingga mencapai 30 juta lapangan kerja yang berhubungan dengan pengembangan usaha dan bisnis ekonomi hijau pada tahun 2030. Berdasarkan laporan Bain and Company, ASEAN juga akan mendapatkan keuntungan hingga $1 miliar melalui implementasi ekonomi hijau. Selain keuntungan ekonomi, sistem ekonomi hijau akan mengurangi emisi karbon hingga 80% melalui pengurangan penggunaan bahan bakar fosil untuk kendaraan motor yang mendominasi kendaraan di berbagai kota utama negara-negara ASEAN. Selain itu, implementasi ekonomi hijau pada sektor industri ASEAN juga dapat meningkatkan efisiensi dan tingkat kompetisi dari perusahaan-perusahaan di ASEAN untuk bersaing dengan perusahaan dari kawasan lainnya. 

Keketuaan Indonesia dan Ekonomi Hijau ASEAN 2023

Setidaknya ada tiga hal yang Indonesia perlu lakukan sebagai Ketua ASEAN 2023 dalam mempercepat akselerasi pembangunan berbasis ekonomi hijau di ASEAN. 

Pertama, Indonesia perlu mendorong kerja sama dan pertukaran ide serta praktik ekonomi hijau dengan berbagai negara di ASEAN. Sebagai contoh, Vietnam telah mengembangkan landasan hukum khusus untuk penerapan ekonomi sirkular melalui Peraturan Perlindungan Lingkungan pada tahun 2020. Peraturan ini dapat menjadi pembelajaran bagi anggota ASEAN lainnya untuk mengembangkan kebijakan percepatan pembangunan ekonomi hijau. 

Kedua, Indonesia perlu mendorong keterlibatan UKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) melalui mekanisme kerja sama ASEAN untuk mempercepat penerapan ekonomi berkelanjutan. Hal ini menjadi krusial mengingat 90% dari bisnis yang ada di kawasan ASEAN merupakan bisnis UKM. Dukungan negara-negara ASEAN terhadap UKM diperlukan karena sering terkendalanya UKM oleh keterbatasan sumber daya, utamanya modal untuk mengubah model bisnis konvensional menjadi bisnis yang berbasis pada keberlanjutan lingkungan. Di samping itu, pemerintah negara-negara ASEAN perlu mengembangkan berbagai kebijakan untuk menstimulasi peralihan UKM menuju sistem bisnis yang berkelanjutan.

Ketiga, Indonesia perlu mendorong akselerasi kerja sama ASEAN dengan mitra ASEAN seperti negara-negara Uni Eropa yang telah lebih dahulu mengembangkan sistem ekonomi hijau. Mendorong adanya investasi dan kerja sama, baik dalam bidang kebijakan dan teknologi, akan mendorong percepatan pengembangan ekonomi hijau di ASEAN. Indonesia dapat memainkan peranan penting dalam meletakkan fondasi untuk pengembangan ekonomi berkelanjutan di kawasan ASEAN untuk mengatasi keterbatasan kapasitas investasi dan sumber daya, belum terbukanya pasar yang luas untuk pemasaran produk-produk berbasis lingkungan, dan kebijakan negara-negara yang masih belum dalam tingkat yang sama.

Sebagai Ketua ASEAN 2023, Indonesia harus dapat menjembatani kepentingan pembangunan ekonomi dengan pembangunan berkelanjutan melalui pengembangan ekonomi hijau di kawasan. Berbagai inisiasi kegiatan yang dilakukan pada kepemimpinan ASEAN 2023 menjadi krusial karena tidak hanya akan membawa ekonomi ASEAN maju, tapi juga memastikan perekonomian ASEAN terhindar dari dampak negatif lingkungan dan perubahan iklim di masa mendatang. 

ICoED: Pendekatan Upgrading Skills yang Efektif

ICoED: Pendekatan Upgrading Skills yang Efektif

Penulis:

Lukas Benevides

Kepala Divisi Riset dan Publikasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Muna Rihadatul Aisi

Graphic Design Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Perubahan akibat percepatan implementasi Industri 4.0 dan dampak pandemi Covid-19 mengharuskan para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai sektor penting dalam perekonomian nasional melakukan peningkatan keterampilan (upgrading skills). Namun, dalam praktiknya tidak ada templat yang seragam untuk melakukan upgrading skills karena adanya keberagaman sektor dan kebutuhan masing-masing UMKM. Oleh karena itu, kertas kebijakan ini mendorong metode ICoED (Industrial Collaborative Educational Design) sebagai pendekatan yang menerapkan partisipasi demokratis dan kolaboratif antara pendidik, pekerja, dan pemilik usaha dalam melakukan upgrading skills.

Unduh selengkapnya di sini

Kelas Bercerita: Strategi untuk Pikat Konsumen

Kelas Bercerita: Strategi untuk Pikat Konsumen

Penulis :

Atsil Tsabita Ismaningdyah

Media Officer Intern Divisi Pemberdayaan dan Kolaborasi Komunitas, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor :

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM bersama dengan Konsorsium Ekonomi Sirkular Indonesia (KESI), Sedaya Indonesia, dan jejaring SiBakul Jogja mengadakan Kelas Komunitas Berdaya kedua pada Rabu (15/3). Dengan tema “Seni Bercerita (Storytelling) dalam Berdagang sebagai Pemikat Pembeli”, kelas digelar sebagai sarana berbagi ilmu dan kompetensi seni dalam membangun narasi pemasaran UKM dari berbagai bidang usaha. Kelas yang diselenggarakan di PSPD UGM ini diisi oleh Andy Purnawan, pemilik UKM “Kenandy” yang bergerak di bidang industri kreatif pengolahan kulit menjadi aneka produk kerajinan tangan. Terdapat 23 peserta dari berbagai kalangan UKM, pelaku ekonomi kreatif, dan komunitas yang hadir dalam kesempatan ini. 

Sebagai narasumber, Andy mengajak para peserta untuk meningkatkan kemampuan seni bercerita dalam memperkenalkan produk pada publik hingga mengantarkannya ke tangan konsumen. Menurut Andy, narasi cerita yang inspiratif, jujur, dan apa adanya dapat membuat calon konsumen termotivasi untuk membeli produk. Narasi dapat disampaikan dengan teknik monomyth story telling, yaitu teknik berbagi cerita kisah perjalanan UKM dalam menciptakan produk maupun mereknya dari awal hingga saat ini secara terstruktur. 

Kelas Komunitas Berdaya kedua ditutup dengan sesi diskusi dan berbagi pengalaman oleh beberapa peserta terkait narasi merek dan produk yang telah dibangun sejauh ini dan strategi peningkatannya.

SARDEIN Vol. 3: Pentingnya Peran Desa dan Komunitas Lokal dalam Ekonomi Sirkular

SARDEIN Vol. 3: Pentingnya Peran Desa dan Komunitas Lokal dalam Ekonomi Sirkular

Penulis :

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Penulis :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

PSPD UGM bersama Suryakanta Institute dan Jelajah Wisata Hijau Sumberharjo (JWHS) menyelenggarakan Sarasehan Demokrasi Ekonomi Indonesia (SARDEIN) Volume 3 pada Minggu (12/3) di Kalurahan Sumberharjo, Yogyakarta. Mengusung tema "Visi Ekonomi Sirkular Indonesia: Di Mana Posisi Desa dan Komunitas Lokal?", diskusi dihadiri oleh para pemangku kebijakan lokal Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), praktisi, dan akademisi. SARDEIN Volume 3 juga menjadi momentum peluncuran buku yang disusun PSPD UGM bersama para pakar ekonomi sirkular di berbagai bidang. 

Dukuh Klero, Sriwidodo, mengawali SARDEIN dengan menyambut seluruh pembicara dan peserta di Gedung Sumber Budhaya yang dikatakan bermakna sejarah penting bagi masyarakat Sumberharjo. Sambutan disambung Kepala PSPD UGM, Dr. Riza Noer Arfani, yang menyatakan tujuan SARDEIN Volume 3 sebagai forum diskusi, diseminasi pengetahuan, dan pembelajaran praktik ekonomi sirkular dalam konteks lokal dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Dalam kesempatan yang sama, Dr. Riza secara resmi meluncurkan buku berjudul “Ekonomi Sirkular dalam Gagasan Universal dan Praktik Lokal” sebagai kontribusi PSPD UGM terhadap pengembangan ekonomi sirkular dalam 10 sektor potensial Indonesia. 

Lurah Sumberharjo, Kurniawan Widiyanto, S.E, memulai diskusi dengan menggarisbawahi sistem TPS 3R (Tempat Pengelolaan Sampah Reduce, Reuse, dan Recycle) yang belum maksimal di kelurahan. Kurniawan menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah lokal, akademisi perguruan tinggi, masyarakat, hingga industri lokal untuk mengampanyekan praktik ekonomi sirkular di tingkat kelurahan maupun desa. 

Direktur Lembaga Studi dan Tata Mandiri, Agus Hartono, S.S., kemudian menyinggung permasalahan sampah yang telah menjadi beban jangka panjang provinsi DIY. Agus menilai bahwa ketegasan pemerintah wajib diarahkan tidak hanya pada masyarakat lokal dalam mengelola sampah, melainkan juga pada para pelaku industri dalam mendesain produk dengan material yang mudah diolah konsumen. 

Ishadi Zayid, S.H., Kepala Dinas Pariwisata Kabupaten Sleman, mengangkat aspek keberlanjutan lingkungan di sektor pariwisata provinsi DIY sebagai topik diskusi. Ishadi mengungkapkan komitmen Dinas Pariwisata Sleman dalam membangun wisata berbasis masyarakat yang tidak merusak alam dan bertentangan dengan aspek sosial-budaya masyarakat. Komitmen ini lantas tertuang dalam kampanye SAPTA PESONA (Keamanan, Ketertiban, Kebersihan, Kesejukan, Keindahan, Keramahan, dan Kenangan). 

Mewakili Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) DIY, Wisnu Harmawan, S.P., MT. selaku Kepala Bidang Layanan Kewirausahaan Koperasi dan UKM menyampaikan bahwa 90% UKM DIY masih terkendala dalam mengembangkan usaha berbasis keberlanjutan lingkungan karena kekurangan dukungan finansial dan bimbingan. Lebih jauh, berdasarkan pengalaman penolakan produk UKM lokal DIY dari negara-negara Eropa, Wisnu menyampaikan pentingnya mendorong sertifikasi keberlanjutan lingkungan bagi produk UKM supaya ekspansi pemasaran dapat dilakukan ke berbagai negara.

SARDEIN Volume 3 ditutup oleh Rizky Alif Alvian, MIR., peneliti PSPD UGM dan penyunting buku “Ekonomi Sirkular dalam Gagasan Universal dan Praktik Lokal”, yang menggarisbawahi temuan buku terkait empat tren ekonomi sirkular di Indonesia. Tren tersebut meliputi: 1) praktik ekonomi sirkular yang didorong dari atas (pemerintah atau organisasi internasional); 2) praktik yang didorong dari bawah (masyarakat dan komunitas); 3) potensi perbaikan proses produksi produk; 4) potensi pembuatan kebijakan di level industri. 

N-Helix: Jejaring Untuk Saling Belajar dalam Pengintegrasian Ekonomi Sirkular di Indonesia

N-Helix: Jejaring Untuk Saling Belajar dalam Pengintegrasian Ekonomi Sirkular di Indonesia

Penulis:

Angelina Chiquita Kurnia Putri

Staff Divisi Riset dan Publikasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Muna Rihadatul Aisi

Graphic Design Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Meskipun ekonomi sirkular sudah didorong menjadi jalan keluar dari permasalahan yang timbul dari sistem ekonomi linear, perkembangan pengetahuannya di Indonesia masih sporadis. Fenomena ini memunculkan urgensi pengintegrasian pengetahuan yang ada dengan kebijakan publik, baik dalam konteks lokal, nasional, dan internasional. Integrasi pengetahuan dan kebijakan dalam berbagai lapisan dapat dilakukan melalui strategi “Jejaring N-Helix Ekonomi Sirkular”. Dalam mengimplementasikan strategi “Jejaring N-Helix Ekonomi Sirkular,” ringkasan kebijakan ini mengusulkan mekanisme IRNECE yang merupakan akronim dari International Research and Policy Networking, National Policy Enhancement, dan Circular Economy Community Empowerment.

Unduh selengkapnya di sini

 

 

Meninjau Kembali Regulasi Cipta Kerja dalam SARDEIN Vol.2

Meninjau Kembali Regulasi Cipta Kerja dalam SARDEIN Vol.2

Penulis :

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Penulis :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

PSPD UGM bersama Suryakanta Institute dan Keluarga Mahasiswa Sosiologi (KMS) menyelenggarakan Sarasehan Demokrasi Ekonomi Indonesia (SARDEIN) Volume 2 pada Selasa (28/2) di Ruang Seminar Timur Fisipol UGM. Mengangkat tema "Tarik Ulur Regulasi Cipta Kerja dalam Proyeksi Investasi Nasional", diskusi dihadiri oleh Dr. Zainal Arifin Mochtar, Dr. Rangga Almahendra, dan Ardy Syihab sebagai narasumber serta dipandu oleh Dr. Riza Noer Arfani selaku Kepala PSPD UGM.

Dr. Zainal Arifin Mochtar, selaku pakar hukum dan pengajar di Fakultas Hukum UGM, menyampaikan bahwa dalam kondisi saat ini terdapat pelemahan pengawasan terhadap pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari adanya gejala autocratic legalism yang mengindikasikan pelemahan pengawasan secara politik dan hukum. Di samping regulasi Cipta Kerja, Zainal juga menyampaikan pentingnya memperhatikan kembali perumusan dan pembuatan regulasi-regulasi lainnya karena berpotensi menjadi preseden buruk terhadap kemajuan sistem hukum dan politik demokrasi Indonesia. Peningkatan investasi dan kemajuan ekonomi Indonesia menjadi penting, tapi semestinya tidak didorong dengan mengesampingkan kemajuan demokrasi.

Diskusi dilanjutkan oleh Dr. Rangga Almahendra, dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, yang menggarisbawahi semakin tingginya nilai ketidakpastian atau uncertainty dengan adanya regulasi Cipta Kerja. Fokus pemerintah Indonesia seharusnya diarahkan pada penguatan fondasi ekonomi nasional karena masih rapuh dan tingginya ketergantungan Indonesia pada negara lain. Tujuan regulasi Cipta Kerja menjadi krusial untuk direfleksikan kembali, yakni apakah regulasi dirumuskan untuk menambah dan membuka lapangan tenaga kerja atau berpihak terhadap pengusaha saja.

Posisi Zainal dan Rangga disepakati pula oleh Ardy Syihab, selaku Perwakilan Serikat Merdeka Sejahtera (Semesta). Ardy menyampaikan posisi penolakan terhadap beberapa hal yang justru semakin meningkatkan ketidakpastian bagi tenaga kerja dan berpotensi merugikan tenaga kerja nasional layaknya peraturan mengenai PHK, cuti panjang, dan mengenai semakin terbukanya intervensi tenaga kerja asing dalam lapangan unskilled labor. Senada dengan pernyataan narasumber lainnya, Ardy juga menegaskan pentingnya mempertanyakan terkait siapa yang akan memeroleh keuntungan dari percepatan investasi yang akan masuk ke Indonesia. Terdapat risiko bahwa kue investasi Indonesia yang akan semakin besar kedepannya tidak akan bisa dinikmati oleh masyarakat secara luas, terutama buruh.