Arsip:

Berita In

Sarasehan Demokrasi Ekonomi PSPD UGM Dorong Akademisi dan Kampus Membangun Demokrasi

Sarasehan Demokrasi Ekonomi PSPD UGM Dorong Akademisi dan Kampus Membangun Demokrasi

Penulis:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Penulis :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) menyelenggarakan Sarasehan Demokrasi Volume I pada Rabu (11/01). Membawa topik “Diskursus Demokrasi Lintas Orde”, sarasehan edisi pertama ini diselenggarakan di Amphitheater BRI Works Fisipol UGM. Dalam sarasehan ini turut hadir Praktisi Politik Mayjen TNI (Purn.) IGK Manila, Kepala PSPD UGM Dr. Riza Noer Arfani, dan Bagas Damarjati sebagai Perwakilan dari Mahasiswa yang berperan sebagai narasumber.

Diskusi dibuka oleh pemaparan dari Mayjen TNI (Purn) IGK Manila yang menekankan pentingnya peran akademisi dan kampus untuk menciptakan narasi demokrasi yang ideal. Alih-alih terlibat dalam politik praktis, kampus dan akademisi harus menjadi tujuan bagi politisi untuk meminta saran dan masukan.

Selanjutnya, Dr. Riza  dalam pemaparannya menyampaikan bahwa demokrasi di Indonesia masih dalam masa yang terombang-ambing, maka dari itu dibutuhkan peran akademisi dan kampus untuk menciptakan praktik demokrasi yang ideal di Indonesia.

Diskusi kemudian dilanjutkan oleh Bagas yang menggarisbawahi pentingnya peran mahasiswa dalam narasi demokrasi. Walau demikian, menurutnya dewasa ini mahasiswa tidak mendapatkan ruang yang cukup agar aspirasinya ditampung.

Dipandu oleh Peneliti PSPD UGM Mario Aden Bayu Valendo, diskusi dan sesi tanya jawab berlangsung dengan interaktif dan lancar. Selain dilakukan secara luring, sarasehan kali ini juga disiarkan secara daring melalui Instagram Live yang bisa disaksikan melalui akun Instagram @CWTSUGM.

Pilah-Pilih Sampah, Mimpi Besar Desa Wisata yang Asri dan Berdaya di Sumberharjo

Pilah-Pilih Sampah, Mimpi Besar Desa Wisata yang Asri dan Berdaya di Sumberharjo

Penulis :

Mario Aden Bayu Valendo

Peneliti, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Sumber Sumilir merupakan kelompok masyarakat penggerak aktivitas sektor pariwisata di Kalurahan Sumberharjo, Kapanewon Prambanan, Kabupaten Sleman. Kalurahan ini secara luas dikenal dengan destinasi pariwisata Bukit Teletubbies dan Rumah Domes, ditambah lingkungannya yang asri dan teduh karena hamparan lahan pertanian dan penghijauan. 

Mengangkat misi untuk membangkitkan geliat pariwisata kembali di Kalurahan ini yang telah dua tahun dihantam pandemi, Pokdarwis Sumber Sumilir memilih pendekatan yang progresif untuk membenahi kondisi lingkungan di daerahnya, sekaligus berinovasi untuk memberdayakan sektor pariwisata yang dapat mengundang turis. Kondisi lingkungan yang berupaya dibenahi tersebut karena penanganan sampah yang belum optimal, ditandai dengan aktivitas pembuangan sampah ke aliran sungai dan perkebunan, maupun pembakaran sampah.

Inisiasi lahirnya gerakan lingkungan untuk memberikan nafas kehidupan kembali bagi geliat pariwisata dicetuskan oleh Pokdarwis Sumber Sumilir yang dikoordinasikan oleh Andy Purnawan. Andy, sapaan akrabnya, juga menekuni dunia ekonomi kreatif melalui jenama “Kenandy”. Sebuah industri kreatif berbasis kriya dari olahan kulit untuk dibuat menjadi berbagai macam produk alat tulis ini memiliki satu langkah yang sama untuk berkolaborasi di Konsorsium Ekonomi Sirkular Indonesia (KESI). Menurut Andy, semangat untuk menjaga lingkungan perlu menjadi kesatuan dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat. 

Semangat Andy untuk berkontribusi menjaga lingkungan di Desa Wisatanya kian bergelora ketika mendapati pengelolaan sampah dan edukasi lingkungan yang belum berjalan baik. Andy melihat bahwa aspek pariwisata dan kebersihan lingkungan tidak bisa dipisahkan. Oleh karena itu, Andy membayangkan bahwa atraksi wisata di Kalurahan Sumberharjo akan berbasis ecotourism一memadukan kearifan lokal kehidupan pedesaan dengan atraksi wisata alam. Secara umum, konsep ecotourism tersebut akan dikemas melalui kegiatan Bersih Desa.

Sebagai upaya untuk mendukung terciptanya desa wisata yang bersih, Pokdarwis Sumber Sumilir yang dipimpin oleh Andy ini telah mencanangkan gerakan pilah sampah ke 18 padukuhan di Kalurahan Sumberharjo. Bekerja sama dengan Rapel Indonesia, gerakan ini telah mengorbitkan tiga bank sampah di Kalurahan ini selama empat bulan terakhir, yakni Bank Sampah Cincing Jarik, Puspa, dan Brilian Teletubbies.

Salah satunya yakni Bank Sampah Cincing Jarik yang telah berjalan selama tiga bulan. Bank sampah ini beranggotakan 10-12 kepala keluarga. Praktik yang dilakukan oleh anggota bank sampah adalah aktivitas memilah sampah langsung dari rumah tangga, sebelum akhirnya disetorkan kepada depot pengumpulan bank sampah setiap bulannya.

Tak berhenti di sana, Andy dan pengurus Pokdarwis pada 21 Desember 2022 lalu juga mengadakan sosialisasi gerakan pilah sampah ke Padukuhan Sengir. Marta Yenni selaku perwakilan Rapel Indonesia yang memberikan materi pada sosialisasi ini menekankan bahwa sistem bank sampah akan secara langsung mendukung praktik ekonomi sirkular untuk mewujudkan lingkungan yang bersih dan warga yang sehat, terlebih kawasan ini merupakan desa wisata. Dengan demikian, Andy berharap gerakan pilah sampah ini mendapatkan dukungan dari berbagai pemangku kepentingan guna memberdayakan sektor pariwisata di Kalurahan Sumberharjo pasca-pandemi.

PHK Massal Industri Garmen dan Tekstil Indonesia: Pemerintah Harus Apa?

PHK Massal Industri Garmen dan Tekstil Indonesia: Pemerintah Harus Apa?

Penulis :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Peningkatan inflasi dan potensi krisis ekonomi di berbagai negara memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap stabilitas dan keberlanjutan dari industri garmen dan tekstil di Indonesia. Meski pernah menjadi primadona di tahun 1990-an sebagai fokus pengembangan industrialisasi nasional, industri garmen dan tekstil mulai tidak stabil sejak pandemi COVID-19  hingga berlangsungnya tren kenaikan inflasi di berbagai negara saat ini. Kondisi global yang semakin memburuk mendorong pengusaha industri garmen untuk mengurangi jumlah tenaga kerja dan melakukan PHK. 

Industri garmen dan tekstil sendiri saling berkaitan, tapi dalam praktiknya terdapat perbedaan fokus dalam pengembangan masing-masing industri. Industri garmen merupakan industri yang lebih berfokus pada pembuatan pakaian jadi, sementara industri tekstil mencakup proses pembuatan pakaian dari serat hingga menjadi pakaian jadi. Industri terkait dengan tekstil merupakan industri padat karya Indonesia yang menyerap 1,4 juta pekerja pada tahun 2021. 

Peningkatan Jumlah PHK

Pemutusan hubungan kerja (PHK) industri garmen dan tekstil terjadi di berbagai daerah Indonesia. Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie menyampaikan bahwa industri sepatu tanah air mengalami penurunan pesanan untuk ekspor setidaknya sejak Juli 2022. Pendataan yang terlambat terhadap realisasi pengiriman ekspor produk garmen dan tekstil Indonesia menyebabkan seolah-olah industri garmen dan tekstil terlihat masih bertumbuh. Hal ini juga menyebabkan jumlah karyawan yang terkena PHK belum dapat terdata dengan baik. 

Fenomena terjadinya PHK juga terjadi di wilayah Subang, Jawa Barat, di mana Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Subang Yenni Nuraeni menyampaikan PHK sekitar 10.000 karyawan dari 25 pabrik garmen di daerah Subang. Hal yang sama disampaikan oleh Juru Bicara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB) Sariat Arifia, di mana perusahaan-perusahaan industri garmen sudah mengurangi lebih dari 50% jumlah tenaga kerja dan kapasitas karyawan dari masa sebelumnya. Data PPTPJB menunjukkan tutupnya 18 pabrik garmen di daerah Jawa Barat yang menyebabkan PHK lebih dari 90.000 orang. Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat pengurangan jumlah tenaga kerja dalam industri tekstil dari 1,13 juta menjadi 1,08 juta tenaga kerja pada Agustus 2022. 

Alasan Terjadinya PHK

Terjadinya PHK massal dalam industri garmen dan tekstil Indonesia dilatarbelakangi satu isu besar, yakni berkurangnya pesanan dari pembeli di luar negeri. Menurut Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Aloysius Santoso, permintaan ekspor dari pasar Amerika Serikat dan Eropa terhadap industri garmen dan tekstil Indonesia kemungkinan akan berkurang 50% hingga pertengahan tahun 2023. Peningkatan inflasi akibat naiknya harga-harga barang pokok mendorong masyarakat untuk melakukan penghematan dengan mengurangi pembelian terhadap produk-produk industri garmen dan tekstil yang tidak termasuk kebutuhan pokok. Hal ini menyebabkan produk tekstil dan garmen yang telah dikirim sebelumnya belum dapat sepenuhnya diserap pasar sehingga terjadi kelebihan pasokan di negara tujuan ekspor yang kemudian menurunkan jumlah pesanan kepada industri garmen dan tekstil. 

Regulasi pandemi COVID-19 untuk membatasi mobilisasi kapal pengangkut barang ekspor juga berdampak terhadap terjadinya keterlambatan pengiriman produk-produk garmen dan tekstil ke negara tujuan. Produk garmen dan tekstil yang harusnya telah sampai dalam masa pandemi menjadi terlambat untuk dipasarkan sehingga permintaan baru pun berkurang. 

Pentingnya Peran Pemerintah Indonesia 

Peningkatan jumlah tenaga kerja industri padat karya garmen dan tekstil yang mengalami PHK sepatutnya menjadi perhatian pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu segera melakukan proses kalkulasi PHK sebelum mengambil langkah pencegahan PHK yang lebih masif lagi. Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, pertumbuhan industri tekstil dan garmen secara agregat masih dianggap baik sehingga pemerintah perlu melakukan kajian yang lebih dalam terkait dengan isu PHK yang sedang berkembang.

Isu PHK di Indonesia yang akhir-akhir ini tidak hanya tersentral pada industri garmen dan tekstil meningkatkan desakan akan hadirnya langkah-langkah preventif dan solutif dari pemerintah. Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Abdul Muhaimin Iskandar menegaskan bahwa permasalahan PHK di sektor industri garmen dan tekstil harus menjadi perhatian bagi pemerintah karena dapat berimbas pada lebih banyak sektor lain di tengah ancaman krisis dan resesi ekonomi tahun mendatang. Menurutnya, pemerintah perlu melakukan berbagai langkah konkret seperti menyerap produk-produk industri kecil/menengah garmen lokal serta memperluas pangsa pasar dengan membidik negara-negara yang perekonomiannya masih stabil sebagai tujuan ekspor baru. 

CEF Interactive Talk Show #2: Peran Bisnis dan Komunitas Kembangkan Ekonomi Sirkular

CEF Interactive Talk Show #2: Peran Bisnis dan Komunitas Kembangkan Ekonomi Sirkular

Penulis:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Penulis :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Penulis :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM dan FISIPOL UGM mengadakan Interactive Talk Show dengan tema “Pemberdayaan Ekonomi Sirkular melalui Keterlibatan Industri dan Komunitas” pada Kamis (8/12). Talk Show diselenggarakan di Selasar Barat FISIPOL UGM dan dihadiri empat pembicara, yakni Prof. Dr. Edia Rahayuningsih (Kepala Indonesia Natural Dye Institute/INDI UGM), Sri Wahyaningsih, Bsc (Pendiri Sanggar Anak Alam), Ir. Setyo Hastuti, M.P (Sekretaris Dinas Koperasi dan UKM DIY), dan Boy Chandra (Ketua Guwosari Training Center). Talk Show ini merupakan bagian dari Circular Economy Forum (CEF) dalam UGM International Forum for Inclusive and Sustainable Development in the Southeast Asia, Latin America, and the Caribbean Region. 

Di bawah arahan moderator Josh Handani, Ketua Konsorsium Ekonomi Sirkular Indonesia (KESI), Talk Show dibuka dengan pemaparan Prof. Dr. Edia Rahayuningsih terkait peran INDI UGM dalam menghidupkan kembali penggunaan pewarna alami sebagai wujud kearifan lokal dan warisan budaya. Sebagai negara dengan sumber daya yang melimpah, Indonesia didorong untuk memiliki spirit memproduksi berlandaskan prinsip ekonomi sirkular. Prof. Edia menekankan bahwa pewarna alami bukanlah produk semata, melainkan sebuah gerakan yang membutuhkan sinergitas dan kolaborasi berbagai pihak. 

Dari sudut pandang pemerintah, Ir. Setyo Hastuti, M.P menyampaikan pentingnya kerja sama pentahelix antara pemerintah, pengusaha, media, komunitas, dan masyarakat dalam mengembangkan UMKM yang berbasis keberlanjutan lingkungan. Untuk mendorong pengembangan UMKM di Daerah Istimewa Yogyakarta, reformasi pengelolaan UMKM ditekankan harus mencakup formalisasi dan transformasi digital.

Pemaparan dilanjutkan oleh Ibu Sri Wahyaningsih, Bsc yang menjelaskan sistem pendidikan Sanggar Anak Alam dari tingkat TK hingga SMA. Dengan memberikan kebebasan terhadap pelajar untuk mengeksplorasi bidang-bidang yang menjadi ketertarikan mereka, Sanggar Anak Alam mengedepankan kurikulum berbasis praktik dan riset untuk memupuk keahlian wirausaha dan kesadaran akan keberlanjutan lingkungan. 

Talk Show diakhiri dengan pemaparan materi oleh Boy Chandra dari Guwosari Training Center (GSTC) terkait peran penting pemulung sebagai pemerhati lingkungan dan manajemen bebas sampah (zero waste management) yang diterapkan dalam pendirian GSTC. GSTC berfokus pada pelatihan pengelolaan sampah rumah tangga dengan prinsip bahwa sampah yang masuk harus keluar menjadi end product. Pada tahun 2020, GSTC merealisasikan prinsip yang sejalan dengan ekonomi sirkular tersebut melalui pembuatan teknologi mesin pengubah sampah menjadi balok. 

CEF Interactive Talk Show #1: Sekolah sebagai Agen Pengembangan Ekonomi Sirkular

CEF Interactive Talk Show #1: Sekolah sebagai Agen Pengembangan Ekonomi Sirkular

Penulis:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Penulis :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Penulis :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM dan FISIPOL UGM mengadakan Interactive Talk Show dengan tema “Menghubungkan Sekolah dengan Adopsi Ekonomi Sirkular” pada Rabu (7/12). Talk Show diselenggarakan di Selasar Barat FISIPOL UGM dan dihadiri empat pembicara, yakni Julie B. Appelqvist (Kepala Kerjasama Sektor Lingkungan, Kedutaan Besar Denmark untuk Indonesia), Drs. Muthoin, M.Si (Kepala BAPPEDA Kota Salatiga), Dr. Nurhadi, S.Sos, M.Si. (Dosen Departemen Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan FISIPOL UGM), dan Dr. Junita Widiati Arfani (Koordinator IGPA). Talk Show ini merupakan bagian dari Circular Economy Forum (CEF) dalam UGM International Forum for Inclusive and Sustainable Development in the Southeast Asia, Latin America, and the Caribbean Region. 

Di bawah arahan moderator Suci Lestari Yuana, MA, Dosen Departemen Ilmu Hubungan Internasional FISIPOL UGM, Talk Show dibuka dengan pemaparan Julie B. Appelqvist terkait pengembangan ekonomi sirkular di Copenhagen, Denmark. Julie membagikan beberapa strategi sosialisasi ekonomi sirkular di tingkat pendidikan dasar, seperti pemberian sebutan pahlawan sampah bagi siswa, inisiasi tren konsep sekolah bebas sampah, dan modifikasi kurikulum yang berorientasi pada praktik. Pengamalan ekonomi sirkular di ranah pendidikan juga akan terdukung dengan kebijakan dan kolaborasi dari pemerintah lokal.

Mewakili Pejabat Walikota Salatiga, Drs. Muthoin, M.Si selaku Kepala BAPPEDA Kota Salatiga menyampaikan upaya Salatiga mengatasi dampak pandemi melalui pemulihan ekonomi masyarakat dan pengelolaan sampah. Beberapa praktik yang sejalan dengan ekonomi sirkular dapat dijumpai dalam pemanfaatan sisa makanan oleh peternak dan air cucian untuk pupuk cair petani di Salatiga. Selain itu, Salatiga merencanakan alokasi APBD untuk mendukung sekolah hijau dan pengadaan bank sampah di setiap RW. 

Dari sudut pandang akademisi, Dr. Nurhadi, S.Sos, M.Si menekankan peran penting pendidikan untuk menanamkan budaya ekonomi sirkular. Dr. Nurhadi menyampaikan tiga fungsi perguruan tinggi dalam memaksimalkan peran tersebut, yakni fungsi kampanye, fungsi riset dan pengembangan, serta fungsi advokasi.      

Talk Show dilanjutkan dengan pemaparan Dr. Junita mengenai tujuan dan kegiatan IGPA atau Indonesia Green Principal Award. Sebagai ajang pendampingan kepala sekolah dasar dan menengah, IGPA didesain untuk melembagakan praktik dan prinsip ekonomi sirkular kepada anak-anak mulai dari usia dini. IGPA diadakan sejak awal 2022 sebagai hasil kolaborasi lembaga pendidikan, riset, dan industri yang telah diikuti oleh 33 kepala sekolah dari 2 gelombang pelatihan.

Talk Show diakhiri dengan pengumuman perilisan buku karya kepala sekolah peserta IGPA bertajuk “Menemukan Kembali Mutiara Keberlanjutan” dan pemberian sertifikat rekognisi terhadap beberapa sekolah. Sertifikat rekognisi dibagi menjadi 4 kategori. Pertama, kategori Knowledge Co-Production yang diberikan kepada SD Aisyiyah Unggulan Gemolong dan SD Muhammadiyah Ketanggungan. Kedua, kategori Outreach Program yang diberikan kepada SD Muhammadiyah Program Unggulan Khusus Kottabarat Surakarta dan SD Muhammadiyah 2 Alternatif Kota Magelang. Ketiga, kategori Curriculum Design/Adoption yang diberikan kepada SD Muhammadiyah Sudagaran dan MI Muhammadiyah Ajibarang. Keempat, kategori Partnership Building yang diberikan kepada SD Muhammadiyah Plus Salatiga.

PSPD dan FISIPOL UGM Adakan Forum Kebijakan Ekonomi Sirkular

PSPD dan FISIPOL UGM Adakan Forum Kebijakan Ekonomi Sirkular

Penulis:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Penulis :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Penulis :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM dan FISIPOL UGM menyelenggarakan Forum Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan, Ekonomi Sirkular, dan Transformasi Industri pada Selasa (6/12). Sebagai bagian dari UGM International Forum for Inclusive and Sustainable Development in the Southeast Asia, Latin America, and the Caribbean Region, forum ini bertujuan menghasilkan usulan kebijakan perdagangan dan transformasi industri berbasis ekonomi sirkular dari dialog multi pihak n-helix. Partisipan forum terdiri atas delegasi WTO, pemerintah nasional, pemerintah daerah, akademisi dan pendidik, komunitas, hingga industri yang hadir secara daring maupun luring di Gedung Pusat (Rektorat) UGM.

Forum Kebijakan dibuka oleh Dekan FISIPOL UGM Dr. Wawan Mas’udi dan Kepala PSPD UGM Dr. Riza Noer Arfani. Dr. Wawan dan Dr. Riza menekankan pentingnya belajar dari masyarakat sebagai inisiator ekonomi sirkular dalam merumuskan kebijakan. “Tidak perlu kerangka teoritik yang ndakik-ndakik, tapi bisa belajar dari inisiatif yang sudah mengakar dari masyarakat,” ucap Dr. Wawan. Bersama Dr. Poppy Sulistyaning Winanti selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FISIPOL UGM, Dr. Riza memfasilitasi jalannya sesi pertama diskusi yang diisi pemaparan dari Dr. Werner Zdouc (Direktur Manajemen Pengetahuan dan Informasi, Divisi Jangkauan Akademik dan World Trade Organization/WTO Chairs), H.E. Dandy Iswara (Deputi Wakil Tetap Republik Indonesia II Jenewa/Duta Besar), Dr. M. Pramono Hadi, M.Sc. (Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM) dan Prof. Dr. Catur Sugiyanto, MA (Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM).

Dalam sambutannya, Dr. Werner Zdouc menekankan pentingnya ekonomi sirkular untuk menggantikan ekonomi tradisional yang mengeksploitasi sumber daya dan memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Dalam konteks pengembangan ekonomi sirkular di negara-negara ASEAN, Amerika Latin, dan Karibia (SEA-LAC), Dr. Werner menekankan urgensi penyelesaian beberapa isu seperti definisi dan klasifikasi mengenai masa akhir produk, prosedur penilaian kesesuaian, perizinan, bantuan terhadap isu perdagangan, serta pembangunan kapasitas terkait perdagangan. Penting pula bagi pemerintah SEA-LAC untuk tidak hanya melakukan sosialisasi ekonomi sirkular bagi pemangku kepentingan bisnis, tetapi juga meningkatkan kesadaran konsumen dan masyarakat sipil dalam praktik konsumsi. 

Menyambung Dr. Werner, H.E. Dandy Iswara menggarisbawahi pentingnya Indonesia untuk bekerja sama dalam menerapkan COP26 dan Perjanjian Paris di tengah pertumbuhan penduduk yang signifikan. Terdapat beberapa target Indonesia yang harus dicapai, di antaranya implementasi ekonomi sirkular untuk mengurangi emisi dan target perikanan berkelanjutan. H.E. Dandy juga menegaskan kolaborasi usaha nasional dan internasional untuk mencapai implementasi ekonomi sirkular yang tepat guna dan adil bagi setiap negara. 

Mewakili kalangan akademisi, Dr. M. Pramono Hadi, M.Sc. menyorot potensi terwujudnya ekonomi sirkular melalui peningkatan peran hutan dalam penyerapan karbon. Dr. Pramono menyampaikan lima sektor utama yang harus disorot dalam perencanaan pembangunan rendah karbon, yaitu perhutanan, pertanian, energi dan transportasi, industri, serta limbah dan sampah. Di samping peran hutan, ekonomi sirkular juga dapat muncul dalam pengembangan usaha peternakan sapi perah. Prof. Catur Sugiyanto, MA menegaskan bahwa aspek peningkatan kelembagaan, teknologi, dan pendampingan menjadi penting dalam mendukung pengembangan UMKM yang memberdayakan masyarakat sekaligus menunjang pencapaian ekonomi sirkular oleh masyarakat. 

Rangkaian acara kemudian diisi dengan sesi formulasi kebijakan, di mana setiap pihak dari perwakilan daerah, komunitas, dan perusahaan bertukar ide dan menceritakan usaha dari masing-masing sektor mengenai berbagai kebijakan dan praktik ekonomi sirkular. Muncul berbagai isu menarik, misalnya terkait perbedaan prioritas pendekatan berbasis perubahan pola pikir dan keuntungan, karakteristik dan ketersediaan ruang setiap wilayah, isu pemantauan dan penilaian daur ulang, kesulitan komitmen terhadap inisiasi ekonomi sirkular, dan strategi konkret yang dapat diaplikasikan melalui sinergi lintas sektor. 

Forum Kebijakan diakhiri dengan sesi materi dari Prof. Daniel C. Esty dari Yale University. Dengan mengapresiasi hasil G20 Indonesia dan menaruh harapan pada kepemimpinan Indonesia di ASEAN tahun 2023, Prof. Daniel menekankan tiga elemen penting dalam implementasi ekonomi sirkular bagi Indonesia. Pertama, diperlukan perbaikan dan penguatan dalam kerangka kebijakan di level global, nasional, hingga sub-nasional. Kedua, diperlukan pergeseran norma bisnis, cara berpikir, dan fasilitasi dalam aspek finansial dan perdagangan yang terarah pada aksi perubahan iklim. Terakhir, diperlukan gerakan sosial dari seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah untuk mendorong transisi ekonomi linear menjadi ekonomi sirkular.

Pada akhirnya, Forum Kebijakan menghasilkan kesepakatan berupa perumusan regulasi ekonomi sirkular yang partisipatif dan akomodatif terhadap berbagai aspirasi. Beberapa kesimpulan yang muncul mencakup: (1) pembentukan regulasi yang tidak sekadar bersifat top-down dan minim pengawasan, melainkan disertai dengan alternatif multi-sektor; (2) peningkatan riset pada aspek-aspek yang bersifat intangible seperti pola gaya hidup; (3) pembentukan bagan solusi alur ekonomi sirkular yang memaksimalkan unsur adat, agama, pendidikan, budaya, hukum, dan ekonomi lokal. Kesepakatan diharapkan dapat menjadi materi roadshow kebijakan PSPD UGM pada awal tahun 2023 yang terlebih dahulu difokuskan di daerah KARTAMANTUL (Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul).

Keuntungan Ekonomi Piala Dunia U-20 bagi Indonesia

Keuntungan Ekonomi Piala Dunia U-20 bagi Indonesia

Penulis :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Indonesia dipastikan tetap menjadi tuan rumah Piala Dunia U-20 tahun 2023. Setelah terjadinya tragedi Stadion Kanjuruhan, status Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia U-20 sempat dipertanyakan karena kemungkinan adanya sanksi dari federasi sepak bola tertinggi dunia FIFA. Namun, pembicaraan terkait sanksi tidak muncul dalam pertemuan Presiden Joko Widodo dengan Presiden FIFA dalam kunjungannya ke Indonesia bulan lalu. Presiden FIFA, Gianni Infantino, justru mengutarakan rencana kunjungan tim FIFA ke Indonesia untuk meningkatkan kerja sama dan kolaborasi penyuksesan Piala Dunia U-20.

Piala Dunia U-20 diharapkan membuka pintu keuntungan bagi Indonesia dalam kali pertamanya menyelenggarakan kompetisi bergengsi ini. Berikut adalah potensi keuntungan ekonomi Piala Dunia U-20 bagi Indonesia. 

Apa itu Piala Dunia U-20? 

Piala Dunia merupakan kompetisi sepak bola internasional yang diadakan FIFA setiap empat tahun sekali. Setiap negara mendapatkan giliran untuk menjadi tuan rumah kompetisi yang sudah eksis sejak tahun 1930 ini. Selain Piala Dunia, FIFA juga menyelenggarakan turnamen sepak bola internasional bagi pemuda (Piala Dunia U-20 dan U-17), wanita (Piala Dunia Wanita U-17 dan U-20), klub sepak bola, hingga turnamen jenis sepak bola lain seperti futsal dan sepak bola pantai.

Sebagai salah satu turnamen pemuda yang banyak diminati, Piala Dunia U-20 diselenggarakan setiap 2 tahun sekali bagi para pemain tim nasional berusia di bawah 20 tahun. Sejauh ini, terdapat 24 tim dari 24 negara yang akan memperebutkan trofi bergengsi U-20. 24 negara yang lolos ke tahap final akan diundi ke dalam enam grup yang terdiri dari empat tim. Saat ini, Indonesia sudah bergabung dengan lima tim dari Eropa, empat tim dari Amerika Utara, serta dua tim dari Oceania. 

Walau lokasi kota dan stadion Piala Dunia U-20 tahun depan belum ditentukan, Indonesia sudah mempersiapkan enam stadion yang meliputi Stadion Gelora Bung Karno Jakarta, Stadion Si Jalak Harupat Bandung, Stadion Manahan Solo, Stadion Gelora Bung Tomo Surabaya, Stadion I Wayan Dipta Gianyar Bali, dan Stadion Gelora Sriwijaya Palembang. Saat ini pemerintah sedang mempersiapkan renovasi untuk infrastruktur yang masih kurang, terutama rumput stadion. 

Potensi Keuntungan Ekonomi Tuan Rumah 

Secara umum, penyelenggaraan Piala Dunia memberikan kesempatan bagi negara tuan rumah untuk meningkatkan persepsi internasional. Indonesia melalui penyelenggaraan Piala Dunia U-20 berpeluang untuk tidak hanya menampilkan kemegahan dan kesuksesan turnamen, tapi juga potensi pariwisata berbagai daerah di Indonesia.

Terangkatnya pariwisata nasional Indonesia diprediksi menjadi multiplier effect Piala Dunia U-20, di mana hadirnya turis mancanegara sebagai penonton kompetisi akan menggerakan sektor tersebut. Perkiraan ini didasari oleh pergerakan ekonomi Polandia ketika mengadakan Piala Dunia U-20 pada bulan Mei hingga Juni 2019. Berdasarkan data Badan Statistik Polandia, terjadi peningkatan jumlah wisatawan domestik maupun mancanegara pada masa penyelenggaraan turnamen berdasarkan tingkat okupansi hotel maupun penginapan sejenisnya. Pada bulan Mei 2019, jumlah hunian tercatat sebanyak 3.280.645. Hasil ini meningkat sebanyak 8,9% dibandingkan tahun sebelumnya. 

Selain sektor pariwisata, potensi keuntungan lain yang dapat dimanfaatkan Indonesia adalah masuknya investasi. Kebutuhan untuk meningkatkan ketersediaan akomodasi pariwisata, transportasi, hingga infrastruktur dalam penyelenggaraan kompetisi Piala Dunia U-20 dapat dimanfaatkan sebagai kesempatan bekerja sama dengan investor-investor dari dalam dan luar negeri. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia Sandiaga Uno berencana mempromosikan pariwisata Indonesia secara besar-besaran melalui pemasaran digital. Selain mengambil peran di sektor pariwisata, investor dari dalam dan luar negeri dapat berkontribusi juga dalam berbagai proyek renovasi infrastruktur terkait Piala Dunia U-20 Indonesia. 

Adapun perbaikan infrastruktur dan peningkatan akomodasi Piala Dunia U-20 akan membuka lapangan kerja baru yang berdampak pada peningkatan PDB negara tuan rumah. Berbagai perhelatan internasional memiliki standar infrastruktur dan fasilitasnya masing-masing, tidak terkecuali Piala Dunia U-20, sehingga dibutuhkan banyak tenaga kerja untuk memenuhi standar yang ditetapkan. Jepang dan Korea Selatan mendapati lebih dari 31.000 pekerjaan yang tercipta dari kolaborasi pengadaan Piala Dunia 2002. Terdapat $1,35 miliar keluaran ekonomi dengan tambahan $1 miliar untuk pendapatan dan nilai ekonomi secara kolektif.

Berdasarkan pengalaman tuan rumah kompetisi yang sama sebelumnya, perhelatan Piala Dunia U-20 tahun 2023 diperkirakan memberikan keuntungan ekonomi yang serupa bagi Indonesia. Diperlukan langkah pemerintah di tingkat nasional dan daerah yang tidak terpusat pada persiapan penyelenggaraan turnamen semata, melainkan juga terarah pada kapitalisasi peluang ekonomi yang muncul untuk memajukan ekonomi negara.

Ancaman Resesi Global di Depan Mata, Mengapa Bisa?

Ancaman Resesi Global di Depan Mata, Mengapa Bisa?

Penulis :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Peringatan dini terhadap potensi resesi ekonomi global tahun 2023 mulai digaungkan berbagai institusi finansial global seperti International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia. Krisis ekonomi yang sudah terjadi di beberapa negara saat ini menjadi indikasi nyata terhadap kemunculan resesi tersebut. Bahkan, firma riset investasi Ned Davis Research memprediksi bahwa terdapat 98,1% kemungkinan resesi terjadi tahun depan. 

Dikutip dari Investopedia, resesi ekonomi merupakan kondisi di mana perekonomian suatu negara mengalami penurunan aktivitas secara signifikan dalam jangka waktu yang lama. Penurunan produk domestik bruto (PDB), kenaikan angka pengangguran, dan menurunnya kepercayaan konsumen menjadi tanda-tanda resesi ekonomi dalam suatu negara. Nah, kira-kira faktor apa saja, ya, yang menjadi penyebab resesi ekonomi global 2023 dan seberapa besar potensi kemunculannya di Indonesia? Simak bahasannya di sini!

Inflasi yang sangat tinggi 

Menurut Bank Indonesia, inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang terjadi secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Sebenarnya inflasi bukan merupakan hal yang buruk jika masih terjadi dalam batas wajar perekonomian nasional masing-masing negara. Sebagai contoh, Amerika Serikat menargetkan inflasi 2%, Indonesia menargetkan sekitar 2-4%, dan Turki sebesar 5%. Namun, kenaikan drastis inflasi dalam waktu sangat singkat di atas target yang telah ditentukan tidak berdampak baik untuk perekonomian. 

Adapun Boediono menggolongkan inflasi ke dalam empat jenis. Jenis pertama adalah inflasi ringan yang ditandai dengan persentase laju inflasi rendah dalam waktu yang lama. Inflasi ini bernilai di bawah 10% per tahun. Kedua, inflasi sedang yang dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat dengan penghasilan tetap. Kategori inflasi ini bernilai sekitar 10-30%. Jenis inflasi ketiga adalah inflasi berat yang ditandai dengan ketidakmauan masyarakat untuk menabung di bank karena imbal hasil yang diberikan kalah oleh laju inflasi. Inflasi ini berkisar antara 30-100%. Terakhir adalah inflasi sangat berat yang ditandai dengan kenaikan harga dan barang secara umum hingga 100% atau lebih dalam periode setahun. 

Tingginya inflasi di banyak negara saat ini disebabkan oleh minimnya suplai barang untuk mencukupi jumlah permintaan yang meningkat, terlebih di tengah perang Rusia-Ukraina. Disrupsi yang ditimbulkan Perang Rusia-Ukraina berdampak negatif terhadap kestabilan pasokan energi dan suplai bahan makanan secara global. Akibatnya, perang tersebut memicu lonjakan harga barang dan energi yang semakin menipis serta mendorong inflasi terus naik. Menanggapi hal ini, Ekonom Interim OECD Alvaro Pereira menyampaikan bahwa kenaikan signifikan harga bahan makanan dan energi saat ini adalah biaya yang harus dibayar oleh masyarakat dunia akibat Perang Rusia-Ukraina. 

Secara tahunan (year-on-year) per Agustus 2022, tingkat inflasi negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman berada di tingkat 8,3% dan 7,9% per Agustus 2022. Inflasi di Amerika Serikat merupakan inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Inflasi di negara berkembang layaknya Turki dan Argentina berada di tingkat 80,21% dan 78,5% secara berurutan yang masuk ke dalam kategori inflasi berat. Di Indonesia sendiri, inflasi tahunan mencapai 4,69% per Agustus 2022 dan mencapai 5,95% pada September 2022 akibat faktor kenaikan harga bahan bakar dan bahan makanan. 

Perbedaan pengaruh ekonomi suatu negara terhadap ekonomi dunia menjadi penting dalam menilai keparahan inflasi bagi ekonomi global. Amerika Serikat yang menjadi kekuatan utama dalam ekonomi dunia akan memberikan dampak yang buruk bagi negara-negara lain apabila terjadi inflasi. Sementara itu, negara dengan ekonomi yang tidak terlalu berpengaruh kepada ekonomi dunia tidak terlalu memberikan dampak kepada negara lain. 

Kepala Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyebutkan bahwa tingginya inflasi yang terjadi di berbagai negara akan menambah jumlah masyarakat miskin, termasuk di Indonesia. Naiknya harga mengharuskan masyarakat mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk membeli kebutuhan sehari-hari sehingga inflasi menyebabkan berkurangnya daya beli dan tabungan masyarakat, terkhusus masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah.

Kenaikan suku bunga di banyak negara 

Secara sederhana, tingkat suku bunga merupakan besaran bunga yang ditetapkan setiap bulan oleh bank sentral negara untuk dijadikan acuan berbagai produk pinjaman bank dan lembaga keuangan lainnya. Guna menahan laju inflasi, bank sentral perlu menaikkan tingkat suku bunga sehingga pinjaman dan kemauan belanja dari masyarakat berkurang. Pengurangan tersebut akan mengurangi pula laju permintaan dari masyarakat sehingga inflasi semakin terkendali. 

Kenaikan suku bunga di berbagai negara dinilai cukup agresif untuk menahan laju inflasi. Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The FED), dalam beberapa bulan terakhir terus melanjutkan kebijakan untuk menaikkan suku bunga Amerika Serikat. The FED diprediksi akan menaikkan suku bunga hingga 3-4% yang menjadikannya suku bunga tertinggi Amerika Serikat dalam 15 tahun. Hal yang sama juga dilakukan bank-bank sentral lain seperti Inggris dan Uni Eropa. Inggris menetapkan suku bunga tertingginya dalam 14 tahun terakhir per September 2022 lalu, yakni 2,25%. Dalam waktu yang sama, Uni Eropa menetapkan suku bunga tertingginya dalam 11 tahun sebesar 1,25%.  

Meski dapat menekan inflasi, kenaikan suku bunga di berbagai negara secara signifikan tidak otomatis mencegah terjadinya resesi ekonomi global. Berkurangnya permintaan masyarakat akibat naiknya suku bunga justru akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi negara. Bank Dunia memperkirakan kenaikan suku bunga yang terus terjadi di banyak negara untuk mengendalikan inflasi akan mengarahkan ekonomi global pada resesi yang besar di tahun 2023. Kenaikan suku bunga untuk menahan laju inflasi yang meningkat akan memperlambat pertumbuhan PDB global hingga 0,5% di 2023 dan menyebabkan resesi global. 

Potensi Resesi Ekonomi di Indonesia

Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani menyampaikan bahwa Indonesia berpotensi cukup kecil untuk mengalami resesi ekonomi pada tahun 2023. Dilansir dari CNBC Indonesia, Sri Mulyani menyatakan masih surplusnya neraca perdagangan Indonesia bulan Agustus 2022 dan terus meningkatnya aktivitas manufaktur Indonesia sebagai penyelamat Indonesia dari jurang resesi. Kedua faktor tersebut dipercaya menjadi katalis positif bagi perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global. Proyeksi dari berbagai lembaga finansial global seperti IMF dan World Bank menyatakan bahwa ekonomi Indonesia masih akan bertumbuh sekitar 5,1% hingga 5,3% dalam tahun 2022. Hal serupa disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Finansial (BKF) Indonesia Febrio Kacaribu yang memperkirakan bertumbuhnya perekonomian Indonesia sebesar 5,6-6% dalam kuartal III tahun 2022.  

Walau begitu, Sri Mulyani tetap mengingatkan pemerintah Indonesia untuk tetap waspada dalam mengambil setiap kebijakan moneter dan fiskal domestik untuk menghindari resesi. Kenaikan suku bunga untuk melawan ketinggian inflasi menyebabkan pertumbuhan perekonomian dunia menjadi lambat dan bahkan mengalami penurunan. Meskipun resesi ekonomi global diprediksi tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023, pemerintah Indonesia perlu mengambil kebijakan yang preventif dan antisipatif terhadap kemungkinan krisis yang masih terbuka.  

PSPD UGM Hadiri Konferensi Tahunan WTO Chairs Programme

PSPD UGM Hadiri Konferensi Tahunan WTO Chairs Programme

Penulis :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Konferensi tahunan WTO Chairs Programme (WCP) kembali digelar pada 25-27 Juli 2022 di kantor pusat WTO di Jenewa, Swiss. Perwakilan WTO, WCP, dan chairholders yang tergabung dalam kerangka WCP berkumpul untuk mendiskusikan berbagai isu terkait perdagangan serta arah kegiatan WCP ke depan. Beberapa topik yang menjadi perhatian meliputi hasil Konferensi Tingkat Menteri ke-12 WTO (MC12), respon WTO terhadap dampak pandemi COVID-19, hingga kemajuan perdagangan yang berkelanjutan.

Dibentuk pada tahun 2010, WCP merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan kegiatan penelitian dan diseminasi pengetahuan mengenai isu-isu yang berkorelasi dengan perdagangan di negara berkembang. Awalnya hanya terdapat 14 institusi akademis yang terpilih sebagai chairholders, di mana Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM menjadi salah satu yang terlibat. Saat ini terdapat 36 universitas dari berbagai negara yang telah tergabung dalam skema WCP.  

Dr. Riza Noer Arfani selaku Direktur PSPD UGM mewakili Indonesia dalam konferensi tahunan WCP 2022. Dalam konferensi kali ini, Dr. Riza mempresentasikan dan mendiskusikan studi kasus pengembangan ekonomi sirkular, UMKM, dan pemulihan ekonomi di Indonesia yang aktif dilakukan PSPD UGM sejak 2021. Aktivitas PSPD UGM terkait isu-isu tersebut di antaranya mencakup penyelenggaraan lokakarya di tingkat lokal maupun internasional, seminar daring (webinar), publikasi jurnal ilmiah, serta perilisan siniar (podcast). Bersama dengan perwakilan berbagai negara lain seperti Mauritius, Barbados, dan Kenya, Dr. Riza menekankan bagaimana proyek-proyek WCP yang isunya juga relevan bagi negara maju maupun tertinggal dapat mendukung perkembangan perdagangan  berkelanjutan dan inklusif.

Dalam konferensi tahun ini, Dr. Ngozi Okonjo-Iweala selaku Direktur Jenderal WTO menyampaikan pentingnya peran chairholders dalam mendorong terwujudnya hasil MC12 melalui pemberian rekomendasi kebijakan berbasis riset. Deputi Direktur Jenderal WTO Xiangchen Zhang, dalam sambutan penutup konferensinya, berharap partisipasi aktif chairholders akan terus meningkatkan kegiatan penelitian dan diseminasi isu-isu terkait perdagangan, sekaligus memperkaya kerjasama dengan para pembuat kebijakan serta pemangku kepentingan lainnya.  

PSPD Adakan Diskusi Keberagaman Isu Ekonomi Sirkular

PSPD Adakan Diskusi Keberagaman Isu Ekonomi Sirkular

Penulis :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Ameral Rizkovic

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Muna Rihadatul Aisi

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) Universitas Gadjah Mada mengadakan Diskusi Publik dengan tema “Multifaceted Sides of Circular Economy” pada Jumat (8/7/22) secara daring. Diskusi kali ini mengundang tiga pembicara yang berpengalaman dalam penelitian mengenai ekonomi sirkular, yakni Dr. Riza Noer Arfani, selaku Kepala Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM, beserta Dr. Astadi Pangarso dan Ni Nyoman Clara L. D, M.A. Diskusi publik ini merupakan diskusi kedua yang dilaksanakan oleh CWTS Study Group sebagai kelompok studi ekonomi sirkular PSPD UGM. Sebelumnya, CWTS Study Group menggelar diskusi publik pertama bertajuk “Ekonomi Sirkular Dalam Praktik” bulan Mei lalu. Kegiatan kali ini bertujuan membuka ruang diskusi mengenai keterkaitan ekonomi sirkular dengan rantai nilai global (global value chain), UMKM, dan sektor industri tersier.

Diskusi dibuka dengan presentasi Dr. Riza Arfani mengenai titik temu ekonomi sirkular dan rantai nilai global. Dr. Riza menyampaikan bahwa kesadaran masyarakat global terhadap ancaman dominasi sistem ekonomi linear sudah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Namun, prinsip ekonomi sirkular baru diterapkan dalam 8,6% dari sistem ekonomi secara global. Dr. Riza kemudian menyampaikan bahwa penerapan ekonomi sirkular menjadi sistem yang problematis terutama karena adanya ketidaksetaraan relasi power dalam rantai pasok global, antara negara maju dan negara berkembang. Penting juga untuk memperhatikan aspek  pendanaan dan aksesibilitas yang selama ini menjadi tantangan bagi perusahaan di negara-negara berkembang untuk dapat mengembangkan model ekonomi sirkular dan masuk ke dalam rantai pasok global. 

Melanjutkan diskusi, Dr. Astadi Pangarso memaparkan materi seputar tinjauan model bisnis ekonomi sirkular bagi UMKM. Dr. Astadi menekankan pentingnya menyoroti sistem ekonomi sirkular dalam bisnis UMKM yang mayoritas menjadi penopang ekonomi banyak negara berkembang. Oleh sebab itu, diperlukan lebih banyak penelitian mengenai bisnis UMKM di negara berkembang mengingat kebanyakan fokus penelitian saat ini masih terletak pada negara-negara maju. Pengembangan sistem ekonomi sirkular UMKM harus dilakukan melalui pandangan holistik yang melibatkan aspek-aspek finansial, pemasaran produk, hingga kebijakan yang mendukung penerapan ekonomi sirkular oleh UMKM.

Pemaparan terakhir disampaikan oleh Ni Nyoman Clara L. D, M.A. terkait dampak potensial ekonomi sirkular Tiongkok terhadap penciptaan lapangan kerja dalam sektor industri tersier. Membawa poin pembahasan yang berbeda dari dua pembicara sebelumnya, Clara membawa contoh konkrit penerapan ekonomi sirkular yang diterapkan Tiongkok sebagai negara terpadat di dunia. Sejak tahun 2000 Tiongkok mulai mengadopsi kebijakan dan regulasi yang berelasi dengan penerapan ekonomi sirkular di negaranya. Adopsi ekonomi sirkular oleh pemerintah Tiongkok yang dilakukan pada level mikro, meso, dan makro berpotensi meningkatkan jumlah lapangan tenaga kerja yang tidak hanya mengatasi permasalahan lingkungan, tetapi juga isu tenaga kerja dan pertambahan nilai terhadap industri sektor tersier Tiongkok. Upaya ini diterapkan oleh pemerintah Tiongkok melalui kebijakan nasional maupun lokal.

Diskusi berjalan dengan baik antara pemateri dengan peserta. Pertukaran ide dan gagasan semakin berwarna karena latar belakang peserta yang beragam, mulai dari mahasiswa, akademisi hingga praktisi. Sebagai refleksi dari diskusi publik ini, penerapan dari ekonomi sirkular memiliki keterkaitan dengan banyak aspek dalam ekonomi internasional seperti rantai nilai global, UMKM, dan juga sektor ketenagakerjaan. Meskipun implementasi ekonomi sirkular yang kompleks karena harus memperhatikan banyak aspek seperti finansialisasi, sosialisasi dan pembuatan kebijakan publik, diharapkan adopsi ekonomi sirkular dalam kegiatan ekonomi akan tercapai untuk menjawab tantangan perubahan iklim yang terjadi.