Pengelolaan Sampah Elektronik: Langkah Singapura Terapkan Ekonomi Sirkular

Pengelolaan Sampah Elektronik: Langkah Singapura Terapkan Ekonomi Sirkular

Penulis:

Raevita Andriessa

SEO Content Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Nabila Asysyfa Nur

Website Content Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrasi:

Marsha

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Singapura merupakan salah satu negara maju dengan ketersediaan lahan hijau yang terbatas karena luas wilayahnya yang sempit. Hal ini menyebabkan Singapura sangat rentan untuk mengalami kerusakan lingkungan yang disebabkan oleh aktivitas warga negaranya sendiri dan perubahan iklim. Oleh karena itu, pemerintah Singapura menaruh perhatian yang tinggi pada isu-isu lingkungan di negaranya demi menjaga kelestarian lingkungan dan kelangsungan hidup warganya. Dalam mengembangkan perekonomian Singapura, pemerintah Singapura pun terus berinovasi agar kegiatan ekonomi yang dilaksanakan tetap memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Salah satu dari upaya pemerintah Singapura agar kegiatan ekonomi Singapura tetap berjalan dengan baik sembari tetap memberikan dampak positif terhadap lingkungan adalah dengan menerapkan ekonomi sirkular.

Apa yang Dimaksud Dengan Ekonomi Sirkular?

Berdasarkan situs resmi UNCTAD, ekonomi sirkular merupakan sistem industri yang restoratif atau regeneratif di mana dalam pelaksanaannya melibatkan usaha restorasi untuk menunda umur masa pakai sebuah produk. Model ekonomi sirkular berbeda dengan model ekonomi linear yang dominan saat ini. Ekonomi linear memiliki pola ‘ekstraksi-pakai-buang’ artinya suatu produk hanya akan menjadi sampah setelah digunakan. Sementara itu, ekonomi sirkular mengumpulkan segala bentuk limbah yang dihasilkan dari proses produksi yang kemudian diolah kembali menjadi produk lainnya atau digunakan dengan lebih efisien. Pelaksanaan ekonomi sirkular tidak hanya melindungi lingkungan, tetapi juga menggunakan sumber daya alam secara lebih bijaksana, mengembangkan sektor baru, menciptakan lapangan kerja, dan membuka peluang-peluang lainnya yang mungkin terjadi di masa depan.

Kegiatan restorasi produk diantaranya dapat dilakukan dengan beralih ke penggunaan energi terbarukan, menghilangkan penggunaan bahan kimia beracun, dan meminimalisir adanya limbah produksi. Usaha tersebut juga dapat dilaksanakan dengan cara menggunakan ulang, mendaur ulang, mengalih fungsikan, menyumbangkan atau menjual produk-produk bekas pakai ke yang membutuhkan. Restorasi produk dengan memperpanjang usia dan masa pemakaiannya bertujuan untuk mengurangi limbah dari kegiatan manufaktur dari produk-produk untuk menjaga lingkungan agar tetap lestari dan terhindar dari kerusakan.

 Manajemen E-Waste di Singapura

Dilansir dari Centre for Liveable Cities Singapore, Singapura mulai menerapkan wacana Zero Waste Nation pada tahun 2019. Dalam wacana tersebut, Singapura memiliki tujuan untuk mengeliminasi semua limbah yang menumpuk di tempat pembuangan Semakau yang diprediksi akan mencapai kapasitas penampungannya pada tahun 2035. Untuk melenyapkan sampah-sampah yang menumpuk di tempat pembuangan tersebut, pemerintah perlu berusaha keras untuk menekan jumlah input sampah yang dapat bertambah hingga 2000 ton per tahunnya. Salah satu gerakan dalam wacana ini yang dapat mengurangi jumlah input sampah ke tempat pembuangan umum yang kapasitasnya semakin terbatas adalah dengan menggalakkan program ekonomi sirkular yang dinilai efektif.

Sebagai salah satu upaya untuk mencapai visi tersebut, Lembaga Lingkungan Nasional (NEA) Singapura memberlakukan program kerja manajemen electronic waste (e-waste) untuk meningkatkan kualitas lingkungan hidup di Singapura. NEA mendefinisikan e-waste sebagai peralatan listrik dan elektronik dalam bentuk apapun yang telah dibuang termasuk hampir semua barang yang ditenagai oleh sumber listrik. Jenis-jenis e-waste yang umum dijumpai adalah peralatan-peralatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK), peralatan rumah tangga, peralatan olahraga, alat-alat penetrasi ruangan, dan sebagainya. Limbah elektronik sebagian besar terdiri dari komponen logam dan plastik, tetapi juga mengandung sejumlah kecil logam berat dan zat yang memiliki potensi besar untuk mencemari lingkungan. Variasi e-waste dan komponen-komponen pembentuknya yang beragam membuat mereka memerlukan cara khusus untuk membuangnya, sehingga tidak dapat sembarangan ditumpuk di tempat pembuangan umum.

Manajemen e-waste merupakan salah satu langkah yang penting untuk merevitalisasi kualitas lingkungan hidup karena e-waste merupakan salah satu faktor yang berkontribusi besar dalam kerusakan lingkungan. Seperti yang tertulis dalam blog resmi Elytus, limbah-limbah elektronik mengandung senyawa-senyawa kimia berbahaya seperti merkuri, lithium, dan tembaga yang dapat menyebabkan kontaminasi serius pada air, tanah, dan udara yang dapat berdampak serius pada kesehatan makhluk hidup jika proses pembuangannya dilakukan dengan asal-asalan. Sementara itu berdasarkan data dari NEA, negara dengan luas wilayah se-kecil Singapura sendiri sudah dapat memproduksi 60.000 ton e-waste per-tahunnya dan hanya 20% atau sekitar 8,9 ton dari total limbah elektronik tersebut yang berhasil didaur ulang.

Melihat kondisi manajemen e-waste di Singapura yang belum memadai tersebut, NEA pun mengajak masyarakat Singapura untuk turut berpartisipasi mengurangi jumlah e-waste di Singapura dengan program kerja yang bertajuk “Extended Producer Responsibility (EPR) System for E-waste Management System” pada awal Juli 2021 silam. Dengan adanya program kerja ini, masyarakat dapat dengan mudah menyalurkan limbah-limbah elektronik ke tempat pengolahan e-waste sehingga penanganan limbah tersebut tidak perlu lagi melalui proses pembakaran di tempat pembuangan umum yang  tidak ramah lingkungan. Dalam rangka mewujudkan tujuan mereka untuk membasmi limbah-limbah elektronik, NEA menggandeng kerjasama dengan ALBA Group, sebuah perusahaan swasta yang bergerak di bidang lingkungan hidup, untuk meluncurkan inovasi baru berupa tempat sampah khusus e-waste.

Sebagaimana dilaporkan oleh Channel News Asia, unit tempat sampah khusus e-waste telah didistribusikan kepada masyarakat pada tanggal 1 Juli 2021 sebanyak 300 unit di tempat-tempat umum yang banyak dikunjungi masyarakat. Tempat sampah khusus limbah elektronik menjadi salah satu program NEA yang menarik karena cara kerjanya yang sederhana sehingga masyarakat mudah berpartisipasi dalam program tersebut. Sistem dari program kerja ini yakni para donatur e-waste cukup membuang sampah elektronik mereka berdasarkan kategori-kategori terpisah, seperti barang elektronik berukuran kecil bekas (printer, keyboard, monitor, tablet, dll), baterai (dengan segala ukuran), dan juga bohlam-bohlam lampu (kecuali lampu neon panjang). Yang lebih menariknya adalah para donatur e-waste dapat memperoleh imbalan berupa uang setelah membuang limbah elektronik mereka dengan cara mengunduh aplikasi ALBA Step Up dan memindai kode QR yang ada pada unit tempat sampah tersebut untuk mengkonfirmasi pengumpulan sampah elektronik dan nantinya mereka akan memperoleh uang hasil donasi limbah elektronik tersebut.

Selanjutnya, limbah-limbah elektronik yang telah terkumpul akan disalurkan kepada fasilitas-fasilitas pengolahan limbah elektronik di dalam negeri. Melalui kanal Youtube resminya, NEA menjelaskan tentang proses pengolahan limbah-limbah elektronik oleh Cimelia, salah satu fasilitas pengolah limbah elektronik di Singapura. Di dalam video tersebut dijelaskan bahwa proses pengolahan limbah elektronik bukanlah proses yang simpel, melainkan sangat rumit karena limbah-limbah tersebut masih harus disortir, dibongkar, dan diklasifikasi berdasarkan bahan utama mereka. Hasil dari pengolahan limbah elektronik yang mereka olah akan berupa bahan baku siap olah dan akan didistribusikan kepada manufaktur-manufaktur industri lainnya, seperti industri teknologi, otomotif, konstruksi, bahkan untuk produksi barang mewah.

Dampak Bagi Masyarakat

 Dengan adanya progam kerja EPR System for E-waste Management System ini, kesadaran masyarakat akan dampak limbah elektronik bagi lingkungan dapat meningkat. Masyarakat akan lebih cerdas dalam mengelola barang elektronik yang mereka miliki dan apa yang harus dilakukan jika masa pakai barang elektronik yang mereka miliki telah usai. Akan tetapi pada kenyataannya, masih banyak kendala yang dihadapi oleh NEA dalam meningkatkan kesadaran masyarakat yang turut berpartisipasi dalam menyumbangkan limbah elektronik mereka demi kesuksesan program kerja tersebut. 

Seperti yang dilansir The Straits Times, masyarakat masih banyak yang belum memahami betul mengenai jenis-jenis limbah elektronik yang dapat diterima oleh tempat sampah penampung e-waste yang tersedia. Karyawan-karyawan penyortir sampah elektronik dari ALBA mengaku bahwa mereka masih banyak menemukan limbah-limbah jenis lainnya seperti peralatan menyusui, mainan anak, dan alat pemijat yang terbuang ke dalam tempat sampah khusus e-waste. Mereka juga masih menemukan sampah-sampah elektronik yang dibuang ke dalam tempat sampah bersamaan dengan kemasan asli dari barang tersebut yang terbuat dari bahan-bahan selain bahan penyusun barang elektronik seperti plastik dan karton.

Mirisnya adalah, petunjuk mengenai cara membuang sampah elektronik dengan baik dan benar telah tercantum pada tempat-tempat sampah tersebut, juga barang-barang apa saja yang masih dapat diterima. Hal ini tentunya dapat menyulitkan karyawan-karyawan penyortir sampah dan memperlambat kerja mereka, sehingga dapat memperlambat proses daur ulang sampah elektronik. Oleh sebab itu, edukasi mengenai pengelolaan limbah elektronik oleh NEA harus lebih digalakkan lagi kedepannya.

 

Secara keseluruhan, program kerja terkait manajemen limbah elektronik yang dilaksanakan pemerintah Singapura  merupakan salah satu terobosan besar pemerintah Singapura dalam upaya mengurangi limbah-limbah elektronik untuk melestarikan lingkungan. Tentunya, program ini dapat menyumbang manfaat yang besar bagi masyarakat, terutama di dalam bidang perekonomian, di mana program kerja ini merupakan salah satu langkah besar bagi Singapura untuk menerapkan ekonomi sirkular yang ramah lingkungan. Kedepannya, Pemerintah Singapura perlu menggalakan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat mengenai kontribusi mereka dalam program ini untuk meningkatkan efektivitas program kerja ini dengan partisipasi masyarakat yang lebih maksimal. Dengan sistem yang lebih terintegrasi dan melibatkan banyak pihak termasuk masyarakat, Singapura dapat menjadi rujukan negara-negara lain untuk mengimplementasikan sirkular ekonomi khususnya dalam pengelolaan limbah elektronik yang lebih baik.

Leave A Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

*

Comment (1)

  1. chayra 1 years ago

    thanks for your information,dont forget to visit airlangga university website https://www.unair.ac.id/2022/06/16/direktur-walhi-jatim-pengelolaan-limbah-elektronik-indonesia-belum-maksimal/