Press Release “UGM dan Kemenlu siap berkolaborasi memperkuat posisi dan strategi Indonesia di WTO”

“Kebijakan luar negeri Indonesia diarahkan pada penguatan diplomasi ekonomi guna mengamankan dan memperluas akses pasar ekspor Indonesia dan memastikan aturan perdagangan internasional yang adil, seimbang, dan pro terhadap kepentingan pembangunan”, demikian disampaikan Febrian A. Ruddyard, Direktur Jenderal Kerja Sama Multilateral, dalam sambutannya di hadapan lebih dari 100 peserta akademisi, mahasiswa dan perwakilan dari berbagai K/L terkait pada pertemuan Jaring Masukan Posisi dan Strategi Perundingan Indonesia Pasca Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-11 World Trade Organization (WTO) di Kompleks Universitas Gadjah Mada pada tanggal 20 Februari 2018.

Lebih lanjut Dr. drg Ika Dewi Ana, Wakil Rektor Bidang Penelitian dan Pengabdian Masyarakat dalam sambutannya menegaskan bahwa di tengah ‘disruptive era’ yang penuh dengan ketidakpastian, Indonesia harus merebut peluang, oleh karena itu, UGM siap berkolaborasi dengan Pemerintah dan stakeholders lainnya dalam penyusunan kajian guna memperkuat posisi Indonesia di WTO, sejalan dengan visi UGM untuk menjadi Research and Development Center.

Pertemuan tersebut merupakan kerja sama antara Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) dan Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) Universitas Gadjah Mada (UGM), yang secara khusus membahas isu-isu runding dalam pertemuan KTM ke-11 WTO di Buenos Aires, Argentina, pada bulan Desember 2017. Beberapa isu runding yang dibahas merupakan bagian dari Doha Development Agenda (DDA), seperti isu public stock holding, fisheries subsidies, selain isu-isu runding baru, seperti e-commerce dan investment facilities.

Hadir sebagai narasumber dalam pertemuan tersebut adalah Kepala Biro Kerja Sama Luar Negeri-Kementan, Direktur Kepabeanan Internasional dan Antar Lembaga-Kemenkeu, Direktur Perdagangan, Komoditas dan Kekayaan Intelektual-Kemenlu, dan Analis Pengembangan Pasar Direktorat Pemasaran-KKP.

“Indonesia harus menjaga momentum bergulirnya negosiasi fisheries subsidies di WTO setelah mati suri sejak KTM ke-6 di Hong Kong tahun 2005. Melalui proposal yang Indonesia ajukan, kita berupaya menjaga keberlangsungan hidup nelayan Indonesia di mana  90% merupakan nelayan skala kecil dan artisanal melalui pemberian special and differential treatment kepada mereka”, ujar Artati Widiarti, narasumber dari KKP.  

KTM sendiri adalah forum pengambilan keputusan tertinggi di WTO yang dilaksanakan 2 tahun sekali. KTM ke-11 WTO telah dihadiri oleh para menteri perdagangan dari 164 anggota yang berkomitmen memperlancar arus perdagangan internasional dengan mengurangi hambatan perdagangan. Namun dengan adanya perubahan arah kebijakan perdagangan beberapa pemain besar yang cenderung lebih proteksionis, jalannya perundingan dan hasil yang dicapai terhambat.

Jaring Masukan ini merupakan bagian dari upaya memperkuat diplomasi ekonomi melalui forum multilateral seperti WTO khususnya dalam pembentukan norma dan aturan di bidang perdagangan internasional. Selain menyosialisasikan hasil KTM ke-11 WTO di Buenos Aires, Jaring Masukan juga dimaksudkan untuk menghimpun masukan dari kalangan akademisi dan mahasiswa guna penyusunan posisi maupun strategi perundingan ke depannya.

Dalam sesi pembukaan Jaring Masukan, telah diluncurkan pula secara resmi buku “Cetak Biru Diplomasi Indonesia di WTO”. Buku Cetak Biru tersebut diharapkan menjadi panduan bagi Pejabat Pemerintah dan akademisi yang terlibat dengan penanganan isu WTO di Indonesia. Cetak Biru tersebut berisi strategi umum yang perlu dilakukan Indonesia di berbagai komite teknis maupun kelompok runding di WTO, perkembangan jalannya perundingan di WTO, dan juga peta jalan pengembangan sumber daya manusia dalam penanganan berbagai isu perdagangan dan perundingan di WTO.