Mewujudkan Kedaulatan Pangan yang Hakiki

Mengawal kedaulatan pangan dapat berarti bahwa dalam proses produksi pangan dalam negeri, dari awal hingga akhir prosesnya adalah hasil dari jerih payah sendiri tanpa mengandalkan pada impor negara lain.  Jika kita merefleksikan pada situasi pangan bangsa sendiri, situasi kemandirian yang berdaulat seperti tidak terlihat jika berkaca pada peningkatan impor pangan maupun neraca perdagangan dengan negara lain yang kian merugi.

Nusantara saat ini dan dilemanya yang rupanya membuat Sdri Nur Saudah, seorang asisten peneliti yang memaparkan gagasannya dalam kajian pekanan World Trade Model Community (WTMC) merasa gelisah pada kondisi pangan Nusantara.  Kegelisahan itu tidaklah tidak beralasan, melainkan memang sudah lama kondisi tersebut semakin menjadi.  Pangan yang sejatinya merupakan kunci sebuah bangsa maju, seperti ruh Indonesia sebagai Nusantara, Gemah Ripah Loh Jinawi.

Dalam paparannya, beberapa masalah seperti halnya tarifikasi impor yang tidak memihak pada produsen pangan dalam negeri, fasilitas yang buruk, hingga ketergantungan Indonesia pada beberapa impor sumber pangan seperti beras yang rupanya bangsa sendiri sudah mengalami surplus.  Hal tersebut cukup menggelitik, bagaimana bisa produk pangan yang sudah mencapai nilai surplus namun Indonesia tetap mengimpor beras dari negara lain.  Terlebih, sebagai negara yang mempunyai garis pantai terpanjang nomor 4 di dunia, Indonesia masih tetap mengimpor garam.  Dengan dalih bahwa garam yang dihasilkan Indonesia berkualitas dibawah standar kebutuhan garam yang diperlukan industri, maka Indonesia mengimpor garam.

Tampaknya paradigma yang dimiliki pemerintah, belum benar-benar serius pada kesejahteraan bangsa pada bidang pangan.  Di satu sisi pemerintah mencanangkan target pengurangan impor pada tahun 2014 hingga 10%, namun pada saat yang bersamaan pemerintah turut berdalih bahwa target tidak dapat dicapai.  Memang benar bahwa kondisi alam sebagai penentu ketersediaan pangan memegang peranan penting, namun sudah tugas pemerintah untuk menciptakan sistem yang tepat dan berpihak pada bangsa, bukan perseorangan.  Butuh komitmen tegas dari pemerintah pada setiap lini demi menciptakan kemandirian yang telah lama dicita-citakan

Sdri Nur Saudah pada sesi akhir kemudian menyampaikan bahwa masih ada kesempatan pada bangsa Indonesia bukan hanya untuk menciptakan ketahanan, namun hingga kemandirian yang berdaulat dengan mengoptimalkan beberapa hal yang berupa optimalisasi peran rural development, optimalisasi lumbung pangan didaerah, perbaikan infrastruktur dan perizinan yang lebih mudah beserta peran serta masyarakat agar turut mengawal kedaulatan pangan seperti tercantum dalam UU nomor 18 tahun 2012 yang mengatur secara gamblang mengenai kapan sebuah negara dapat melakukan aktifitas impor.  Jangan sampai aturan yang sudah dibuat dengan baik, justru diselewengkan dan membuat situasi pangan Indonesia makin tidak berdaulat.

Keterangan foto: Pemateri, Nur Saudah (kiri) sedang menyampaikan materi diskusi
Disadur oleh: Rio Nurhasdy
Foto: Dimas

Catatan: WTMC (World Trade Model Community) dan CwtsPspd UGM tiap Jumat seminggu sekali mengadakan diskusi yang terbuka untuk umum. Siapa saja dapat menjadi pembicara dalam diskusi tersebut, terutama yang mengangkat tema perdagangan internasional. Silakan menghubungi WTMC untuk informasi lebih detil. Pemikiran dan/atau pemaparan pembicara diskusi hanya mewakili pendapat individu pembicara dan tidak serta merta mewakili sikap/opini CwtsPspd UGM.

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*