Imbas Serangan Terhadap Ukraina, Ratusan Perusahaan Hengkang dari Rusia

Imbas Serangan Terhadap Ukraina, Ratusan Perusahaan Hengkang dari Rusia

Penulis :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Nabila Asysyfa Nur

Website Content Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Illustrasi oleh:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Konflik yang terjadi di antara Rusia-Ukraina tidak hanya berimbas terhadap aspek politik tetapi juga aspek ekonomi di Rusia. Sejak serangan pertama yang diluncurkan terhadap Ukraina, negara ini harus menghadapi penarikan perusahaan-perusahaan asing. Perusahaan-perusahaan asing dari berbagai sektor––mulai dari keuangan, makanan, media, teknologi, hingga energi––menangguhkan dan/atau mengurangi operasi perusahaan di Moskow. Langkah simbolik dilakukan oleh 4 (empat) ikon brand Amerika Serikat, yaitu PepsiCo, Coca-Cola, McDonalds, dan Starbucks pada Selasa (8/3/22). Selain perusahaan-perusahaan tersebut, terdapat ratusan perusahaan lain yang bergerak di bidang terspesialisasi masing-masing yang turut menarik dan menangguhkan operasinya di Moskow. 

Dalam aksinya, tidak semua perusahaan memberhentikan operasi bisnis yang mereka lakukan secara total. Beberapa hanya menangguhkan, beberapa lainnya menghentikan operasinya di bidang tertentu dan tetap menjual komoditas lainnya. Salah satu perguruan tinggi di Amerika Serikat, Universitas Yale, berhasil mengkompilasi aksi kurang lebih 500 (lima ratus) perusahaan yang mengundurkan diri dari pasar Rusia dalam 5 (lima) kategori pengurangan operasi––withdrawal, suspension, scaling back, buying time, dan digging in. Withdrawal adalah pemberhentian operasi perusahaan secara total. Suspension adalah pembukaan opsi untuk keterlibatan kembali sembari membatasi operasi. Scaling back adalah pengurangan aktivitas di sektor bisnis tertentu sambil melanjutkan bisnis yang lain. Buying time adalah penundaan investasi sembari melanjutkan bisnis substantif. Digging in adalah penolakan untuk mengurangi aktivitas.  

McDonald's mengumumkan pada Selasa (8/3/22) bahwa 850 (delapan ratus lima puluh) outlet-nya di Rusia akan ditutup sementara yang berimbas pada munculnya jaringan gerai restoran lokal tiruan McDonalds di Rusia bernama Uncle Vanya. Starbucks melangkah lebih jauh dari McDonald's dengan menangguhkan semua aktivitas bisnis di Rusia, termasuk pengiriman produknya. Sementara itu, PepsiCo akan mengurangi penjualan produk minuman tetapi tetap menjual produk-produk pentingnya yang lain, seperti susu formula, susu, dan makanan bayi. Tentunya seluruh tindakan tersebut tidak dilakukan tanpa alasan. Menurut CEO PepsiCo, Ramon Laguarta, sebagai perusahaan food and beverages, aspek kemanusiaan harus diaplikasikan pada bisnis yang mereka jalankan. CEO McDonalds, Chris Kempczinski, menambahkan bahwa konflik di Ukraina dan krisis kemanusiaan di Eropa telah menyebabkan penderitaan hebat pada warga tidak bersalah yang oleh karenanya, perusahaannya akan bergabung untuk mengutuk agresi dan kekerasan serta berdoa untuk perdamaian. 

Di samping itu, beberapa perusahaan yang ragu untuk menangguhkan aktivitasnya harus berhadapan dengan dorongan dan desakan dari publik. Nestle yang berbasis di Swiss awalnya menolak untuk menghentikan aktivitas bisnisnya di Rusia, tetapi ketika muncul kampanye kesadaran publik yang diluncurkan secara daring dengan menampilkan cokelat batangan Nestle yang berlumuran darah, perusahaan tersebut kemudian mengumumkan bahwa mereka akan menangguhkan pekerjaannya di Rusia. Meski demikian, terdapat pula beberapa perusahaan lain yang bersikukuh untuk melanjutkan operasinya di Rusia, misalnya perusahaan ritel Prancis, Auchan, yang menentang opini publik dan menyatakan dengan tegas untuk tetap berada di Rusia serta beberapa bank dengan eksposur besar di Rusia yang juga mengabaikan eksodus ini.

Leave A Comment

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.

*