Perkembangan Terbaru Suplai Minyak Goreng Indonesia, Perubahan Kebijakan Dalam Pengendalian Persediaan

Perkembangan Terbaru Suplai Minyak Goreng Indonesia, Perubahan Kebijakan Dalam Pengendalian Persediaan

Penulis :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Nabila Asysyfa Nur

Website Content Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Illustrasi oleh:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Berdasarkan catatan Kompas.com, sejak akhir tahun 2021, persediaan minyak goreng di Indonesia sempat mengalami penurunan drastis dan harga yang melambung tinggi. Menghadapi fenomena tersebut, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag RI) menetapkan serangkaian kebijakan dari mulai penentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) hingga Domestic Market Obligation (DMO) dan Domestic Price Obligation (DPO) mulai 27 Januari 2022. DMO merupakan kebijakan yang mewajibkan seluruh produsen minyak goreng yang akan melakukan ekspor untuk mengalokasikan 30% dari volume produksinya untuk kebutuhan dalam negeri, sementara DPO diberlakukan untuk mengatur harga minyak sawit mentah (CPO) di Tanah Air. Dengan berlakunya kebijakan HET sebesar Rp 14.000/liter dengan selisih harga pada beberapa variasi kemasan, persediaan minyak goreng kian mengalami kelangkaan seiring turunnya harga minyak goreng di pasaran.

Perkembangan terbaru dari upaya pemerintah untuk memastikan ketersediaan minyak goreng kini berujung pada pencabutan HET untuk minyak goreng kemasan dan curah serta pencabutan kebijakan DMO dan DPO. Pencabutan kebijakan HET minyak goreng oleh Pemerintah bertujuan untuk mendapat keseimbangan yang baru melalui mekanisme pasar. Pemerintah juga melaporkan bahwa dengan adanya kebijakan DMO yang diterapkan beberapa waktu lalu, para produsen kesulitan untuk memastikan persediaan minyak goreng karena harga CPO yang lebih tinggi daripada HET hingga beberapa pabrik pengelola minyak tutup karena tak bisa lagi menjalankan pabriknya. Konsekuensi dari dicabutnya kebijakan tersebut adalah dikembalikannya harga minyak goreng kemasan domestik ke harga CPO dunia pada angka Rp24.000/liter. Seiring dengan pencabutan HET, saat ini persediaan minyak goreng sudah mulai normal dan mendekati melimpah. Berdasarkan informasi dari beberapa penjual (18/3/22), banyaknya permintaan toko terhadap kebutuhan minyak goreng sudah dapat dipenuhi hingga 100%.

Sejalan dengan pencabutan kebijakan HET, DPO, dan DMO, Pemerintah menetapkan kebijakan penaikan tarif ekspor CPO yang bertujuan untuk memastikan bahan baku minyak goreng tetap tersedia di dalam negeri. Menurut Menteri Perdagangan RI, saat harga CPO berada di atas level US$1.000 per ton, akan ada tarif flat sebesar US$175 dan untuk setiap kenaikan harga CPO sebesar US$50 per ton, akan ada kenaikan tarif sebesar US$20 per ton untuk CPO. Oleh karena itu, tarif pungutan ekspor ditambah bea keluar dari yang semula US$375 per ton akan berubah menjadi US$675 per ton sehingga hal tersebut akan membuat eksportir memilih menjual CPO di dalam negeri daripada di luar negeri karena penjualan akan lebih menguntungkan. Mekanisme ini dinilai dapat menjaga kestabilan pasokan dalam negeri.