PHK Massal Industri Garmen dan Tekstil Indonesia: Pemerintah Harus Apa?
Penulis :
Lukas Andri Surya Singarimbun
Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.
Editor :
Christina Vania Winona
Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.
Editor:
Maria Angela Koes Sarwendah
Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.
Ilustrator:
Narinda Marsha Paramastuti
Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.
Peningkatan inflasi dan potensi krisis ekonomi di berbagai negara memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap stabilitas dan keberlanjutan dari industri garmen dan tekstil di Indonesia. Meski pernah menjadi primadona di tahun 1990-an sebagai fokus pengembangan industrialisasi nasional, industri garmen dan tekstil mulai tidak stabil sejak pandemi COVID-19 hingga berlangsungnya tren kenaikan inflasi di berbagai negara saat ini. Kondisi global yang semakin memburuk mendorong pengusaha industri garmen untuk mengurangi jumlah tenaga kerja dan melakukan PHK.
Industri garmen dan tekstil sendiri saling berkaitan, tapi dalam praktiknya terdapat perbedaan fokus dalam pengembangan masing-masing industri. Industri garmen merupakan industri yang lebih berfokus pada pembuatan pakaian jadi, sementara industri tekstil mencakup proses pembuatan pakaian dari serat hingga menjadi pakaian jadi. Industri terkait dengan tekstil merupakan industri padat karya Indonesia yang menyerap 1,4 juta pekerja pada tahun 2021.
Peningkatan Jumlah PHK
Pemutusan hubungan kerja (PHK) industri garmen dan tekstil terjadi di berbagai daerah Indonesia. Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakrie menyampaikan bahwa industri sepatu tanah air mengalami penurunan pesanan untuk ekspor setidaknya sejak Juli 2022. Pendataan yang terlambat terhadap realisasi pengiriman ekspor produk garmen dan tekstil Indonesia menyebabkan seolah-olah industri garmen dan tekstil terlihat masih bertumbuh. Hal ini juga menyebabkan jumlah karyawan yang terkena PHK belum dapat terdata dengan baik.
Fenomena terjadinya PHK juga terjadi di wilayah Subang, Jawa Barat, di mana Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kabupaten Subang Yenni Nuraeni menyampaikan PHK sekitar 10.000 karyawan dari 25 pabrik garmen di daerah Subang. Hal yang sama disampaikan oleh Juru Bicara Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Provinsi Jawa Barat (PPTPJB) Sariat Arifia, di mana perusahaan-perusahaan industri garmen sudah mengurangi lebih dari 50% jumlah tenaga kerja dan kapasitas karyawan dari masa sebelumnya. Data PPTPJB menunjukkan tutupnya 18 pabrik garmen di daerah Jawa Barat yang menyebabkan PHK lebih dari 90.000 orang. Berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik (BPS), terdapat pengurangan jumlah tenaga kerja dalam industri tekstil dari 1,13 juta menjadi 1,08 juta tenaga kerja pada Agustus 2022.
Alasan Terjadinya PHK
Terjadinya PHK massal dalam industri garmen dan tekstil Indonesia dilatarbelakangi satu isu besar, yakni berkurangnya pesanan dari pembeli di luar negeri. Menurut Wakil Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Aloysius Santoso, permintaan ekspor dari pasar Amerika Serikat dan Eropa terhadap industri garmen dan tekstil Indonesia kemungkinan akan berkurang 50% hingga pertengahan tahun 2023. Peningkatan inflasi akibat naiknya harga-harga barang pokok mendorong masyarakat untuk melakukan penghematan dengan mengurangi pembelian terhadap produk-produk industri garmen dan tekstil yang tidak termasuk kebutuhan pokok. Hal ini menyebabkan produk tekstil dan garmen yang telah dikirim sebelumnya belum dapat sepenuhnya diserap pasar sehingga terjadi kelebihan pasokan di negara tujuan ekspor yang kemudian menurunkan jumlah pesanan kepada industri garmen dan tekstil.
Regulasi pandemi COVID-19 untuk membatasi mobilisasi kapal pengangkut barang ekspor juga berdampak terhadap terjadinya keterlambatan pengiriman produk-produk garmen dan tekstil ke negara tujuan. Produk garmen dan tekstil yang harusnya telah sampai dalam masa pandemi menjadi terlambat untuk dipasarkan sehingga permintaan baru pun berkurang.
Pentingnya Peran Pemerintah Indonesia
Peningkatan jumlah tenaga kerja industri padat karya garmen dan tekstil yang mengalami PHK sepatutnya menjadi perhatian pemerintah Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu segera melakukan proses kalkulasi PHK sebelum mengambil langkah pencegahan PHK yang lebih masif lagi. Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu, pertumbuhan industri tekstil dan garmen secara agregat masih dianggap baik sehingga pemerintah perlu melakukan kajian yang lebih dalam terkait dengan isu PHK yang sedang berkembang.
Isu PHK di Indonesia yang akhir-akhir ini tidak hanya tersentral pada industri garmen dan tekstil meningkatkan desakan akan hadirnya langkah-langkah preventif dan solutif dari pemerintah. Wakil Ketua DPR RI Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra) Abdul Muhaimin Iskandar menegaskan bahwa permasalahan PHK di sektor industri garmen dan tekstil harus menjadi perhatian bagi pemerintah karena dapat berimbas pada lebih banyak sektor lain di tengah ancaman krisis dan resesi ekonomi tahun mendatang. Menurutnya, pemerintah perlu melakukan berbagai langkah konkret seperti menyerap produk-produk industri kecil/menengah garmen lokal serta memperluas pangsa pasar dengan membidik negara-negara yang perekonomiannya masih stabil sebagai tujuan ekspor baru.
Semoga di pertengahan tahun 2023 ini lekas ada perubahan lebih baik agar bisa terus bangkit