Penulis:
Raevita Andriessa
SEO Content Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.
Editor:
Nabila Asysyfa Nur
Website Content Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.
Ilustrasi:
Marsha
Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.
Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) memiliki peran penting bagi perekonomian nasional. Berdasarkan data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, jumlah UMKM di Indonesia telah mencapai 64,2 juta usaha pada kuartal pertama 2021 dan berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) sebesar 61,07 persen atau senilai Rp 8.573 triliun. Melihat potensi peningkatan perekonomian yang besar tersebut, pemerintah menaruh perhatian khusus pada UMKM di Indonesia dan terus berupaya untuk memberdayakan mereka di berbagai kebijakan pemerintah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal tersebut salah satunya tercermin dari pelibatan UMKM dalam pembangunan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di berbagai daerah di Indonesia.
KEK telah dicanangkan oleh pemerintah sejak tahun 2009 dengan diterbitkannya Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2009 tentang Kawasan Ekonomi Khusus (UU 39/2009) dan penyelenggaraannya diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus (PP 40/2021). Berdasarkan UU 39/2009, KEK merupakan kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi wilayah dan berfungsi untuk menampung berbagai kegiatan ekonomi yang bernilai tinggi dengan potensi daya saing internasional. Beberapa KEK yang ada di Indonesia antara lain adalah KEK Sorong di Papua dan KEK Arun Lhokseumawe di Aceh yang fokus di bidang Industri dan juga KEK Mandalika yang berfokus di bidang pariwisata dan ekonomi kreatif. Untuk mendukung perkembangan kegiatan ekonomi di dalam kawasan tersebut, pemerintah memberikan fasilitas dan insentif khusus kepada pemilik usaha yang tergabung dalam KEK sebagai daya tarik investasi pihak luar.
Kontribusi KEK untuk UMKM
Pembangunan perekonomian nasional yang dijalankan dengan prinsip demokrasi ekonomi mendorong keberpihakan pemerintah pada politik ekonomi yang memberikan kesempatan dan dukungan pada UMKM dan industri dalam negeri. Oleh karena itu, sebagaimana diatur dalam UU No.39/2009 a quo, dalam pembangunan KEK, pemerintah menyediakan lokasi untuk UMKM sehingga mendorong keterkaitan dan sinergi hulu hilir dengan perusahaan besar, baik sebagai pelaku usaha maupun pendukung pelaku usaha lain. Pelibatan UMKM dalam pembangunan KEK diharapkan dapat meningkatkan daya saing dan kualitas sumber daya manusia yang ada di dalamnya dalam berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut. Dengan demikian, pemerataan pembangunan di Indonesia yang tidak hanya berpusat pada kota-kota besar saja, tetapi juga daerah-daerah di sekitarnya yang membutuhkan perhatian lebih.
Sebagai suatu kawasan khusus, KEK dilengkapi dengan fasilitas fiskal maupun non fiskal bagi para pelaku dan badan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di KEK dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing agar diminati oleh penanam modal. Dalam hal ini, UMKM sebagai segmen usaha yang turut andil dalam kegiatan perekonomian di KEK tentunya dapat pula merasakan manfaat-manfaat yang dari pembangunan KEK. Seperti yang tertulis di situs web Dewan Nasional KEK yang didasarkan pada UU 39/2009 dan PP 40/2021, beberapa manfaat yang dapat dirasakan pemilik UMKM, pelaku usaha, dan badan usaha lainnya di dalam KEK antara lain:
1. Keringanan dalam Membayar Pajak
Para pelaku UMKM yang ada di dalam wilayah KEK akan mendapat keringanan dalam perihal perpajakan sebagai bentuk dari apresiasi akan kontribusi mereka terhadap perekonomian negara. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kawasan Ekonomi Khusus Pemerintah memberlakukan pengurangan pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) untuk pihak penanam modal dan tidak akan memungut PPh untuk badan usaha dalam transaksi pengadaan tanah untuk KEK, penjualan tanah dan/atau bangunan di KEK, dan/atau sewa tanah dan/atau bangunan di KEK. Keringanan berupa bebas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan/atau Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) juga diberlakukan bagi pelaku usaha di kawasan KEK. Selain itu, pemerintah daerah setempat juga memberikan pengurangan, keringanan, dan pembebasan atas pajak daerah dan/atau retribusi daerah kepada badan usaha/pelaku usaha di KEK, paling sedikit berupa pengurangan bea perolehan atas tanah dan bangunan dan pengurangan pajak bumi dan bangunan.
2. Dukungan Infrastruktur
UMKM dan pelaku usaha lainnya yang berada di wilayah KEK akan turut merasakan kenikmatan infrastruktur-infrastruktur yang dibangun di daerah tersebut. Untuk mendukung kesuksesan wilayah KEK, pemerintah mempermudah aksesibilitas masyarakat ke kawasan tersebut dengan membangun beberapa infrastruktur pendukung. Jalan raya, tol, stasiun kereta api, pelabuhan, dan bandar udara disediakan untuk mempermudah mobilitas penduduk dan juga aksesibilitas masyarakat luar KEK yang datang berkunjung. Dengan demikian, jumlah pengunjung wilayah KEK akan meningkat dan juga berpotensi meningkatkan jumlah pelanggan UMKM setempat.
3. Kemudahan Perizinan Usaha
UMKM dan usaha-usaha lainnya yang berdiri di dalam kawasan KEK akan diberi kemudahan dalam pengurusan perizinan untuk mendirikan usaha. Pengajuan perizinan usaha nantinya akan diberikan oleh Administrator KEK meliputi perizinan berusaha berbasis risiko yang dilaksanakan melalui sistem Online Single Submission (OSS). Kemudahan dalam perihal pengajuan izin pendirian tempat usaha berupa persetujuan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang diberikan melalui sistem OSS tanpa melalui tahapan penilaian dokumen usulan kegiatan pemanfaatan ruang. Sebagai tambahan, badan usaha/pelaku usaha tidak memerlukan persetujuan bangunan gedung untuk mendirikan lokasi tempat usaha. Sementara itu, KEK tidak lagi memerlukan penetapan sebagai kawasan industri, dikarenakan penetapan KEK yang menyelenggarakan kegiatan terkait perindustrian sekaligus menjadi penetapan kawasan industri.
Belajar Dari KEK Mandalika
Ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 2014, KEK Mandalika merupakan salah satu KEK di sektor pariwisata yang dapat dibilang sukses besar. Masyarakat dan pelaku ekonomi di Mandalika merasakan perkembangan ekonomi yang begitu pesat setelah KEK dikembangkan sehingga kesejahteraan masyarakat dan pendapatan daerah pun meningkat. Salah satu faktor dari kesuksesan pembangunan KEK Mandalika adalah wilayahnya yang didesain sedemikian rupa menjadi destinasi wisata berkelas dunia dengan segala kearifan lokalnya. Mulai dari Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika, Kawasan Teluk Saleh, Pulau Moyo dan Tambora (Samota), Geopark Gunung Rinjani, Pantai Senggigi, dan banyak lagi sangat sarat akan tradisi, seni budaya, sejarah, dan industri kerajinan rakyat yang unik dan potensial.
Pada masa mendatang diproyeksikan akan lebih banyak UMKM lokal yang terlibat dalam menunjang wisata prioritas Mandalika seperti penyedia transportasi, akomodasi dan penginapan, camping ground dan lain-lain. Dilansir dari Media Indonesia, Deputi III Kepala Staf Kepresidenan RI, Panutan Sulendrakusuma, menyampaikan bahwa diadakannya World Superbike Championship (WSBK) 2021 dan MotoGP 2022 di KEK Mandalika turut menambah popularitas tempat wisata tersebut dan berhasil meningkatkan pertumbuhan ekonomi NTB sebanyak 1,7 persen melalui geliat UMKM di kawasan tersebut. Beliau juga menyatakan bahwa estimasi hasil multiplier effect dari perkembangan ekonomi di KEK Mandalika dapat mencapai sebesar Rp4,8 triliun dan dari total keuntungan tersebut, 45,8 persennya akan mengalir ke UMKM, dengan nilai setara Rp 2,2 triliun. Tak hanya itu, di masa depan nanti, para pelaku usaha diperkirakan akan mendapat suntikan dana sebesar Rp. 28,6 triliun dan diproyeksikan akan mampu menyumbang devisa per tahun sebesar Rp. 7,5 triliun serta memberikan kontribusi terhadap PDB sektor pariwisata sebesar Rp. 16,96 triliun.
Tantangan Pemberdayaan UMKM di KEK
Disamping berbagai peluang berupa kemudahan dan fasilitas yang ditawarkan untuk UMKM di KEK, terdapat beberapa tantangan untuk memastikan pemberdayaan UMKM di KEK pada masa mendatang dapat lebih optimal diantaranya:
1. Memproduksi dan Memasarkan Produk Unggulan
Produk unggulan merupakan produk yang berpotensi untuk dikembangkan pada suatu wilayah dengan memanfaatkan SDA dan SDM lokal. Produk tersebut berorientasi pasar dan ramah lingkungan sehingga memiliki keunggulan kompetitif dan dapat bersaing secara global. Hingga saat ini, bahkan pada KEK Mandalika yang sudah terkenal sukses, produksi dan pemasaran produk unggulan yang digunakan sebagai trademark Mandalika sebagai tempat wisata masih menjadi tantangan tersendiri, hal ini sebagaimana dilansir dalam Redaksi Bappeda NTB. Di dalam kawasan tersebut memang terdapat UMKM yang menjual oleh-oleh khas NTB seperti tekstil, perhiasan, dan makanan ringan, tetapi baik secara jenis maupun kualitas, produk yang mereka tawarkan masih banyak ditemukan di daerah NTB lainnya. Apabila kemudian harga produk UMKM yang ada di KEK Mandalika lebih tinggi daripada produk lainnya, dikhawatirkan para pemilik UMKM di Mandalika akan kalah saing. Kasus ini juga dapat menjadi pembelajaran bagi UMKM-UMKM di daerah lainnya, terutama yang berada di kawasan KEK untuk terus berinovasi menciptakan produk khas daerah yang berkualitas dan lebih menonjol dan memiliki unique selling point. Selain itu, kualitas dan harga produk juga harus lebih diperhatikan dan menyesuaikan dengan standar yang ada untuk meningkatkan daya saing.
2. Kurangnya Kepastian Insentif
Kurang pastinya perihal penerimaan insentif kepada para investor mengancam kelangsungan kegiatan usaha UMKM di KEK. Instrumen perundang-undangan dari Pemerintah Pusat yang mengatur tentang KEK tidak sepenuhnya mengontrol pemberian insentif dan pembangunan fasilitas di wilayah KEK dan menyerahkan tugas tersebut sepenuhnya pada Pemerintah Daerah setempat. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan kebijakan mengenai perolehan insentif di berbagai daerah, sehingga masing-masing daerah memiliki besaran insentif yang beragam. Tanpa kepastian insentif bagi para investor, pembangunan dan pengembangan KEK akan terganggu dan dengan demikian pemberdayaan UMKM di wilayah KEK tidak dapat maksimal. Untuk itu, pemerintah perlu membuat kebijakan yang lebih pasti untuk mengatur besaran insentif para investor KEK.
3. Koordinasi dan Kerjasama antar Instansi yang Kurang Memadai
KEK di Indonesia juga masih minim akan sinergi dengan kawasan sekitar dan koordinasi dengan instansi-instansi di sektor pemerintahan. Hal ini salah satunya dapat dikarenakan faktor lokasi KEK yang kebanyakan berlokasi di tempat yang jauh dari pusat pemerintahan daerah. Koordinasi antar institusi yang lemah juga dapat menyebabkan masalah seperti kurangnya penyaluran sumber daya, kurangnya pelatihan pelaku usaha, dan pembangunan infrastruktur yang terbatas serta kurang memadai. Kerjasama dan koordinasi yang memadai sangatlah diperlukan demi mengelola KEK hingga menjadi sukses dan dapat banyak berkontribusi untuk pembangunan nasional.