Center for World Trade Studies Universitas Gadjah Mada (CWTS UGM) held the “International Policy Workshop on Trade, Circular Economy and Sustainability: Forging Knowledge Co-Production on International Trade and Circular Economy Linkages in Developing Countries” virtually on Tuesday (21/9/21) and Wednesday (22/9/21). This workshop brought together researchers with fellow researchers, practitioners, policymakers, students, and the general public to encourage initiatives and policies for circular economy development in developing countries. The workshop was officially opened by Dr. Riza Noer Arfani as the Director of CWTS UGM and drg. Ika Dewi Ana, Ph.D as the Vice-Rector of Universitas Gadjah Mada. Ambassador Xiangchen Zhang from the Deputy Director-General of the WTO and H.E. Monique T.G. Van Daalen as the Permanent Representative of the Kingdom of the Netherlands to the WTO also expressed their support for the workshop in their welcoming remarks.
The workshop started with a talk show hosted by Dr. Maharani Hapsari and Thifani Tiara Ranti. This talk show also marked the launch of CWTS’s “Starting Point” podcast, which will become a learning medium for circular economy practices and policies in Indonesia. The talk show speakers, namely Hamim Pou as the Regent of Bone Bolango (Gorontalo), Agustinus Taolin as the Regent of Belu (East Nusa Tenggara), and Rendy Aditya Wachid as the CEO of Parongpong RAW Lab, shared their experiences in encouraging the circular economy implementation by involving government institutions, private sector, and local communities in their respective regions. The speakers agreed that the transition from a linear economy to a circular economy can start from the regional level and even from the household level.
Regent Hamim pushes the circular economy implementation by putting MSMEs in Bone Bolango as its driving force and enforcing various regional environmental conservation policies. Bone Bolango also takes part in the initiative by turning wood and plastic waste in Botubarani Whale Sharks Tourism Site into souvenirs. In Belu, Regent Taolin sees the importance of socialising the concept of circular economy to the local community and involving them in waste management activities, renewable energy development (derived from wind, sun, and biogas from livestock waste), as well as agricultural empowerment.
Besides starting the initiative at the policy and government levels, CEO Rendy of Parongpong RAW Lab has proven that business can also be conducted in a circular and profitable manner by choosing the right business model. Seeing problems as things that must be solved and not as things that must continue to be monetized has become Rendy’s motto in running his business. With his background as an architect, Rendy continues to innovate by creating various kinds of building materials and products that are environmentally friendly and efficient in the production process. His company’s efforts include processing disposable masks waste as a substitute for sand.
This talk show also invited Dr. Rima Prama Artha as the representative of the United Nations Development Programme (UNDP). Dr. Rima delivered a presentation on “The Economic, Social and Environmental Benefits of A Circular Economy in Indonesia.” The presentation is based on a collaborative report from UNDP, the Embassy of Denmark in Jakarta, and the National Development Agency (BAPPENAS). From the economic and social sustainability perspective, it is stated that the circular economy could increase Indonesia’s GDP significantly and create 4.4 million new jobs in 2030, in which three-quarters of it will be filled by women. As the circular economy also pays attention to environmental sustainability, the circular economy implementation could contribute remarkably in fulfilling Indonesia’s CO2 emission reduction target – around 29% with national efforts or 49% with international support by 2030. To achieve these targets, Indonesia needs to foster effective waste management by producers besides increasing consumer awareness.
This workshop is expected to be a starting point for all of us to rethink the economic system, production, and consumption patterns that have been adversely impacting the environment.
PSPD UGM Adakan Talk Show dan Luncurkan Siniar dalam Pembukaan Lokakarya Kebijakan Internasional terkait Perdagangan, Ekonomi Sirkular dan Keberlanjutan
Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada (PSPD UGM) menyelenggarakan lokakarya kebijakan internasional bertajuk: “International Policy Workshop on Trade, Circular Economy and Sustainability: Forging Knowledge Co-Production on International Trade and Circular Economy Linkages in Developing Countries” secara virtual pada Selasa (21/9/21) dan Rabu (22/9/21). Lokakarya ini mempertemukan para peneliti dengan sesama peneliti, praktisi, pemangku kebijakan, mahasiswa, serta masyarakat umum guna mendorong munculnya berbagai inisiatif dan kebijakan untuk mendorong perkembangan ekonomi sirkular di negara berkembang. Kegiatan dibuka oleh Dr. Riza Noer Arfani selaku Direktur PSPD UGM bersama dengan Wakil Rektor Universitas Gadjah Mada, drg. Ika Dewi Ana, Ph.D. Duta besar Xiangchen Zhang selaku Deputi Direktur-Jenderal WTO dan H.E. Mrs. Monique T.G. Van Daalen selaku Perwakilan Tetap Belanda untuk WTO turut memberikan dukungan terhadap pelaksanaan lokakarya melalui pengiriman pesan sambutan.
Lokakarya diawali dengan talk show yang dipandu oleh Dr. Maharani Hapsari dan Thifani Tiara Ranti. Talk show ini turut menandai peluncuran kanal siniar (podcast) “Starting Point” milik PSPD UGM yang kedepannya akan menjadi media pembelajaran praktik dan kebijakan ekonomi sirkular di Indonesia. Ketiga pembicara talkshow, yakni Hamim Pou selaku Bupati Bone Bolango (Gorontalo), Agustinus Taolin selaku Bupati Belu (Nusa Tenggara Timur), dan Rendy Aditya Wachid selaku CEO Parongpong RAW Lab membagikan pengalaman mereka dalam mendorong pelaksanaan ekonomi sirkular di daerah masing-masing dengan melibatkan instansi pemerintahan, swasta, dan masyarakat lokal. Ketiganya sepakat bahwa transisi dari ekonomi linear ke ekonomi sirkular dapat dimulai dari level daerah dan bahkan dari level rumah tangga.
Bupati Hamim mendorong implementasi ekonomi sirkular melalui pengembangan UMKM sebagai motor penggerak daerah dan berbagai kebijakan konservasi lingkungan. Kabupaten Bone Bolango sendiri telah memiliki inisiatif dalam pengelolaan Objek Wisata Hiu Paus Botubarani untuk mengubah sampah kayu dan plastik di objek wisata tersebut menjadi cinderamata hiu paus berbagai ukuran. Sementara di Belu, Bupati Taolin memandang perlunya mensosialisasikan konsep ekonomi sirkular ke masyarakat dan melibatkan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan sampah, pengembangan energi terbarukan melalui energi angin, matahari, maupun pemanfaatan biogas dari peternakan, dan pemberdayaan hasil-hasil panen.
Tidak hanya di level kebijakan dan pemerintahan, CEO Parongpong RAW Lab Rendy Aditya membuktikan bahwa bisnis dapat pula dijalankan secara sirkular dan menguntungkan melalui pemilihan model bisnis yang tepat. Melihat masalah sebagai hal yang harus diselesaikan dan bukan sebagai hal yang harus terus dimonetisasi adalah motto Bapak Rendy dalam membangun bisnis. Dengan latar belakangnya sebagai arsitek, Bapak Rendy terus berinovasi menciptakan berbagai macam material dan produk bangunan yang ramah lingkungan dan efisien dalam proses produksinya. Salah satu wujud konkret yang dihasilkan beliau adalah mengolah sampah masker sekali pakai sebagai pengganti pasir.
Talk show ini juga turut mengundang Dr. Rima Prama Artha sebagai perwakilan dari United Nations Development Programme. Dr. Rima memaparkan materi terkait “Manfaat Ekonomi, Sosial, dan Lingkungan dari Ekonomi Sirkular di Indonesia” berdasarkan laporan kolaborasi dari UNDP, Kedutaan Denmark di Jakarta, dan Badan Pembangunan Nasional (BAPPENAS). Dari sudut pandang ekonomi dan sosial, implementasi ekonomi sirkular dikatakan berpotensi meningkatkan PDB Indonesia secara signifikan dan menciptakan 4,4 juta pekerjaan pada tahun 2030, dimana tiga perempatnya diisi oleh perempuan. Selaras dengan nafas ekonomi sirkular yang menaruh perhatian pula pada keberlanjutan lingkungan, penerapan ekonomi sirkular akan memberikan kontribusi yang signifikan dalam membantu Indonesia mencapai target pengurangan emisi CO2 sekitar 29% dengan usaha sendiri atau 49% dengan dukungan internasional pada tahun 2030. Untuk merealisasikan target-target tersebut, Indonesia perlu memusatkan aktivitasnya pada pengelolaan sampah efektif oleh produsen disamping meningkatkan kesadaran konsumen.
Lokakarya ini diharapkan menjadi titik awal kesadaran bagi kita semua untuk memikirkan kembali sistem ekonomi serta pola produksi dan konsumsi yang selama ini berdampak buruk bagi lingkungan.