PSPD bekerja sama dengan WTMC menyelenggarakan Kajian Pekanan pada Jumat, 12 Juni 2015 dengan Nurjannah Abdullah, S.IP sebagai pembicara. Diskusi kali ini mengangkat topik Analisis Global Value Chain (GVC) PT. Aseli Dagadu Jogja. Latar belakang Pembicara membawa topik tersebut karena globalisasi dan liberalisasi perdagangan mengakibatkan berubahnya pola-pola perdagangan dan paradigma persaingan bisnis yang terjadi antarperusahaan. Lebih lanjut hal tersebut didukung dengan penghapusan kuota atas barang asing di free trade area, yang membawa dampak timbulnya persaingan antara produk domestik dengan produk impor dari luar negeri. Pergeseran kondisi tersebut menyebabkan adanya perubahan dari proses perdagangan konvensional menjadi proses perdagangan yang kompleks yang berkaitan dengan rantai produksi dan “pembagian tugas” melalui mekanisme global value chain dan global production network.
Selanjutnya alasan objek pembahasan topic GVC ada di PT. Aseli Dagadu Jogja. PT. Aseli Dagadu Jogja (Dagadu) adalah satu satu industri yang bergerak di desain grafis atau industri kreatif, yang mana terkena imbas langsung dari perubahan pola-pola perdagangan dunia seiring dengan mulai berlakunya ACFTA (ASEAN-China Free Trade Area) sebagai contoh. Hal tersebut meningkatkan produk garmen asal Tiongkok yang masuk ke pasar Indonesia mencapai 68% dari sebelumnya 42%. Selain masalah membanjirnya produk impor, dari dalam negeri terdapat kasus pembajakan terhadap produk garmen termasuk motif-motif Dagadu. Namun demikian, Dagadu tetap mampu bertahan dalam persaingan global dalam clothing industry. Hingga saat ini, Dagadu memiliki 60 Karyawan dan 20 konveksi menjadi mitra kerja dengan omzet sekitar 30 miliyar rupiah.
Pembicara lebih lanjut membahas terkait dengan makna GVC itu sendiri. Global value chain adalah sebuah model yang terdiri atas kumpulan aktivitas atau kegiatan spesifik bisnis yang terjadi dalam sebuah perusahaan untuk mendesain, memroduksi, memasarkan, mengirimkan dan yang mendukung sebuah produk. Sedangkan, value chain porter adalah model yang digunakan untuk membantu menganalisis aktivitas-aktivitas spesifik yang dapat menciptakan nilai dan keuntungan kompetitif, di antaranya:
- Logistik masuk
- Operasional
- Logistik keluar
- Pemasaran dan penjualan
- Pelayanan
Selain global value chain dan value chain porter, terdapat juga value coalitions oleh Weiler et. all., yang merupakan pengembangan dari model value chain analysis porter di mana nilai yang tercipta sering diperoleh dari adanya hubungan secara simultan beberapa unit pendukung dalam menghasilkan produk.
Dagadu telah menerapkan GVC, karena selain memroduksi sendiri Dagadu juga melibatkan berbagai pihak dalam pembuatan produk. Dagadu mendesain motif pada produk garmen yang menunjukkan ciri khas jogja, selanjutnya mendatangkan bahan baku (konveksi) dari Bandung dan dua tempat lainnya untuk dikirimkan ke Jogja. Kemudian tahap penjahitan dan penyablonan dilakukan oleh usaha kecil menengah (UKM) di Jogja dengan biaya yang dapat ditekan pada titik minimum. Dan pada tahap akhir proses marketing online dan offline dikembalikan kepada Dagadu.
Selain itu, Dagadu belum merasakan adanya hambatan dalam melakukan pemasaran walaupun telah terjadi liberalisasi pasar. Karena pada faktanya, dengan menjaga keunikan desain, hingga sekarang belum ada produk garmen Tiongkok yang benar-benar dapat bersaing dengan produk Dagadu. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Dagadu mampu menjaga keunikan produk melalui sistem pemasaran hierarki tanpa membuka cabang untuk menjaga kualitas dan keunikannya. Menjalin relasi yang baik antara Dagadu dengan pemerintah sebagai regulator, supplier, dan UKM di Jogja. Di lain sisi, yang dilakukan Dagadu dalam menghadapi tantangan tersebut yakni sebagai berikut:
- Identifikasi aktivitas dalam kerangka GVC
- Identifikasi cost/biaya
- Mengembangkan keunggulann komparatif:
– strategi low cost duppliers
– strategi kompetitif diferensiasi
– value added
Tanggapan dari peserta Kajian Mingguan, berupa perdebatan apakah benar Dagadu termasuk ke dalam GVC bukan Regional Value Chain? Menurut salah satu peserta bahwa apa yang terjadi pada Dagadu memang terjadi penambahan nilai dari berbagai pihak, namun belum sampai pada lingkup global. Terkait hal tersebut, Pembicara menyatakan sependapat bahwa ketika hal tersebut dibagikan ke dalam kluster, Dagadu termasuk pada regional development. Namun demikian, alasan pembicara menyatakan hal tersebut juga termasuk ranah GVC karena tidak bisa dipungkiri bahwa mesin produksi dan bahan produk garmen berasal dari luar negeri sehingga konteks penambahan nilai menjadi lintas territorial negara.
Selain itu, juga terdapat kritikan keras terhadap Dagadu yang cenderung keliru dalam menggunakan produk HAKI dengan menggunakan Hak Paten untuk melindungi desain-desain produk dagadu bukan Indikasi Geografis atau Hak Desain Industri. Hal tersebut dipandang oleh peserta diskusi sangat disayangkan, karena hal tersebut akan menjadi ancaman berat dikemudian hari setelah MEA 2015 secara resmi dipraktikkan.
Keterangan foto:
Nurjannah Abdullah, S.IP (kanan) sedang mempersiapkan materi sebagai pembicara, Hijarah Nasir S.IP (kiri) sedang memoderatori diskusi
Disadur oleh: Hendra Wijaya & Annisa Fathima Zahra
Catatan: WTMC (World Trade Model Community) dan CwtsPspd UGM tiap jumat seminggu sekali mengadakan diskusi yang terbuka untuk umum. Siapa saja dapat menjadi pembicara dalam diskusi tersebut, terutama yang menyangkut tema perdagangan internasional. Silahkan menghubungi WTMC untuk informasi lebih detail. Pemikiran dan/atau pemaparan pembicara diskusi hanya mewakili pendapat individu pembicara tidak serta merta mewakili sikap/opini CwtsPspd UGM