Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) bekerjasama dengan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia pada hari kamis tanggal 30 April 2015 mengadakan konsultasi publik mengenai pengembangan perdagangan jasa untuk meningkatkan eksport dalam menghadapi MEA (Masyarakat Economi ASEAN). Acara dimulai oleh Yuki Nur P. sebagai master of ceremony dilanjutkan dengan sambutan dari Ketua PSPD, Poppy S. Winanti Ph.D.
Konsultasi yang dimoderator oleh Poppy S. Winanti Ph.D. dimulai dengan pemaparan mengenai MEA oleh Ir. Sondang Anggraini, MA., staff ahli Kementerian Perdagangan bidang diplomasi perdagangan. Implementasi AEC (Asean Economic Community) 2015 secara substansial telah tercapai dalam penghapusan tarif, fasilitasi perdagangan, agenda integrasi pasar jasa, fasilitasi investasi, simplifikasi dan harmonisasi framework kebijakan pasar modal, fasilitasi tenaga kerja terampil dan IPR (Intellectual Property Rights). Pertanyaan selanjutnya adalah apa yang akan dilakukan setelah MEA 2015, dibutuhkan adanya visi kelanjutan dari ASEAN Economic Community. Pembahasan draft paper ASEAN Economic Community 2025 sampai saat ini masih terus dibahas dan akan difinalisasi serta disahkan pada akhir 2015. ASEAN Vision 2025 terdiri dari 6 pilar yang saling terkait yaitu:
- An integrated and highly cohesive economy
Tujuan utama dari pilar ini agar perdagangan ASEAN dan jaringan produksi termasuk pembentukan pasar yang semakin bersatu bagi konsumen dan produsen. Sehingga dunia mengenal produksi yang unggul dari ASEAN. - Competitive innovative and dynamic ASEAN
Tujuan dari pilar ini adalah untuk memfokuskan pada elemen-element yang memberikan kontribusi terhadap daya saing dan produksi melalui, Menciptakan tingkat kemampuan dari semua perusahaan sama melalui kebijakan persaingan yang efektif; Mendorong pembentukan dan perlindungan terhadap pengetahuan. Memperdalam partisipasi ASEAN dalam GVCs; dan Memperkuat kerangka kera yang terkait kebijakan dan paraktek hukum dan koherensi pada tingkat regional. - Resilient, inclusive, and people oriented and people centered ASEAN
Kerangka kerja AEC 2025 bertujuan untuk secara signifikan meningkatkan pilar 3 AEC Blueprint yaitu equitable Economic Develeopment (pembangunan ekonomi yang setara) dengan memperdalam elemen yang ada dan memasukan elemen penting lainnya. Sehingga pembangunan di tiap Negara dapat dikurangi perbedaannya agar masyarakat ASEAN memiliki akses yang sama, terhadap keuangan misalnya. Elemen penting dalam pilar ini tidakhanya berada pada peran pemerintah, sektor pengusaha dan akademisi juga memiliki peranan penting. - Enhancing economic connectivity
Tujuan pilar ini adalah memperkuat konektivitas ekonomi yang melibatkan berbagai sektor seperti transportasi, telekomunikasi dan energy, power dan utilities dengan tujuan memaksimalkan kontribusi mereka dalam meningkatkan daya saing ASEAN secara menyeluruh dan memperkuat jaringan lemah dan keras di kawasan. Sektor transportasi akan terintegrai, aman, efisien dan berkelanjutan dari mulai jasatransportasinya hingga pembenahan dalam hal penyediaan barang transportasi. - Enhance sectoral integration
Tujuan dari pilar ini adalah untuk meningkatkan integrasi dari sektor-sektor di bidang pangan, agrikultur dan kehutanan, pariwisata, kesehatan, mineral, sains dan teknologi, serta perkembangan teknologi seperti robotic, produksi digital dan analisis data. - Global ASEAN
ASEAN akan terus melanjutkan upaya pengintegrasian kawasan ke ekonomi global. Saat ini ASEAN telah menegosiasikan lima free trade agreements (FTAs) dan comprehensive economic partnerships (CEPs) dengan mitra dagang utamanya sejak tahun 2000. FTAs/CEPs ini telah memperkuat posisi ASEAN menjadi kawasan yang terbuka dan inklusif dan meletakan dasar bagi ASEAN untuk mempertahankan sentralitasnya dalam kerja sama global dan regional. Beberapa negara ASEAN juga melakukan FTAs atau CEPs dengan mitra strategiknya sebagai komplemen dari regional FTAs/CEPs. ASEAN akan melanjutkan perannya dalam arsitektur global dan regional.
Selanjutnya acara dilanjutkan dengan pemaparan mengenai perdagangan jasa dalam MEA oleh Ir. Herliza M.Sc., Direktur Perundingan Perdagangan Kasa Kementrian Perdagangan RI. Dimulai dengan penjelasan mengenai cita-cita ASEAN 2015 yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1997. Dilanjutkan dengan master plan mengkoneksikan ASEAN dengan Cina, India dan lainnya pada 2010. Yang ingin dicapai ASEAN pada 2015 salah satunya ialah dunia masyarakat ekonomi ASEAN, di mana perdagangan internal dan eksternal akan tumbuh guna ningkatkan daya saing dengan enam negara ASEAN sebagai posisi tawarnya. ASEAN diperuntukan sebagai kawasan yang stabil, makmur, punya daya saing sehingga bisa tumbuh bersama dan tidak ada gape pertumbuhan.
Maka, Masyarakat Ekonomi ASEAN didorong untuk melakukan liberalisasi barang, jasa dan investasi sebagai alat untuk meningkatkan ekonomi ASEAN. Perdagangan barang dimulai dengan penghapusan tarif, perdagangan jasa dengan membebaskan arus jasa, dan perdagangan investasi di mana pihak asing bisa menanamkan saham hingga sebesar 70% di pasar modal Indonesia.
Ada empat model penyediaan jasa antar negara di ASEAN. Pertama, cross-border, konsumsi dari suatu jasa tidak disertai dengan perpindahan fisik dari konsumen. Penyedia jasa dapat memberikan pelayanannya tanpa perlu bertemu langsung dengan konsumen jasa. Kedua, consumtion abroad, model di mana konsumer dari negara A mendatangi negara B untuk mendapatkan pelayanan jasa dari negara B untuk kemudian diaplikasi ke negara A agar dapat meningkatkan mutu pelayanan di negara A. Ketiga, commercial presence, banyaknya konsumen dari negara A yang menggunakan jasa dari negara B, membuat penyedia jasa yang ada di negara B membuka cabang jasanya di negara A. Keempat, presence of natural persons, kehadiran tenaga jasa luar negeri ke dalam negeri bisa terjadi dengan tiga cara: independent professional, contractual services suppliers dan intra corporate transferee.
Pembatasan penyediaan tenaga kerja antar negara di ASEAN hanya terbuka pada 148 sektor. Pergerakan perpindahan perdagangan jasa juga sebatas tenaga profesional dan diharuskan memiliki standar kompetensi internasional. Tenaga profesional yang dijadikan objek perdagangan jasa juga dituntut untuk tunduk kepada regulasi nasional dari negara yang didatanginya. Contoh regulasi lokal adalah dengan dibuatnya keharusan paham budaya lokal negara yang didatanginya dan menguasai bahasanya. Pembatasan-pembatasan inilah yang nantinya akan menjadi “filter” sebagai seleksi dari tenaga asing yang masuk ke Indonesia. Sehingga investasi di bidang perdaganan jasa menjadi sangat mungkin dilakukan