Momentum Asean Economic Community (AEC) tahun 2015 mendatang tidak hanya memberi kemudahan akses bagi konsumen hingga produsen , namun juga momentum ini turut membuat persaingan di sektor regional semakin ketat. Persaingan tersebut konon akan meliputi berbagai sektor, baik bagi sektor padat karya seperti industri pakaian dan furnitur hingga padat modal seperti industri otomotif hingga industri semen, kondisi tersebut membuat setiap sektor melakukan kesiapan demi menyambut momentum tersebut.
Melihat situasi tersebut, Sdr Ahmad Bhumi Nalaputra selaku pembicara pada kajian pekananan WTMC menegaskan bahwa pentingnya bagi industri nasional untuk melakukan usaha ekstra, terutama pada daya saing dan efisiensi produksi yang pada akhirnya dapat membuat harga dan produk yang lebih kompetitif.
Pada kajian yang diadakan di Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) ini Sdr Bhumi mengambil kasus PT Semen Indonesia sebagai contoh terkait dengan bagaimana usaha industri di Indonesia dalam menghadapi AEC. Sebagai perusahaan yang memiliki spirit membendung ketergantungan Indonesia dari semen asing, Sdr Bhumi menemukan bahwa PT Semen Indonesia telah melakukan berbagai upgrading untuk dapat berkompetisi.
PT Semen Indonesia demi menghadapi persaingan telah melakukan beberapa terobosan antara lain dengan melakukan upgrading atas efisiensi produk hingga inovasi produk. Dalam hal ini, PT Semen Indonesia menerapkan standar yang lebih ketat atas produksi agar kualitas semen mampu bersaing, selain itu semen Indonesia pun menerapkan produksi yang ramah lingkungan dan juga agar mampu memproduksi produk yang berkualitas. Tidak lepas dari hal tersebut, PT Semen Indonesia juga menggalang modal dari sejumlah bank mengingat industri semen merupakan sektor padat modal.
Perlu diketahui bahwa alasan industri ini dikatakan sebagai sektor padat modal dikarenakan tingginya biaya produksi. Di industri semen dimana PT Semen Indonesia merupakan salah satunya, membutuhkan biaya transportasi sebesar 17-20% dari total biaya produksi, tidak kalah biaya energi menghabiskan 40% dari total biaya produksi. Selain tingginya biaya produksi, karakteristik semen yang memerlukan ruang besar dan dengan nilai yang tidak terlalu besar, maka industri semen benar memerlukan modal dalam produksinya.
Demi mengatasi hal tersebut, pemapar menegaskan infrastruktur merupakan hal yang penting dalam industri ini. Selain itu jangan sampai PT Semen Indonesia kalah dengan kompetitor asing yang ingin merebut pasar di Indonesia karena potensi pasar semen di negara berkembang masih sangat tinggi, apalagi kompetisi tingkat regional yang sesungguhnya akan segera dimulai ujarnya.
Keterangan foto: Pemateri, Bhumi Nalaputra (kanan) sedang memaparkan materi diskusi WTMC PSPD UGM
Disadur oleh: Rio Nurhasdy
Catatan: WTMC (World Trade Model Community) dan CwtsPspd UGM tiap Jumat seminggu sekali mengadakan diskusi yang terbuka untuk umum. Siapa saja dapat menjadi pembicara dalam diskusi tersebut, terutama yang mengangkat tema perdagangan internasional. Silakan menghubungi WTMC untuk informasi lebih detil. Pemikiran dan/atau pemaparan pembicara diskusi hanya mewakili pendapat individu pembicara dan tidak serta merta mewakili sikap/opini CwtsPspd UGM.