Arsip:

Berita

PSPD dan FISIPOL UGM Adakan Forum Kebijakan Ekonomi Sirkular

PSPD dan FISIPOL UGM Adakan Forum Kebijakan Ekonomi Sirkular

Penulis:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Penulis :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Penulis :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM dan FISIPOL UGM menyelenggarakan Forum Kebijakan Pembangunan Berkelanjutan, Ekonomi Sirkular, dan Transformasi Industri pada Selasa (6/12). Sebagai bagian dari UGM International Forum for Inclusive and Sustainable Development in the Southeast Asia, Latin America, and the Caribbean Region, forum ini bertujuan menghasilkan usulan kebijakan perdagangan dan transformasi industri berbasis ekonomi sirkular dari dialog multi pihak n-helix. Partisipan forum terdiri atas delegasi WTO, pemerintah nasional, pemerintah daerah, akademisi dan pendidik, komunitas, hingga industri yang hadir secara daring maupun luring di Gedung Pusat (Rektorat) UGM.

Forum Kebijakan dibuka oleh Dekan FISIPOL UGM Dr. Wawan Mas’udi dan Kepala PSPD UGM Dr. Riza Noer Arfani. Dr. Wawan dan Dr. Riza menekankan pentingnya belajar dari masyarakat sebagai inisiator ekonomi sirkular dalam merumuskan kebijakan. “Tidak perlu kerangka teoritik yang ndakik-ndakik, tapi bisa belajar dari inisiatif yang sudah mengakar dari masyarakat,” ucap Dr. Wawan. Bersama Dr. Poppy Sulistyaning Winanti selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kemahasiswaan FISIPOL UGM, Dr. Riza memfasilitasi jalannya sesi pertama diskusi yang diisi pemaparan dari Dr. Werner Zdouc (Direktur Manajemen Pengetahuan dan Informasi, Divisi Jangkauan Akademik dan World Trade Organization/WTO Chairs), H.E. Dandy Iswara (Deputi Wakil Tetap Republik Indonesia II Jenewa/Duta Besar), Dr. M. Pramono Hadi, M.Sc. (Kepala Pusat Studi Lingkungan Hidup UGM) dan Prof. Dr. Catur Sugiyanto, MA (Kepala Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM).

Dalam sambutannya, Dr. Werner Zdouc menekankan pentingnya ekonomi sirkular untuk menggantikan ekonomi tradisional yang mengeksploitasi sumber daya dan memberikan dampak buruk terhadap lingkungan. Dalam konteks pengembangan ekonomi sirkular di negara-negara ASEAN, Amerika Latin, dan Karibia (SEA-LAC), Dr. Werner menekankan urgensi penyelesaian beberapa isu seperti definisi dan klasifikasi mengenai masa akhir produk, prosedur penilaian kesesuaian, perizinan, bantuan terhadap isu perdagangan, serta pembangunan kapasitas terkait perdagangan. Penting pula bagi pemerintah SEA-LAC untuk tidak hanya melakukan sosialisasi ekonomi sirkular bagi pemangku kepentingan bisnis, tetapi juga meningkatkan kesadaran konsumen dan masyarakat sipil dalam praktik konsumsi. 

Menyambung Dr. Werner, H.E. Dandy Iswara menggarisbawahi pentingnya Indonesia untuk bekerja sama dalam menerapkan COP26 dan Perjanjian Paris di tengah pertumbuhan penduduk yang signifikan. Terdapat beberapa target Indonesia yang harus dicapai, di antaranya implementasi ekonomi sirkular untuk mengurangi emisi dan target perikanan berkelanjutan. H.E. Dandy juga menegaskan kolaborasi usaha nasional dan internasional untuk mencapai implementasi ekonomi sirkular yang tepat guna dan adil bagi setiap negara. 

Mewakili kalangan akademisi, Dr. M. Pramono Hadi, M.Sc. menyorot potensi terwujudnya ekonomi sirkular melalui peningkatan peran hutan dalam penyerapan karbon. Dr. Pramono menyampaikan lima sektor utama yang harus disorot dalam perencanaan pembangunan rendah karbon, yaitu perhutanan, pertanian, energi dan transportasi, industri, serta limbah dan sampah. Di samping peran hutan, ekonomi sirkular juga dapat muncul dalam pengembangan usaha peternakan sapi perah. Prof. Catur Sugiyanto, MA menegaskan bahwa aspek peningkatan kelembagaan, teknologi, dan pendampingan menjadi penting dalam mendukung pengembangan UMKM yang memberdayakan masyarakat sekaligus menunjang pencapaian ekonomi sirkular oleh masyarakat. 

Rangkaian acara kemudian diisi dengan sesi formulasi kebijakan, di mana setiap pihak dari perwakilan daerah, komunitas, dan perusahaan bertukar ide dan menceritakan usaha dari masing-masing sektor mengenai berbagai kebijakan dan praktik ekonomi sirkular. Muncul berbagai isu menarik, misalnya terkait perbedaan prioritas pendekatan berbasis perubahan pola pikir dan keuntungan, karakteristik dan ketersediaan ruang setiap wilayah, isu pemantauan dan penilaian daur ulang, kesulitan komitmen terhadap inisiasi ekonomi sirkular, dan strategi konkret yang dapat diaplikasikan melalui sinergi lintas sektor. 

Forum Kebijakan diakhiri dengan sesi materi dari Prof. Daniel C. Esty dari Yale University. Dengan mengapresiasi hasil G20 Indonesia dan menaruh harapan pada kepemimpinan Indonesia di ASEAN tahun 2023, Prof. Daniel menekankan tiga elemen penting dalam implementasi ekonomi sirkular bagi Indonesia. Pertama, diperlukan perbaikan dan penguatan dalam kerangka kebijakan di level global, nasional, hingga sub-nasional. Kedua, diperlukan pergeseran norma bisnis, cara berpikir, dan fasilitasi dalam aspek finansial dan perdagangan yang terarah pada aksi perubahan iklim. Terakhir, diperlukan gerakan sosial dari seluruh lapisan masyarakat dan pemerintah untuk mendorong transisi ekonomi linear menjadi ekonomi sirkular.

Pada akhirnya, Forum Kebijakan menghasilkan kesepakatan berupa perumusan regulasi ekonomi sirkular yang partisipatif dan akomodatif terhadap berbagai aspirasi. Beberapa kesimpulan yang muncul mencakup: (1) pembentukan regulasi yang tidak sekadar bersifat top-down dan minim pengawasan, melainkan disertai dengan alternatif multi-sektor; (2) peningkatan riset pada aspek-aspek yang bersifat intangible seperti pola gaya hidup; (3) pembentukan bagan solusi alur ekonomi sirkular yang memaksimalkan unsur adat, agama, pendidikan, budaya, hukum, dan ekonomi lokal. Kesepakatan diharapkan dapat menjadi materi roadshow kebijakan PSPD UGM pada awal tahun 2023 yang terlebih dahulu difokuskan di daerah KARTAMANTUL (Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Kabupaten Bantul).

Ancaman Resesi Global di Depan Mata, Mengapa Bisa?

Ancaman Resesi Global di Depan Mata, Mengapa Bisa?

Penulis :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Peringatan dini terhadap potensi resesi ekonomi global tahun 2023 mulai digaungkan berbagai institusi finansial global seperti International Monetary Fund (IMF) dan Bank Dunia. Krisis ekonomi yang sudah terjadi di beberapa negara saat ini menjadi indikasi nyata terhadap kemunculan resesi tersebut. Bahkan, firma riset investasi Ned Davis Research memprediksi bahwa terdapat 98,1% kemungkinan resesi terjadi tahun depan. 

Dikutip dari Investopedia, resesi ekonomi merupakan kondisi di mana perekonomian suatu negara mengalami penurunan aktivitas secara signifikan dalam jangka waktu yang lama. Penurunan produk domestik bruto (PDB), kenaikan angka pengangguran, dan menurunnya kepercayaan konsumen menjadi tanda-tanda resesi ekonomi dalam suatu negara. Nah, kira-kira faktor apa saja, ya, yang menjadi penyebab resesi ekonomi global 2023 dan seberapa besar potensi kemunculannya di Indonesia? Simak bahasannya di sini!

Inflasi yang sangat tinggi 

Menurut Bank Indonesia, inflasi merupakan kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang terjadi secara terus menerus dalam jangka waktu tertentu. Sebenarnya inflasi bukan merupakan hal yang buruk jika masih terjadi dalam batas wajar perekonomian nasional masing-masing negara. Sebagai contoh, Amerika Serikat menargetkan inflasi 2%, Indonesia menargetkan sekitar 2-4%, dan Turki sebesar 5%. Namun, kenaikan drastis inflasi dalam waktu sangat singkat di atas target yang telah ditentukan tidak berdampak baik untuk perekonomian. 

Adapun Boediono menggolongkan inflasi ke dalam empat jenis. Jenis pertama adalah inflasi ringan yang ditandai dengan persentase laju inflasi rendah dalam waktu yang lama. Inflasi ini bernilai di bawah 10% per tahun. Kedua, inflasi sedang yang dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat dengan penghasilan tetap. Kategori inflasi ini bernilai sekitar 10-30%. Jenis inflasi ketiga adalah inflasi berat yang ditandai dengan ketidakmauan masyarakat untuk menabung di bank karena imbal hasil yang diberikan kalah oleh laju inflasi. Inflasi ini berkisar antara 30-100%. Terakhir adalah inflasi sangat berat yang ditandai dengan kenaikan harga dan barang secara umum hingga 100% atau lebih dalam periode setahun. 

Tingginya inflasi di banyak negara saat ini disebabkan oleh minimnya suplai barang untuk mencukupi jumlah permintaan yang meningkat, terlebih di tengah perang Rusia-Ukraina. Disrupsi yang ditimbulkan Perang Rusia-Ukraina berdampak negatif terhadap kestabilan pasokan energi dan suplai bahan makanan secara global. Akibatnya, perang tersebut memicu lonjakan harga barang dan energi yang semakin menipis serta mendorong inflasi terus naik. Menanggapi hal ini, Ekonom Interim OECD Alvaro Pereira menyampaikan bahwa kenaikan signifikan harga bahan makanan dan energi saat ini adalah biaya yang harus dibayar oleh masyarakat dunia akibat Perang Rusia-Ukraina. 

Secara tahunan (year-on-year) per Agustus 2022, tingkat inflasi negara maju seperti Amerika Serikat dan Jerman berada di tingkat 8,3% dan 7,9% per Agustus 2022. Inflasi di Amerika Serikat merupakan inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Inflasi di negara berkembang layaknya Turki dan Argentina berada di tingkat 80,21% dan 78,5% secara berurutan yang masuk ke dalam kategori inflasi berat. Di Indonesia sendiri, inflasi tahunan mencapai 4,69% per Agustus 2022 dan mencapai 5,95% pada September 2022 akibat faktor kenaikan harga bahan bakar dan bahan makanan. 

Perbedaan pengaruh ekonomi suatu negara terhadap ekonomi dunia menjadi penting dalam menilai keparahan inflasi bagi ekonomi global. Amerika Serikat yang menjadi kekuatan utama dalam ekonomi dunia akan memberikan dampak yang buruk bagi negara-negara lain apabila terjadi inflasi. Sementara itu, negara dengan ekonomi yang tidak terlalu berpengaruh kepada ekonomi dunia tidak terlalu memberikan dampak kepada negara lain. 

Kepala Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Tauhid Ahmad menyebutkan bahwa tingginya inflasi yang terjadi di berbagai negara akan menambah jumlah masyarakat miskin, termasuk di Indonesia. Naiknya harga mengharuskan masyarakat mengeluarkan biaya lebih tinggi untuk membeli kebutuhan sehari-hari sehingga inflasi menyebabkan berkurangnya daya beli dan tabungan masyarakat, terkhusus masyarakat dengan kemampuan ekonomi menengah ke bawah.

Kenaikan suku bunga di banyak negara 

Secara sederhana, tingkat suku bunga merupakan besaran bunga yang ditetapkan setiap bulan oleh bank sentral negara untuk dijadikan acuan berbagai produk pinjaman bank dan lembaga keuangan lainnya. Guna menahan laju inflasi, bank sentral perlu menaikkan tingkat suku bunga sehingga pinjaman dan kemauan belanja dari masyarakat berkurang. Pengurangan tersebut akan mengurangi pula laju permintaan dari masyarakat sehingga inflasi semakin terkendali. 

Kenaikan suku bunga di berbagai negara dinilai cukup agresif untuk menahan laju inflasi. Bank Sentral Amerika Serikat, The Federal Reserve (The FED), dalam beberapa bulan terakhir terus melanjutkan kebijakan untuk menaikkan suku bunga Amerika Serikat. The FED diprediksi akan menaikkan suku bunga hingga 3-4% yang menjadikannya suku bunga tertinggi Amerika Serikat dalam 15 tahun. Hal yang sama juga dilakukan bank-bank sentral lain seperti Inggris dan Uni Eropa. Inggris menetapkan suku bunga tertingginya dalam 14 tahun terakhir per September 2022 lalu, yakni 2,25%. Dalam waktu yang sama, Uni Eropa menetapkan suku bunga tertingginya dalam 11 tahun sebesar 1,25%.  

Meski dapat menekan inflasi, kenaikan suku bunga di berbagai negara secara signifikan tidak otomatis mencegah terjadinya resesi ekonomi global. Berkurangnya permintaan masyarakat akibat naiknya suku bunga justru akan berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi negara. Bank Dunia memperkirakan kenaikan suku bunga yang terus terjadi di banyak negara untuk mengendalikan inflasi akan mengarahkan ekonomi global pada resesi yang besar di tahun 2023. Kenaikan suku bunga untuk menahan laju inflasi yang meningkat akan memperlambat pertumbuhan PDB global hingga 0,5% di 2023 dan menyebabkan resesi global. 

Potensi Resesi Ekonomi di Indonesia

Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani menyampaikan bahwa Indonesia berpotensi cukup kecil untuk mengalami resesi ekonomi pada tahun 2023. Dilansir dari CNBC Indonesia, Sri Mulyani menyatakan masih surplusnya neraca perdagangan Indonesia bulan Agustus 2022 dan terus meningkatnya aktivitas manufaktur Indonesia sebagai penyelamat Indonesia dari jurang resesi. Kedua faktor tersebut dipercaya menjadi katalis positif bagi perekonomian Indonesia di tengah ketidakpastian ekonomi global. Proyeksi dari berbagai lembaga finansial global seperti IMF dan World Bank menyatakan bahwa ekonomi Indonesia masih akan bertumbuh sekitar 5,1% hingga 5,3% dalam tahun 2022. Hal serupa disampaikan oleh Kepala Badan Kebijakan Finansial (BKF) Indonesia Febrio Kacaribu yang memperkirakan bertumbuhnya perekonomian Indonesia sebesar 5,6-6% dalam kuartal III tahun 2022.  

Walau begitu, Sri Mulyani tetap mengingatkan pemerintah Indonesia untuk tetap waspada dalam mengambil setiap kebijakan moneter dan fiskal domestik untuk menghindari resesi. Kenaikan suku bunga untuk melawan ketinggian inflasi menyebabkan pertumbuhan perekonomian dunia menjadi lambat dan bahkan mengalami penurunan. Meskipun resesi ekonomi global diprediksi tidak akan berdampak signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2023, pemerintah Indonesia perlu mengambil kebijakan yang preventif dan antisipatif terhadap kemungkinan krisis yang masih terbuka.  

PSPD UGM Hadiri Konferensi Tahunan WTO Chairs Programme

PSPD UGM Hadiri Konferensi Tahunan WTO Chairs Programme

Penulis :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Konferensi tahunan WTO Chairs Programme (WCP) kembali digelar pada 25-27 Juli 2022 di kantor pusat WTO di Jenewa, Swiss. Perwakilan WTO, WCP, dan chairholders yang tergabung dalam kerangka WCP berkumpul untuk mendiskusikan berbagai isu terkait perdagangan serta arah kegiatan WCP ke depan. Beberapa topik yang menjadi perhatian meliputi hasil Konferensi Tingkat Menteri ke-12 WTO (MC12), respon WTO terhadap dampak pandemi COVID-19, hingga kemajuan perdagangan yang berkelanjutan.

Dibentuk pada tahun 2010, WCP merupakan program yang bertujuan untuk meningkatkan kegiatan penelitian dan diseminasi pengetahuan mengenai isu-isu yang berkorelasi dengan perdagangan di negara berkembang. Awalnya hanya terdapat 14 institusi akademis yang terpilih sebagai chairholders, di mana Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM menjadi salah satu yang terlibat. Saat ini terdapat 36 universitas dari berbagai negara yang telah tergabung dalam skema WCP.  

Dr. Riza Noer Arfani selaku Direktur PSPD UGM mewakili Indonesia dalam konferensi tahunan WCP 2022. Dalam konferensi kali ini, Dr. Riza mempresentasikan dan mendiskusikan studi kasus pengembangan ekonomi sirkular, UMKM, dan pemulihan ekonomi di Indonesia yang aktif dilakukan PSPD UGM sejak 2021. Aktivitas PSPD UGM terkait isu-isu tersebut di antaranya mencakup penyelenggaraan lokakarya di tingkat lokal maupun internasional, seminar daring (webinar), publikasi jurnal ilmiah, serta perilisan siniar (podcast). Bersama dengan perwakilan berbagai negara lain seperti Mauritius, Barbados, dan Kenya, Dr. Riza menekankan bagaimana proyek-proyek WCP yang isunya juga relevan bagi negara maju maupun tertinggal dapat mendukung perkembangan perdagangan  berkelanjutan dan inklusif.

Dalam konferensi tahun ini, Dr. Ngozi Okonjo-Iweala selaku Direktur Jenderal WTO menyampaikan pentingnya peran chairholders dalam mendorong terwujudnya hasil MC12 melalui pemberian rekomendasi kebijakan berbasis riset. Deputi Direktur Jenderal WTO Xiangchen Zhang, dalam sambutan penutup konferensinya, berharap partisipasi aktif chairholders akan terus meningkatkan kegiatan penelitian dan diseminasi isu-isu terkait perdagangan, sekaligus memperkaya kerjasama dengan para pembuat kebijakan serta pemangku kepentingan lainnya.  

PSPD Adakan Diskusi Keberagaman Isu Ekonomi Sirkular

PSPD Adakan Diskusi Keberagaman Isu Ekonomi Sirkular

Penulis :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Ameral Rizkovic

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Maria Angela Koes Sarwendah

Kepala Divisi Diseminasi, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Muna Rihadatul Aisi

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) Universitas Gadjah Mada mengadakan Diskusi Publik dengan tema “Multifaceted Sides of Circular Economy” pada Jumat (8/7/22) secara daring. Diskusi kali ini mengundang tiga pembicara yang berpengalaman dalam penelitian mengenai ekonomi sirkular, yakni Dr. Riza Noer Arfani, selaku Kepala Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM, beserta Dr. Astadi Pangarso dan Ni Nyoman Clara L. D, M.A. Diskusi publik ini merupakan diskusi kedua yang dilaksanakan oleh CWTS Study Group sebagai kelompok studi ekonomi sirkular PSPD UGM. Sebelumnya, CWTS Study Group menggelar diskusi publik pertama bertajuk “Ekonomi Sirkular Dalam Praktik” bulan Mei lalu. Kegiatan kali ini bertujuan membuka ruang diskusi mengenai keterkaitan ekonomi sirkular dengan rantai nilai global (global value chain), UMKM, dan sektor industri tersier.

Diskusi dibuka dengan presentasi Dr. Riza Arfani mengenai titik temu ekonomi sirkular dan rantai nilai global. Dr. Riza menyampaikan bahwa kesadaran masyarakat global terhadap ancaman dominasi sistem ekonomi linear sudah meningkat dalam beberapa tahun terakhir. Namun, prinsip ekonomi sirkular baru diterapkan dalam 8,6% dari sistem ekonomi secara global. Dr. Riza kemudian menyampaikan bahwa penerapan ekonomi sirkular menjadi sistem yang problematis terutama karena adanya ketidaksetaraan relasi power dalam rantai pasok global, antara negara maju dan negara berkembang. Penting juga untuk memperhatikan aspek  pendanaan dan aksesibilitas yang selama ini menjadi tantangan bagi perusahaan di negara-negara berkembang untuk dapat mengembangkan model ekonomi sirkular dan masuk ke dalam rantai pasok global. 

Melanjutkan diskusi, Dr. Astadi Pangarso memaparkan materi seputar tinjauan model bisnis ekonomi sirkular bagi UMKM. Dr. Astadi menekankan pentingnya menyoroti sistem ekonomi sirkular dalam bisnis UMKM yang mayoritas menjadi penopang ekonomi banyak negara berkembang. Oleh sebab itu, diperlukan lebih banyak penelitian mengenai bisnis UMKM di negara berkembang mengingat kebanyakan fokus penelitian saat ini masih terletak pada negara-negara maju. Pengembangan sistem ekonomi sirkular UMKM harus dilakukan melalui pandangan holistik yang melibatkan aspek-aspek finansial, pemasaran produk, hingga kebijakan yang mendukung penerapan ekonomi sirkular oleh UMKM.

Pemaparan terakhir disampaikan oleh Ni Nyoman Clara L. D, M.A. terkait dampak potensial ekonomi sirkular Tiongkok terhadap penciptaan lapangan kerja dalam sektor industri tersier. Membawa poin pembahasan yang berbeda dari dua pembicara sebelumnya, Clara membawa contoh konkrit penerapan ekonomi sirkular yang diterapkan Tiongkok sebagai negara terpadat di dunia. Sejak tahun 2000 Tiongkok mulai mengadopsi kebijakan dan regulasi yang berelasi dengan penerapan ekonomi sirkular di negaranya. Adopsi ekonomi sirkular oleh pemerintah Tiongkok yang dilakukan pada level mikro, meso, dan makro berpotensi meningkatkan jumlah lapangan tenaga kerja yang tidak hanya mengatasi permasalahan lingkungan, tetapi juga isu tenaga kerja dan pertambahan nilai terhadap industri sektor tersier Tiongkok. Upaya ini diterapkan oleh pemerintah Tiongkok melalui kebijakan nasional maupun lokal.

Diskusi berjalan dengan baik antara pemateri dengan peserta. Pertukaran ide dan gagasan semakin berwarna karena latar belakang peserta yang beragam, mulai dari mahasiswa, akademisi hingga praktisi. Sebagai refleksi dari diskusi publik ini, penerapan dari ekonomi sirkular memiliki keterkaitan dengan banyak aspek dalam ekonomi internasional seperti rantai nilai global, UMKM, dan juga sektor ketenagakerjaan. Meskipun implementasi ekonomi sirkular yang kompleks karena harus memperhatikan banyak aspek seperti finansialisasi, sosialisasi dan pembuatan kebijakan publik, diharapkan adopsi ekonomi sirkular dalam kegiatan ekonomi akan tercapai untuk menjawab tantangan perubahan iklim yang terjadi.

Dorong Ekonomi Sirkular, PSPD Lembagakan Konsorsium Ekonomi Sirkular Indonesia

Dorong Ekonomi Sirkular, PSPD Lembagakan Konsorsium Ekonomi Sirkular Indonesia

Penulis:

Nabila Asysyfa Nur

Website Content Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Ameral Rizkovic

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor :

Lukas Andri Surya Singarimbun

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM menyelenggarakan pertemuan dengan anggota Konsorsium Ekonomi Sirkular Indonesia (KESI) pada Jumat, 3 Juni 2022. Kegiatan ini dimulai pada pukul 13.30 WIB dan dihadiri 5 (lima) komunitas yang bergerak di bidang ekonomi sirkular, yakni Rumah Inspirasi Jogja, Pusat Inovasi Agroteknologi UGM, Jaringan Masyarakat Budaya Nusantara, Forum Upcycle Indonesia, dan Gion Handicraft. KESI dibentuk untuk mendorong praktik ekonomi sirkular di Indonesia, salah satunya dengan membangun ekosistem bisnis berbasis ekonomi sirkular bagi para pelaku bisnis lokal yang mencakup pula UMKM. Setelah sempat tertunda karena pandemi, pertemuan kali ini digelar untuk menyepakati blueprint gambaran umum dan pelembagaan konsorsium yang meliputi penyusunan kepengurusan, mekanisme pendanaan, dan desain konsorsium.

Kegiatan ini diawali dengan sambutan dari Direktur PSPD UGM, Dr. Riza Noer Arfani. Dalam sambutannya, Dr. Riza menyampaikan harapannya untuk menjadikan Yogyakarta sebagai hub (pusat) ekonomi sirkular melalui konsorsium yang dibentuk. Selanjutnya, Iwan Wijono selaku ketua dari Forum Upcycle Indonesia turut memberikan kata sambutan pada pertemuan ini. Beliau menekankan mengenai pentingnya kesadaran atas hubungan manusia dengan alam di era pembangunan saat ini sehingga pembangunan dapat dilaksanakan dengan berkelanjutan.

Agenda penting dalam pertemuan kali ini adalah pembahasan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) serta disepakatinya berbagai hal mengenai kepengurusan konsorsium. Berdasarkan musyawarah anggota konsorsium, Josh Handani dari Rumah Inspirasi Jogja terpilih menjadi ketua KESI. Kegiatan kemudian dilanjutkan dengan pembahasan struktur kelembagaan serta pendanaan konsorsium. 

Seluruh agenda dalam pertemuan ini berjalan dengan lancar dan mendapat sambutan baik dari seluruh anggota konsorsium. Dengan dukungan yang solid, KESI diharapkan dapat menjadi tonggak perkembangan ekonomi sirkular di Indonesia.

Tertunda 5 Tahun, Indonesia dan Peru Kembali Negosiasi Perjanjian Dagang

Tertunda 5 Tahun, Indonesia dan Peru Kembali Negosiasi Perjanjian Dagang

Penulis:

Raevita Andriessa

SEO Content Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Ameral Rizkovic

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Setelah tertunda sejak tahun 2017, Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (Kemendag) secara resmi kembali melanjutkan negosiasi Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) antara Indonesia-Peru. Dilansir dari IDN Financials, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dan Wakil Menteri Perdagangan Luar Negeri Peru Ana Cecilia Gervasi Díaz melangsungkan pertemuan secara khusus untuk segera memulai komunikasi dan bekerja sama agar negosiasi perdagangan Indonesia dan Peru dapat segera dilaksanakan. Pertemuan tersebut dilaksanakan di sela rangkaian pertemuan APEC 28th Minister Responsible For Trade (MRT) yang digelar pada 21 hingga 22 Mei 2022 di Bangkok, Thailand.

Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengungkapkan bahwa Perundingan Indonesia-Peru CEPA telah tertunda selama 5 tahun akibat pendekatan yang digunakan untuk negosiasi pada tahun 2017 lalu, dimana Menteri Perdagangan Luar Negeri dan Pariwisata Peru mengajak Indonesia untuk mulai menjalin kerja sama tersebut di akhir tahun 2017 setelah Amerika Serikat mundur dari Trans-Pacific Partnership (TPP). Langkah yang diambil pemerintah Peru tersebut dinilai cukup agresif dalam rangka pembangunan rencana kerja sama perdagangan bebas dengan Indonesia. 

Mundurnya Amerika Serikat dari TPP pada Senin (23/1/2017) kemudian merenggangkan hubungan mereka dengan negara-negara sekutu mereka di Asia yang memiliki koneksi erat dengan Tiongkok. Pada saat itu, Peru telah menjalin hubungan kerja sama perdagangan bebas dengan 15 negara dengan Tiongkok sebagai salah satu negara yang mulai terjalin hubungan diplomatiknya. Negosiasi kerja sama perdagangan antara Indonesia dan Peru memang sempat tertunda setelah peristiwa tersebut, tetapi kemudian berhasil berjalan kembali lima tahun kemudian di pertengahan tahun 2022 ini.

Kedua pemimpin negara melihat potensi yang dapat memberi manfaat positif dalam sektor perdagangan kedua belah pihak dengan komoditas unggulan yang dimiliki masing-masing negara. Komoditas utama yang ditawarkan Indonesia ke Peru misalnya seperti kendaraan bermotor, biodiesel, prangko tak terpakai, alas kaki, dan serat benang. Sementara itu, Peru aktif mengekspor biji kakao, pupuk, anggur, batu bara, dan seng mentah ke Indonesia. Untuk mempercepat tercapainya persetujuan kerja sama yang menguntungkan kedua belah pihak tersebut, mereka mempercepat langkah mereka untuk menyelesaikan kerangka kerja perjanjian mereka.

Pada kuartal pertama tahun 2022, total keuntungan yang diperoleh Indonesia dan Peru dalam sektor perdagangan bilateral adalah sebesar US$ 99 juta atau meningkat 18,84% dibandingkan kuartal pertama tahun lalu yang masih berkisar di angka US$ 83,30 juta. Sementara itu, di keseluruhan tahun 2021, total profit sektor Indonesia-Peru tercatat sebesar US$ 402,70 juta atau meningkat 61,8% dibandingkan 2020 yang tercatat sebesar US$ 248,82 juta. Aktivitas perdagangan internasional dengan Peru berhasil menghasilkan surplus sebesar US$ 234,21 juta bagi Indonesia pada tahun 2021, meningkat 142% dibandingkan tahun 2020.

Nilai Dolar Meningkat Tajam, Emas Mengalami Pemerosotan Harga

Nilai Dolar Meningkat Tajam, Emas Mengalami Pemerosotan Harga

Penulis:

Raevita Andriessa

SEO Content Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Ameral Rizkovic

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Pada hari Jumat pekan lalu, (13/5) pukul 06:36, harga emas dunia mengalami penurunan yang cukup signifikan. Pemerosotan ini terjadi setelah harga emas sempat mencapai puncaknya pada hari Selasa (8/3) dengan harga US$ 2052,4 per troy ons. Saat ini harga emas terpatok berada pada harga US$ 1.818,93 per troy ons, menurun sebanyak 0,15% dari harga sehari sebelumnya, yakni US$ 1.850,6 per troy ons. 

Harga tersebut merupakan hasil dari koreksi harga sebesar 3,4% yang terjadi sepekan sebelumnya pada Jumat (6/5), di mana harga emas masih berada di angka US$ 1882,9. Terlebih lagi, pelemahan harga emas akan semakin terlihat jelas bila membandingkan harga Jumat (13/5) dengan harga sebulan sebelumnya pada Selasa (12/4), yakni sebesar US$ 1966,5. Pada hari Rabu (13/4), harga emas masih berkisar di angka US$ 1977,7, 7,8% lebih tinggi dibandingkan harga pada Jumat (13/5). Hingga saat ini, harga emas bulan Mei masih stagnan di kisaran angka yang sama dan belum menunjukkan tanda-tanda akan mengalami pemulihan.

Good Returns menilai alasan utama di balik penurunan konstan harga emas berkaitan dengan penguatan Dolar Amerika Serikat. Hal ini disebabkan oleh kenaikan suku bunga acuan The Federal Reserve yang semakin menguat. Faktor utama dibalik menguatnya nilai Dolar Amerika Serikat adalah ekspektasi pasar akan kenaikan suku bunga sebesar 50 basis points pada Juni mendatang. Ekspektasi pasar yang tinggi akan kenaikan suku bunga disebabkan oleh angka inflasi yang masih tinggi pada April 2022 yang mencapai angka 8,3%, di mana angka tersebut jauh dari angka normalnya sebesar 2%. 

Dikutip dari Reuters, Bart Melek menyatakan bahwa The Federal Reserve dikhawatirkan akan terus menaikan suku bunga Dolar Amerika Serikat secara agresif yang dapat terus menurunkan harga emas. Problematika yang sama juga diutarakan oleh Edward Moya dari Oanda, di mana beliau secara eksplisit menyatakan bahwa penguatan Dolar Amerika Serikat membuat emas ada dalam zona bahaya. Dikhawatirkan harga emas akan dapat terus menurun hingga mencapai kisaran US$ 1.750 apabila harganya tidak dapat menembus angka US$ 1.800 di masa depan.

Terlepas harga emas yang belum kunjung menunjukkan perkembangan, harga emas masih berpotensi naik jika kondisi perekonomian global melemah. Dilansir dari CNBC, Ravindra Rao dari Kotak Securities menyatakan bahwa emas akan tetap menjadi aset pilihan masyarakat yang paling aman saat keadaan ekonomi memburuk. Beliau juga menyatakan bahwa harga emas kemungkinan tidak akan melonjak tajam kecuali Dolar Amerika Serikat melemah drastis, seperti apa yang terjadi pada Januari 2022 lalu.

Dilansir dari Kompas.com, pada akhir Januari 2022 harga emas sempat mengalami peningkatan akibat kondisi geopolitik yakni konflik antara Rusia dan Ukraina yang baru saja dimulai. Pada saat itu, kondisi geopolitik tersebut menyebabkan The Federal Reserve tidak menaikkan suku bunga acuan yang menyebabkan nilai Dolar Amerika Serikat menurun. Hal ini dapat meningkatkan minat masyarakat untuk berinvestasi pada emas dan mengangkat sentimen positif terhadap logam mulia, terutama emas.

Pererat Tali Silaturahmi, PSPD UGM Gelar Buka Bersama

Pererat Tali Silaturahmi, PSPD UGM Gelar Buka Bersama

Penulis :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Ameral Rizkovic

Website Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Nabila Asysyfa Nur

Website Content Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Momen Ramadhan tahun ini dimanfaatkan oleh Pusat Studi Perdagangan Dunia (PSPD) UGM untuk mempererat silaturahmi dengan menggelar acara buka bersama. Berlokasi di kantor PSPD UGM, acara yang diselenggarakan pada Sabtu (23/4/22) dihadiri oleh para pengelola dan pemagang PSPD UGM yang berjumlah 30 orang. Acara dimulai pada pukul 17.00 WIB dan dibuka dengan sambutan Dr. Riza Noer Arfani selaku Direktur Utama PSPD UGM. 

Acara buka bersama dilanjutkan dengan perkenalan dewan direksi dan masing-masing anggota divisi. Dewan direksi PSPD UGM yang turut hadir dalam kesempatan tersebut yakni, Rizky Alif Alvian, MIR. selaku Koordinator Divisi Jurnal dan Publikasi PSPD UGM, Raras Cahyafitri M.Sc. selaku Koordinator Divisi Riset PSPD UGM, Agustinus Moruk Taek, MA. selaku Koordinator Divisi Kemitraan Kebijakan PSPD UGM, Dr. Siti Arifah Purnamasari M.Si. selaku Koordinator Divisi Pelatihan PSPD UGM, serta Maria Angela Koas Sarwendah S.IP. selaku Koordinator Divisi Diseminasi PSPD UGM. Pada akhir sesi perkenalan, Bapak Riza memberikan ulasan singkat terkait sejarah pendirian PSPD UGM. 

Acara buka bersama berlangsung khidmat dan hangat ditemani dengan berbagai sajian nikmat. Dalam acara tersebut, PSPD UGM konsisten untuk menginternalisasikan fokus-fokus kajiannya, salah satunya yakni menerapkan prinsip ekonomi sirkular dengan tidak menggunakan tempat makan yang terbuat dari plastik. Harapannya aksi ini turut berkontribusi untuk mengurangi limbah kemasan plastik di lingkungan sekitar. 

Acara dilanjutkan dengan kegiatan yang merekatkan keakraban para pengelola dan pemagang PSPD UGM. Sempat lama tidak bertatap muka karena pandemi Covid-19, para pengelola dan anggota magang saling berkenalan dan bertukar cerita. Dalam kegiatan ini, setiap anggota PSPD UGM berbaur dan saling mengenal. Acara buka bersama internal PSPD UGM diakhiri pada pukul 20.00 WIB. Harapannya kegiatan ini dapat meningkatkan kekeluargaan antar para pengelola dan pemagang PSPD UGM serta menginisiasi dilaksanakannya kegiatan lain yang dapat memperkuat kebersamaan internal PSPD UGM.

Krisis Ekonomi Sri Lanka: Penyebab hingga Upaya Pengendalian

Krisis Ekonomi Sri Lanka: Penyebab hingga Upaya Pengendalian

Penulis :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Nabila Asysyfa Nur

Website Content Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Ilustrator:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Saat ini, Sri Lanka sedang dihadapkan oleh demonstrasi massa sebagai bentuk protes terhadap krisis ekonomi. Selama beberapa bulan terakhir, sejak akhir tahun 2021, Sri Lanka sudah bergelut dengan krisis ekonomi terburuk sejak masa kemerdekaannya di 1948. Krisis ini menyebabkan harga bahan-bahan kebutuhan dasar meningkat tajam dan stok bahan dasar makanan, bahan bakar, dan obat-obatan menipis. Ketidakmampuan jajaran pemerintahan dibawah pimpinan Presiden Sri Lanka, Gotabaya Rajapaksa, untuk membayar impor dan pengiriman bahan bakar yang disebabkan oleh kekurangan valuta asing berujung pada pemadaman listrik di sebagian wilayah Sri Lanka yang berlangsung selama 13 jam pada Rabu (30/3/22). Pemadaman listrik ini terjadi pada puncak gelombang protes massa yang ditandai dengan pemblokiran jalan-jalan utama di berbagai kota dan seruan penuntutan pemecatan Gubernur Ajith Cabraal di luar Bank Sentral Sri Lanka. Puncak krisis dan demonstrasi tersebut menyebabkan jajaran kabinet pemerintahan kali ini mengundurkan diri secara massal pada rentang waktu Selasa (4/4/22) hingga Rabu (5/4/22) kemarin. 

Para kritikus mengatakan bahwa akar dari krisis Sri Lanka terletak pada salah urus ekonomi secara berturut-turut oleh pemerintah yang menciptakan dan mempertahankan defisit kembar––keadaan ketika pengeluaran negara lebih besar dibandingkan pemasukan dan ketika produksi barang dagang dan jasa tidak mencukupi. Namun, krisis ekonomi kali ini dipercepat oleh penetapan kebijakan pemotongan pajak untuk menstimulasi ekonomi oleh Rajapaksa pada masa-masa pemilihan umum 2019, sesaat sebelum penyebaran virus COVID-19 yang turut memperparah ekonomi Sri Lanka. Menurut Murtaza Jafferjee, kepala think-tank Advocata Institute, kebijakan tersebut merupakan kesalahan diagnosis terhadap permasalahan ekonomi yang dihadapi Sri Lanka pada waktu itu. 

Krisis ekonomi Sri Lanka juga diperparah oleh kegagalan program manajemen utang Sri Lanka yang statusnya bergantung pada aspek industri pariwisata dan pembayaran uang dari pekerja asing yang dilemahkan pandemi. Dengan gagalnya program manajemen utang ini, cadangan devisa anjlok hampir 70 (tujuh puluh) persen dalam jangka waktu dua tahun. Selain itu, keputusan pemerintahan Rajapaksa untuk melarang semua produk pupuk kimia pada tahun 2021 tercatat memukul sektor pertanian negara dan memicu penurunan panen padi yang akhirnya mengacaukan produksi pertanian Sri Lanka.  

Untuk menangani krisis tersebut, pemerintahan Rajapaksa telah merencanakan dan menjalankan serangkaian program. Pada April ini, Sri Lanka merencanakan untuk membicarakan program pinjaman dengan IMF (International Monetary Fund). Sebelum melakukan langkah tersebut, di beberapa bulan terakhir, Sri Lanka secara bertahap mendevaluasi mata uangnya––yang ternyata berimbas buruk bagi masyarakat. Selain bantuan dari IMF, pemerintahan Rajapaksa juga mencari bantuan dari China dan India, terlebih untuk bantuan bahan bakar dari India. Pengiriman diesel di bawah batas kredit $500 juta yang ditandatangani dengan India pada bulan Februari diperkirakan akan tiba pada hari Sabtu (9/4/22). Selain itu, Sri Lanka dan India telah menandatangani batas kredit $1 miliar untuk impor kebutuhan pokok, termasuk makanan dan obat-obatan. Pemerintah Rajapaksa juga telah meminta setidaknya $ 1 miliar lagi dari New Delhi. Sementara itu, saat ini China sedang mempertimbangkan untuk menawarkan fasilitas kredit $1,5 miliar dan pinjaman terpisah hingga $1 miliar setelah memberikan CBSL swap $1,5 miliar dan pinjaman sindikasi $1,3 miliar untuk mengatasi krisis yang menghantam negara kepulauan tersebut. Sebelum program bantuan ini, pemerintah Sri Lanka telah memiliki total utang luar negeri sekitar $4 miliar pada tahun 2022, termasuk obligasi negara internasional (ISB) senilai $1 miliar yang jatuh tempo pada bulan Juli. ISB merupakan bagian terbesar dari utang luar negeri Sri Lanka sebesar $12,55 miliar, dengan Bank Pembangunan Asia, Jepang, dan China di antara pemberi pinjaman utama lainnya.

Imbas Serangan Terhadap Ukraina, Ratusan Perusahaan Hengkang dari Rusia

Imbas Serangan Terhadap Ukraina, Ratusan Perusahaan Hengkang dari Rusia

Penulis :

Christina Vania Winona

Writer, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Editor:

Nabila Asysyfa Nur

Website Content Manager, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Illustrasi oleh:

Narinda Marsha Paramastuti

Desainer Grafis, Pusat Studi Perdagangan Dunia Universitas Gadjah Mada.

Konflik yang terjadi di antara Rusia-Ukraina tidak hanya berimbas terhadap aspek politik tetapi juga aspek ekonomi di Rusia. Sejak serangan pertama yang diluncurkan terhadap Ukraina, negara ini harus menghadapi penarikan perusahaan-perusahaan asing. Perusahaan-perusahaan asing dari berbagai sektor––mulai dari keuangan, makanan, media, teknologi, hingga energi––menangguhkan dan/atau mengurangi operasi perusahaan di Moskow. Langkah simbolik dilakukan oleh 4 (empat) ikon brand Amerika Serikat, yaitu PepsiCo, Coca-Cola, McDonalds, dan Starbucks pada Selasa (8/3/22). Selain perusahaan-perusahaan tersebut, terdapat ratusan perusahaan lain yang bergerak di bidang terspesialisasi masing-masing yang turut menarik dan menangguhkan operasinya di Moskow. 

Dalam aksinya, tidak semua perusahaan memberhentikan operasi bisnis yang mereka lakukan secara total. Beberapa hanya menangguhkan, beberapa lainnya menghentikan operasinya di bidang tertentu dan tetap menjual komoditas lainnya. Salah satu perguruan tinggi di Amerika Serikat, Universitas Yale, berhasil mengkompilasi aksi kurang lebih 500 (lima ratus) perusahaan yang mengundurkan diri dari pasar Rusia dalam 5 (lima) kategori pengurangan operasi––withdrawal, suspension, scaling back, buying time, dan digging in. Withdrawal adalah pemberhentian operasi perusahaan secara total. Suspension adalah pembukaan opsi untuk keterlibatan kembali sembari membatasi operasi. Scaling back adalah pengurangan aktivitas di sektor bisnis tertentu sambil melanjutkan bisnis yang lain. Buying time adalah penundaan investasi sembari melanjutkan bisnis substantif. Digging in adalah penolakan untuk mengurangi aktivitas.  

McDonald's mengumumkan pada Selasa (8/3/22) bahwa 850 (delapan ratus lima puluh) outlet-nya di Rusia akan ditutup sementara yang berimbas pada munculnya jaringan gerai restoran lokal tiruan McDonalds di Rusia bernama Uncle Vanya. Starbucks melangkah lebih jauh dari McDonald's dengan menangguhkan semua aktivitas bisnis di Rusia, termasuk pengiriman produknya. Sementara itu, PepsiCo akan mengurangi penjualan produk minuman tetapi tetap menjual produk-produk pentingnya yang lain, seperti susu formula, susu, dan makanan bayi. Tentunya seluruh tindakan tersebut tidak dilakukan tanpa alasan. Menurut CEO PepsiCo, Ramon Laguarta, sebagai perusahaan food and beverages, aspek kemanusiaan harus diaplikasikan pada bisnis yang mereka jalankan. CEO McDonalds, Chris Kempczinski, menambahkan bahwa konflik di Ukraina dan krisis kemanusiaan di Eropa telah menyebabkan penderitaan hebat pada warga tidak bersalah yang oleh karenanya, perusahaannya akan bergabung untuk mengutuk agresi dan kekerasan serta berdoa untuk perdamaian. 

Di samping itu, beberapa perusahaan yang ragu untuk menangguhkan aktivitasnya harus berhadapan dengan dorongan dan desakan dari publik. Nestle yang berbasis di Swiss awalnya menolak untuk menghentikan aktivitas bisnisnya di Rusia, tetapi ketika muncul kampanye kesadaran publik yang diluncurkan secara daring dengan menampilkan cokelat batangan Nestle yang berlumuran darah, perusahaan tersebut kemudian mengumumkan bahwa mereka akan menangguhkan pekerjaannya di Rusia. Meski demikian, terdapat pula beberapa perusahaan lain yang bersikukuh untuk melanjutkan operasinya di Rusia, misalnya perusahaan ritel Prancis, Auchan, yang menentang opini publik dan menyatakan dengan tegas untuk tetap berada di Rusia serta beberapa bank dengan eksposur besar di Rusia yang juga mengabaikan eksodus ini.