Journal CWTS Vol. 5 No. 2, 2015: Climate Change and Agriculture in Multilateral Trade Negotiations and The Development of Trade Coopertion at Regional Level

jurnal2015-2Pada volume ini, Journal of the World Studies menyajikan empat artikel yang mendiskusikan Indonesia dalam negosiasi sektor pertanian di WTO, isu lingkungan dan perdagangan internasional, serta perkembangan kerja sama perdagangan bilateral dan regional. Artikel pertama ditulis oleh Mira Sukmawati berisi tentang dinamika posisi Indonesia dalam perundingan pertanian di WTO. Artikel ini berargumen bahwa dalam memperjuangkan kepentingannya Indonesia menggunakan strategi perundingan integrative. Strategi ini digunakan Indonesia sebagai upaya untuk mengkompromikan dua kepentingan berbeda yang ingin dicapai yaitu mendorong terbukanya akses pasar yang lebih luas namun tetap memperjuangkan penggunaan subsidi domestik dan subsidi ekspor serta perlakuan khusus dan berbeda bagi negara berkembang. Negosiasi integratif ini ditunjukkan Indonesia melalui keterlibatannya dalam koalisi perdagangan yang berbeda, yaitu bergabung dengan Cairns
Group yang memperjuangkan akses pasar dan mendorong liberalisasi pertanian dan di sisi lain juga menjadi bagian dari koalisi G- 20 dan G-33 yang memperjuangkan perlakukan khusus bagi negara berkembang.

Analisis mengenai implementasi aspek kompetisi di bawah perjanjian bilateral Indonesia dan Jepang dalam kerangka IJEPA merupakan fokus dari artikel kedua yang ditulis oleh Dian Retno Mayang Sari Artikel ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan utama apakah pelaksanaan ketentuan mengenai kompetisi dalam kerangka IJEPA telah mencapai tujuan yang diharapkan atau tidak. Hasil analisis menunjukkan bahwa sejak diimplementasikan tahun 2007, ketentuan kompetisi telah mencapai tujuan yang diharapkan. Hal ini terutama tercermin dari kerja sama yang terjalin antara KPPU yang bertanggung jawab mengawasi pelaksanaan kompetisi di Indonesia dengan lembaga serupa di Jepang JFTC dalam hal notifikasi, pertukaran informasi maupun mendorong transparansi. Meskipun demikian, artikel ini juga mengidentifikasi sejumlah persoalan yang terkait dengan jangka waktu notifikasi dan penegakan aturan main yang masih perlu ditingkatkan lagi.

Isu mengenai keterkaitan antara perubahan iklim dan perdagangan internasional menjadi topik utama artikel ketiga yang ditulis oleh Michelle Ayu Chinta Kristy dan Joachim Monkelbaan. Artikel ini menggarisbawahi bahwa perdagangan internasional kerap kali dianggap bertentangan dengan kepentingan perlindungan lingkungan dan tidak sensitif terhadap persoalan perubahan iklim. Di samping itu, perjanjian-perjanjian di bawah WTO juga tidak disusun khusus untuk menangani isu lingkungan dan perubahan iklim. Meskpun demikian, artikel ini berargumen bahwa perjanjian TBT (Technical Barriers to Trade) dapat diselaraskan dengan kepentingan untuk menangani isu perubahan iklim.

Artikel terakhir ditulis oleh Primadiana Yunita menjelaskan alasan yang melatarbelakangi ASEAN tetap melakukan integrasi ekonomi melalui ASEAN Economic Community pada tahun 2015 walaupun prasyarat sebagai komunitas ekonomi belum terpenuhi. Arikel ini menggunakan konsep identitas yang diutarakan oleh Amitav Acharya untuk menjelaskan bahwa keterlibatan dan kepatuhan negara dalam suatu integrasi regional jika tidak berdasarkan pemanfaatan materil yang secara
matematis dapat ditentukan, maka integrasi bisa berdasarkan tatanan identitas yang berkembang di antara negara anggota untuk bersepakat mencapai suatu tujuan bersama. Artikel ini memprediksi bahwa ASEAN Economic Community tidak akan menghasilkan perubahan secara materiil terhadap masing-masing negara anggota ASEAN. Akan tetapi dengan mendorong integrasi ekonomi yang dilakukan melalui berbagai kesepakatan serta kerjasama ekonomi dalam perdagangan barang, jasa, ASEAN akan mampu memperkuat identitas kolektifnya.