Liberalization of National Oil Company: Brazil ExperienceLiberalisasi Perusahaan Migas: Melihat Pengalaman Brazil

Case Studies: Privatization of Petroleo Brasileiro S.A

On this weekly discussion, CWTS UGM invited a student from IR UGM, Hardya Pranadipa, who also an research assistant at Institute of International Studies (IIS) and Sociedad Indonesia Para América Latina (SIPAL). The appointed topic is still discuss about oil and gas sector, yet, Hardya took the case studies about liberalization of national oil company by Brazil government.

Hardya explained that petroleum and gas industry in Latin America has been started since1920 in Argentina. This moment were remarked by the creating of Yascimientos Petroliferos Fiscales (YPF). The background behind the establishment of energy companies was the will from every country to fulfil the energy need as independently.

Brazil also fact the same situation, yet, the discovered of petroleum made so many foreign company start to entering this country in 1930. After oil and gas potential been founded, there are so many things followed in order to grant the interest both private and public sectors. One of the examples is when PETROBRAS used as Brazil Military regimes interest.

During the world economic crisis, Brazil also got impact quite badly. The crisis wave affects the PETROBAS in which its mismanagement increasingly worsens the economic situation. In word, Brazil almost gets to the edge of bankruptcy. To prevent the continuality risk of crisis, the government finally adopted the neoliberal system of economy and the most interesting part of the discussion, Hardya explains that reconstruct PETROBRAS management with adapting neoliberal system could put the advantage to the country.

Brazil started to adopt the neoliberal policy in the early of 1990 controlled by President Fernando Collor de Mello and Fernando Henrique Cardoso. Neoliberal is getting more obvious when the government initiate the Real Plan policy which manifest into the liberalization of Railroad Company, etc. The pressure of inflation and endorsement of domestic neoliberal technocrats finally put PETROBRAS into privatization. Approximately, 46-49% its market share are given to the foreign capital and the government monopoly and subsidy also been erased.

Despite having all of the neoliberal criteria, Hardya pointed that there is a strategies by the government of Brazil to making it as an advantage. The government intervention toward liberalization are done by controlling the voting right within PETROBRAS, moreover, when the President Lula da Silva seize the power, he established the National Petroleum Agency (NPA) to supervise the activity of petroleum trade in Brazil.

The Triumph of Liberalization

Government decision to privatize oil and gas sector gave the positive impact into Brazil economy altogether. The following examples are; PETROBRAS becoming the eight biggest oil and gas company (Forbes, April 2011); Brazil becoming one of the non-OPEC oil producer‘s country. In 2006, Brazil has fulfilling the needs of domestic oil. In 2008, PETROBRAS awarded as World Most Sustainable Oil Companies. These achievements above, said Hardya were the results of government effort which can be explored within two factors, internal and external.

Internal Factor

  • The oil and gas industry are prepared to facing transition and structural change of economy.
  • The compensation that PETROBRAS gave to the stakeholders was efficient and has research base.
  • Develop deep water offshore exploration technique which becoming a valuable asset to the company.
  • Developing alternative energy (Biodiesel and Bio ethanol)
  • Going through internationalization process before privatize

External Factor

  • The government of Brazil taking part in designing the FDI scheme and trade within the oil and gas/energy matters.
  • Has the National Development Council and National Petroleum Agency to support PETROBAS performance
  • The voting right which remain owned by the government of Brazil becoming an important asset to control the PETROBRAS interest, especially in Global Political Economy.

Referring to Brazil experience might be the lesson learned to Indonesia in order to treat the international political economy system thoughtfully. In other word, if neoliberal cannot be avoided, it should be faced with some defence mechanism within the policy making process yet the policy implementation. Nevertheless, it is need to be reminding that the privatization discussed here is very different with Indonesia case. Privatizations of PETROBRAS that have been done in fact bring the advantages to the country, especially in global political economy aspects. This proofed that neoliberal is not the most serious problem in the oil and gas management. Off to the root, the most serious problem was the government ability and accountability as and agen to reproduce system within the ongoing economic globalization.

Rewrite and Translated by: Neily Cholida

Note: CwtsPspd UGM is conduct public weekly discussion every Friday. Every one whom interest on international trade issue shall be our guest speaker. Please contact Neily Cholida for further information. The arguments of speaker in the discussion remain as each individual opinion and not entirely represent CwtsPspd UGM opinion.

Studi Kasus: Privatisasi Petroleo Brasileiro S.A

Pada diskusi mingguan kali ini, PSPD UGM mengundang seorang mahasiswa S1 HI UGM, Hardya Pranadipa, yang juga seorang peneliti di Institute of International Studies (IIS) dan Sociedad Indonesia Para América Latina (SIPAL). Topik yang diangkat masih membahas sektor migas, namun, pemateri mengambil studi kasus liberalisasi perusahaan minyak nasional yang dilakukan oleh pemerintah Brazil.

Di awal presentasi, Hardya mengungkapkan bahwa industri minyak bumi dan gas di Amerika Latin sudah dimulai sejak tahun 1920 di Argentina. Hal ini ditandai dengan berdirinya Yascimientos Petroliferos Fiscales (YPF). Tren awal yang terjadi pada masa pendirian perusahaan energi yakni adanya keinginan dari setiap negara untuk memenuhi kebutuhan energi secara independen.

Brazil pun mengalami hal yang serupa, namun, adanya cadangan minyak bumi yang melimpah membuat banyak perusahaan asing mulai masuk ke negara ini pada tahun 1930-an. Setelah potensi migas ditemukan, banyak hal yang membuat sektor migas menjadi alat kepentingan. Salah satunya adalah ketika perkembangan PETROBRAS digunakan sebagai alat kepentingan junta militer Brazil.

Ketika situasi ekonomi dunia mengalami krisis ekonomi, Brazil juga terkena dampak yang buruk. Krisis ekonomi juga merambah ke perusahaan minyak nasional Brazil, PETROBRAS. Mismanagement PETROBRAS semakin menambah buruk situasi ekonomi, bahkan, Brazil nyaris bangkrut karena mekanisme subsidi BBM yang dilakukan pemerintah. Untuk mencegah resiko berkepanjangan dari krisis, pemerintah Brazil akhirnya menerapkan sistem ekonomi neoliberal dan yang cukup menarik dalam bahasan kali ini adalah, Hardya menjabarkan bahwa praktek neoliberal dalam rekonstruksi management PETROBRAS ternyata bisa membawa keuntungan bagi negara.

Brazil mulai mengadopsi kebijakan neoliberalisme di awal tahun 1990-an di bawah kepemimpinan Presiden Fernando Collor de Mello dan Fernando Henrique Cardoso. Praktek neoliberalisme semakin nyata ketika pemerintah menginisiasi kebijakan Real Plan yang dimanifestasikan ke dalam liberalisasi perusahaan kereta api, perusahaan mineral dan lainnya. Tekanan inflasi dan dukungan teknokrat neoliberal dalam negeri membuat PETROBRAS akhirnya diliberalisasi. Sebesar 46-49% kepemilikannya diberikan kepada modal asing. Selain itu, monopoli dan subsidi negara terhadap PETROBRAS juga dicabut.

Meskipun demikian, Hardya menekankan bahwa meskipun praktek neoliberalisme dilakukan, namun ada strategi yang dilakukan pemerintah Brazil yang membuat praktek tersebut menjadi menguntungkan bagi negara. Bentuk intervensi pemerintah terhadap liberalisasi dilakukan dengan cara mengontrol hak suara dalam PETROBRAS, bahkan ketika penerintahan Brazil berada dibawah kepemimpinan Presiden Ignacio Lula Da Silva, ia mendirikan National Petroleum Agency untuk melakukan supervisi industri perdagangan minyak di Brazil.

Keberhasilan Liberalisasi

Keputusan pemerintah Brazil dalam melakukan privatisasi sektor migas memberikan dampak positif bagi perekonomian Brazil secara keseluruhan. Beberapa contohnya yakni, PETROBRAS menjadi perusahaan minyak dan gas terbesar kedelapan di dunia (Forbes, April 2011); Brazil menjadi salah satu negara penghasil minyak non-OPEC terbesar  di dunia; Pada tahun 2006 berhasil memenuhi kebutuhan energi dalam negeri Brazil. Tahun 2008 dianugerahi sebagai World Most Sustainable Oil Companies. Prestasi diatas dikatakan Hardya sebagai hasil kerja keras pemerintah yang bisa ditelusuri kedalam dua faktor, internal dan eksternal.

Faktor Internal

  • Industri minyak dan gasnya cukup siap menerima transisi dan perubahan struktur ekonomi.
  • Kompensasi yang diberikan oleh Petrobras kepada stakeholder cukup tepat sasaran dan berbasis riset.
  • Mengembangkan teknik eksplorasi deep water offshore yang menjadi aset berharga perusahaan.
  • Mengembangkan energi alternatif (Biodiesel dan Bioethanol)
  • Mengalami proses internasionalisasi terlebih dahulu sebelum diprivatisasi.

Faktor Eksternal

  • emerintah Brazil yang ikut mendesain skema FDI dan perdagangan dalam urusan minyak dan gas / energi di Brazil.
  • Memiliki National Development Council dan National Petroleum Agency yang bertujuan mendukung kinerja Petrobras.
  • Hak suara yang secara masih dimiliki oleh Pemerintah Brazil menjadi modal penting dalam mengendalikan kepentingan Petrobras, khususnya dalam Ekonomi Politik Global.

Mengacu pada pengalaman Brazil, sedikit banyak bisa menjadi pembelajaran bagi Indonesia untuk memperlakukan situasi politik ekonomi internasional secara bijak, dengan kata lain, jika neoliberalisme memang tidak bisa dihindari, harus ada mekanisme pertahanan dalam negeri yang cerdas dalam pembuatan kebijakan sampai dengan implementasinya. Meskipun perlu diingat bahwa privatisasi yang dibicarakan memang sangat berbeda dengan Indonesia. Privatisasi Petrobras yang berhasil dilakukan ternyata membawa kemajuan bagi Brazil sebagai negara, terutama dalam aspek ekonomi politik global. Ini membuktikan bahwa Neoliberalisme sebetulnya bukan masalah yang paling utama dalam soal pengelolaan perusahaan migas. Jauh di akar, masalah yang paling serius adalah kemampuan dan akuntabilitas pemerintah sebagai agen untuk mereproduksi sistem dalam globalisasi ekonomi  yang sedang berjalan.

Disadur oleh: Neily Cholida

Catatan: CwtsPspd UGM tiap Jumat seminggu sekali mengadakan diskusi yang terbuka untuk umum. Siapa saja dapat menjadi pembicara dalam diskusi tersebut, terutama yang mengangkat tema perdagangan internasional. Silakan menghubungi Neily Cholida untuk informasi lebih detil. Pemikiran dan/atau pemaparan pembicara diskusi hanya mewakili pendapat individu pembicara dan tidak serta merta mewakili sikap/opini CwtsPspd UGM.

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*