Analisa Perang Paten di Industri Ponsel Pintar

WTO melalui TRIPs (Treaty Related Intelectual Property Rights) telah mengatur mengenai pemberian hak paten yang menjadi strandar internasional. Aturan ini tentunya berlaku bagi seluruh negara anggota WTO yang telah meratifikasi perjanjian TRIPs. Penetapan aturan paten internaisonal melalui TRIPs dilihat sebagai implikasi dari semakin berkembangnya teknologi. Manusia semakin mengembangkan teknologi yang memunculkan inovasi-inovasi baru. Untuk itu perlu diatur suatu mekanisme untuk melindungi dan memberi insentif bagi para inovator yang nantinya diharapkan dapat lebih mengembangkan dan memunculkan inovator-inovator baru.

Dalam WTO sendiri, sebuah inovasi dapat diberikan hak paten ketika memenuhi tiga kreteria utama, yaitu: penemuan yang dimaksud adalah baru, penemuan memiliki langkah-langkah inventif dan dapat diaplikasikan untuk kepentingan industri. Sedangkan dalam hukum paten yang ada di Amerika Serikat, hal tersebut lebih diperinci di mana untuk mendapatkan paten sebuah penemuan harus memenuhi tiga unsur kreteria, yaitu: novelty, utility dan non-obviousness. Novelty mengindikasikan bahwa temuan yang dihasilkan adalah baru, namun baru dalam hal ini tidak sekadar baru, tapi penemu haruslah menjadi yang pertama menemukan hal tersebut. Sedangkan utility adalah menunjukkan bahwa inovasi yang ditemukan memiliki kegunaan, terutama kegunaan dalam hal industri. Adapun non-obviousness, meskipun memiliki sedikit kemiripan dengan prinsip novelty yang mengedepankan unsur baru dalam sebuah temuan, namun non-obviousness memiliki perbedaan. Dalam prinsip ini, sebuah temuan harus benar-benar baru dan tidak jelas. Maksudnya tidak jelas adalah temuan tersebut haruslah hasil dari proses yang tidak umum, artinya hasil temuan tidaklah hal yang biasa dibuat oleh seorang mekanik biasa atau teknisi.

Peserta diskusi serius memperhatikan pemakalah menyampaikan materi

Adapun yang menjadi masalah kemudian adalah semakin kuatnya persaingan industri dalam kecanggihan teknologi juga semakin mendorong perusahaan atau perorangan untuk meniru hasil karya perusahaan atau perorangan lainnya. Paten sendiri masih menimbulkan banyak masalah. Aturan dalam TRIPs yang dianggap telah begitu rigid pada kenyataannya  belum mampu mengakomodasi para pemilik paten dan masih memungkinkan adanya multiinterpretasi dalam menerjemahkan aturan-aturannya. Akibatnya saat sangat banyak perusahaan yang kemudian mengklaim perusahaan lain atas dasar pelanggaran terhadap hak paten. Aturan yang ada saat ini masih menyisakan keruwetan dalam mengatur pemberian hak paten terkait produk inovasi teknologi yang berkembang sangat cepat saat ini.

Salah satu isu menarik terkait dengan klaim paten terjadi dalam industri ponsel pintar atau yang kita kenal dengan smart phone. Smart phone telah menjadi tren baru dalam masyarakat yang juga semakin memperluas pangsa pasar industrinya di berbagai negara. Semakin berkembangnya inovasi teknologi di industri smart phone juga menimbulkan masalah dalam pemberian hak paten. Samsung dan Apple adalah dua raksasa industri smart phone yang hingga saat ini masih terlibat perang paten. Apple mendaftarkan sengketa terhadap Samsung mengenai pelanggaran paten di pengadilan San Jose, California, AS pada April 2011. Adapun dalam gugatan tersebut Apple melaporkan 8 pelanggaran paten yang dilakukan oleh Samsung yang menyangkut desain dan aplikasi smart phone. Pada 21 Agustus 2012 pengadilan San Jose, California memutuskan bahwa Apple memenangkan 7 dari 8 sengketa yang diajukan oleh Apple. Samsung dinyatakan harus membayar denda hampir 1,5 milyar dollar AS serta menarik semua produk yang dianggap melanggar paten dari pasar AS. Di sisi lain Samsung juga tidak tinggal diam dengan membalas menggugat sejumlah fitur dalam smart phone yang dikeluarkan oleh Apple.

Nasib Apple yang mengajukan tuntutan kepada Samsung juga tidak selalu baik seperti di AS, negara asalnya. Apple juga mengajukan tuntutan kepeda Samsung atas pelanggaran paten di berbagai negara. Apple telah menuntut Samsung di Korea Selatan, Jepang, Jerman, Australia, Italia dan Inggris. Namun sayangnya Apple tidak cukup memperoleh keputusan yang menguntungkan di berbagai negara tersebut. Pengadilan di Korea Selatan menyatakan kedua belah pihak melakukan pelanggaran paten, namun Apple dianggap lebih banyak melanggar. Pengadilan di Jepang, Inggris dan Jerman bahkan menyatakan bahwa Samsung tidak terbukti melanggar paten Apple. Hanya Australia, negara di luar AS, yang kemudian memenangkan Apple dan dengan pemberian denda serta hukuman yang tidak sebesar di AS kepada Samsung. Perbedaan keputusan di berbagai pengadilan ini kemudian menjadi masalah karena pada dasarnya hukum paten telah memiliki standar-standar yang rinci di dalam TRIPs. Adanya perbedaan persepsi mengenai hak paten dan multiinterpretasi dari aturan TRIPs pada akhirnya menjadi pemicu muculnya masalah gugat-menggugat paten yang melibatkan Apple dan Samsung.

Di sisi lain, hal menarik juga dapat dilihat dari produk smart phone yang dikeluarkan perusahaan Cina. Banyak sekali smart phone buatan Cina dengan model yang hampir sama bahkan sama persis dengan Apple namun tidak mendapat tuntutan. Jika membandingkan dengan respon Apple terhadap produk Samsung, jelas bahwa Apple berupaya untuk menghalangi Samsung merebut pasarnya, sebab Samsung saat ini telah menjadi produsen smart phone terbesar di dunia. Sedangkan produsen ponsel pintar Cina jelas bukanlah suatu ancaman pasar bagi Apple karena berada pada market yang berbeda. Pada akhirnya, terlihat jelas bahwa saling mengklaim paten ini telah berubah menjadi sebuah perang antar perusahaan. Oleh karenanya hal ini kemudian disebut sebagai perang paten.

Menarik lebih jauh dimensi politik dari perang paten Apple vs Samsung tentunya juga tidak dapat menyampingkan peran Amerika Serikat dan Korea Selatan sebagai dua negara asal perusahaan tersebut. Amerika dianggap telah menjadikan paten sebagai bentuk proteksi terhadap produk Apple yang memang berasal dari negaranya. Untuk tetap menjaga pasar Apple khususnya di Amerika, Apple menggugat Samsung yang memang telah menjadi saingan terbesar produk Apple. Pengadilan Amerika kemudian memenangkan gugutan Apple untuk menekan produk Samsung dan menjaga stabilitas penjualan produk Apple. Asumsi yang berkembang kemudian adalah hukum paten telah dijadikan sebagai alat proteksionisme jenis baru. Karena, dengan kebebasan dalam memandang paten, negara dapat membuat suatu pandangan yang ketat dan mampu menyulitkan kompetitor dari negara lain. Hal ini sangat jelas terlihat dalam hukum paten yang ada di Amerika yang pada kenyataannya lebih memihak pada industri milik negara, Apple salah satunya.

Jika mengkaji lebih dalam tentunya akan dilihat suatu ketidaksinergisan antara hukum yang telah diciptakan dengan implikasi yang ditimbulkan. TRIPs yang diatur dalam WTO seharusnya menjadi panduan dalam aturan pedagangan dunia yang melibatkan hak paten. Akan tetapi adanya perbedaan persepsi negara dan materi hukum yang masih memungkinkan perbedaan penafsiran pada kenyataannya telah menimbulkan sejumlah masalah. Paten telah menjadi bentuk proteksionisme jenis baru yang dilakukan oleh negara. Hal ini tentunya sangat bertolakbelakang dengan cita-cita WTO melalui TRIPs untuk mewujudkan liberalisasi perdagangan secara menyeluruh.

Pemakalah: Fuad Hasan
Disadur oleh: Tika Marzaman
Foto: Dimas

Catatan: CwtsPspd UGM tiap Senin seminggu sekali mengadakan diskusi yang terbuka untuk umum. Siapa saja dapat menjadi pembicara dalam diskusi tersebut, terutama yang mengangkat tema perdagangan internasional. Silakan menghubungi Vinie untuk informasi lebih detil. Pemikiran dan/atau pemaparan pembicara diskusi hanya mewakili pendapat individu pembicara dan tidak serta merta mewakili sikap/opini CwtsPspd UGM.

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*