Arsip:

Diskusi Mingguan

Review Seri Diskusi GVC: Kelas KPI (2)


GVC Kerajinan Kulit Manding
Oleh: Fauzan Zufa

Di Kabupaten Bantul, Provinsi Yogyakarta, sekitar 99 persen dari masyarakatnya bergerak di bidang industri kecil rumahan. Hal ini juga tidak dapat dilepaskan dari image Yogyakarta sebagai kota wisata sehingga produk yang dihasilkan oleh jenis industri semacam itu adalah cenderamata. Kini terdapat sejumlah sentra cenderamata, seperti gerabah di Kasongan, barang kulit di Manding, topeng kayu di Pendowoharjo dan kerajinan bambu di Muntuk. Ada pula industri kerajinan batik di Imogiri dan Srandakan, perak dan imitasi di Banguntapan, keris di Girirejo, serta kerajinan serat gelas (fibre glass) di Karangjambe, Banguntapan. Selain itu ada pula kerajinan Tatah Sungging (pahatan tatah wayang) yang sudah menjadi industri kecil unggulan. Salah satu desa wisata yang terkenal di Bantul Yogyakarta adalah Desa Wisata Kerajinan Kulit di Desa Manding Sabdodadi Bantul. Kawasan ini memiliki banyak pengrajin kulit yang sudah ada sejak tahun 1958.

read more

Review Seri Diskusi GVC: Kelas KPI (Bagian 1)


Pengantar

The Global Value Chain (GVC) telah menjadi instrumen penting dalam menganalisis perdagangan global. Keterbukaan pasar yang telah mempermudah lalu lintas produk dari satu negara ke negara lainnya tentunya akan berimplikasi negatif jika negara tidak mampu meningkatkan daya saing dan nilai tambah produknya. Nilai tambah (value added) produk merupakan penekanan utama dalam GVC. Peningkatan value added dalam komoditas perdagangan menjadi indikator berhasil atau tidaknya suatu negara memamfaatkan keterbukaan pasar.

read more

Kebijakan Perdagangan dan Industri dalam Mencapai Kedaulatan Pangan di Indonesia


Solusi Alternatif Darurat Menuju Daulat

Pangan menjadi sektor vital bagi setiap negara. Hal ini ditegaskan oleh Presiden Soekarno bahwa “Pangan merupakan soal mati-hidupnya suatu bangsa; apabila kebutuhan pangan rakyat tidak dipenuhi maka “malapetaka”; oleh karena itu perlu usaha secara besar-besaran, radikal, dan revolusioner.” Dari ungkapan tersebut, tergambar bahwa sepatutnya pangan menjadi prioritas utama. Akan tetapi sayangnya hal tersebut tidak terimplementasikan dengan baik, dimana urgensitas pangan pada kenyataannya tidak berbading lurus dengan kebijakan pemerintah, terutama pada masa orde baru, yang lebih menekankan pada pengembangan sektor industri. Implikasinya, sektor pangan telah banyak terlupakan.

read more

Industri Rotan Indonesia: Dilema Antara Pengembangan Industri Hulu Dan Hilir

Rotan merupakan salah satu kekayaan hutan Indonesia sebagai negara tropis yang memberi sumbangan besar terhadap perekonomian Indonesia. Saat ini ketersediaan rotan sangat banyak di hutan Indonesia  terutama di wilayah Kalimantan, Sulawesi dan Sumatera. Indonesia merupakan penghasil 85% rotan mentah dunia yaitu dengan nilai sekitar 699.000ton/tahun. Akan tetapi sayangnya kondisi ini tidak serta merta menempatkan Indonesia sebagai leading country dalam perdagangan rotan internasional. Saat ini Indonesia menempati posisi ketiga (7,68%) dalam perdagangan rotan di pasar global setelah China (20,72%) dan Italia (17,71%). Hal ini tentunya menjadi isu yang penting untuk dianalisis lebih mendalam dengan melihat faktor-faktor yang menghambat perdagangan rotan Indonesia.

read more

Analisis Prospek Perlindungan Hukum HKI atas TK dan TCE di Indonesia

Keterbukaan pasar dan perdagangan bebas dapat menjadi hambatan bagi negara berkembang. Salah satu dampak yang paling terasa adalah negara berkembang hanya menjadi pasar dan penerima lisensi tanpa adanya proses transfer teknologi. Implikasinya negara-negara berkembang tidak mampu mengembangkan kapasistasnya sendiri dalam kompetisi perdagangan dunia.

Karena mengalami kesulitan dalam pengembangan teknologi, salah satu isu yang kemudian menjadi hangat diwacanakan oleh negara-negara berkembang adalah terkait dengan Traditional Knowledge (TK) dan Traditional Cultural Expressions (TCE). TK dan TCE umumnya mengacu pada sistem pengetahuan yang tertanam dalam tradisi budaya, masyarakat adat, lokal maupun regional. Negara berkembang sangat peduli terhadap isu ini karena pada kenyataannya sebagian besar dari mereka memiliki kekayaan kultural yang bernilai ekonomi sangat besar.

read more

Strategi Industri Karoseri Indonesia Menuju Asean Economic Community (AEC)

Industri karoseri nasional telah berkembang sejak tahun 70-an dan mengalami kemajuan signifikan hingga tahun 1986. Saat itu ada sekitar 350 Industri Karoseri diseluruh Indonesia yang telah berhasil memproduksi berbagai jenis karoseri Kendaraan Angkutan Barang dan terutama Kendaraan Angkutan Penumpang. Saat itu industri karoseri menjadi sangat diperlukan oleh masyarakat untuk menunjang kegiatan ekonomi dan pembangunan di segala bidang di Indonesia.

Akan tetapi, sejak tahun 1987 Industri Karoseri mulai berguguran satu demi satu terutama Industri Karoseri yang memproduksi Minibus. Dampaknya semakin terasa sejak tahun 2003 dimana jumlah Industri Karoseri di Indonesia tinggal sekitar 80 Industri Karoseri. Kondisi ini juga kemudian diperburuk dengan sejumlah kebijakan pemerintah yang dinggap tidak berpihak kepada industri karoseri. Pemerintah, melalui Departemen Perindustrian membuka izin impor bagi kendaraan Bus dan Truk yang tidak diimbangi dengan alih teknologi dan pembinaan bagi Industri karoseri nasional.

read more

Dampak “Resource Boom” terhadap Ekonomi Politik Australia

Pertumbuhan ekonomi kawasan Asia, khususnya bagi beberapa negara seperti Cina dan India dalam beberapa dekade terakhir mengindikasikan kebangkitan ekonomi yang berkelanjutan. Indikasi tersebut dapat dilihat dari beberapa kalkulasi dengan basis ukur kemampuan ekonomi seperti kenaikan pendapatan per kapita yang menembus level di atas $ 15.000 pada tahun 2025 (Maddison, 2010) serta dominasi pertumbuhan world output sebesar 60% oleh Asia pada tahun yang sama (IMF, 2012c).

Kebangkitan ekonomi Asia tersebut di atas mendorong perubahan dalam pemetaan pasar global yang ditandai dengan bangkitnya industrialisasi dan urbanisasi Asia. Bahkan, industrialisasi yang memicu pada penguatan sektor manufaktur telah memicu peningkatan permintaan terhadap bahan baku yang menciptakan ledakan sumber daya atau “Resource Boom”. Munculnya Resource Boom telah dirasakan oleh beberapa negara pemasok bahan baku, dimana Australia menjadi negara yang paling merasakan dampak positif fenomena tersebut. Kemunculan Resource Boom dalam beberapa tahun terakhir bahkan telah merekonstruksi komposisi 10 produk eskpor terbesar Australia, dari dominasi sektor non-pertambangan pada dekade 1970-an menuju dominasi sektor pertambangan pada dekade 2000an dengan pertumbuhan volume ekspor lebih dari 100 kali lipat pada periode yang sama (Conley, 2009). Komoditas
ekspor teratas dari pertumbuhan tersebut didominasi oleh batubara dan biji besi yang juga merupakan ekspor utama Australia ke Cina.

read more

Implikasi Pembentukan OJK terhadap Pengaturan dan Pengawasan Perbankan Indonesia

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) merupakan lembaga negara yang dibentuk pada tahun 2011 berdasarkan UU nomor 21 tahun 2011, dan beroperasi Januari 2013 (untuk pasar modal dan LKNB) dan 2014 (untuk perbankan). Aturan ini menjelaskan fungsi OJK dalam menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan. OJK sendiri didirikan untuk menggantikan peran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK). Dengan terbentuknya OJK maka secara otomatis pengaturan dan pengawasan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) beralih ke OJK.

read more

Komodifikasi Pengelolaan Air Minum di PDAM Makassar: Jalan untuk Menarik Investasi

Perdebatan mengenai urgensi atas kapasitas air telah semakin meningkat seiring dengan semaikin tingginya permintaan akan air bersih. Perdebatan ini pada kenyataannya telah meminculkan dua standpoint. Di satu sisi menganggap air sebagai barang ekonomi (komoditas). Air merupakan komoditas yang mempunyai nilai ekonomis. Dalam hal ini setiap orang dapat memetik manfaat dari air melalui penetapan harga berdasarkan upaya-upaya yang dilakukan. Implikasinya pengelolaan air didasarkan pada mekanisme pasar, di mana harga ditentukan oleh permintaan dan ketersediaan barang.

read more

From Bean to Latte: Mapping Indonesia Position in Global Coffee Chain

 

The analysis of the coffee chain is particularly important in understanding the political economy of development for a variety of reasons. First, over 90% of coffee production takes place in developing countries, while consumption happens mainly in industrialized economies.  Therefore, the production–consumption pattern provides insights on North–South relations. Second, for most of the post‐WWII period coffee has been the second most valuable traded commodity after oil. Third, attempts to control the international coffee trade have been taking place since the beginning of the 20th century, making coffee one of the first ‘‘regulated’’ commodities. Fourth, a number of developing countries, even those with a low share of the global export market, rely on coffee for a high proportion of their export earnings. Coffee is a source of livelihoods for millions of smallholders and farm workers worldwide. Fifth, producing country governments have historically treated coffee as a ‘‘strategic’’ commodity, they have either directly controlled domestic marketing and quality control operations or have strictly regulated them––at least until market liberalization took place in the 1980s and 1990s.

read more