Review Seri Diskusi GVC: Kelas KPI (4-habis)


Analisis GVC  Jasa Pendidikan Tinggi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Oleh: Ali Nurudin

WTO melalui General Agreement on Trade in Services (GATS) menjelaskan bahwa pendidikan telah menjadi komoditas yang dapat diperdagangkan. Hal ini kemudian berimplikasi pada semakin besarnya upaya yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pendidikan tinggi dalam rangka meningkatkan value added mereka.

Bagi negara berkembang, seperti Indonesia, komersialisasi pendidikan tinggi dapat menjadi peluang sekaligus ancaman. Peluang yang ada adalah lembaga pendidikan tinggi dapat menjadi salah satu komoditi yang kompetitif jika mampu di desain dan sesuai dengan standar internasional yang ada. Sementara ancamannya karena dapat mengakibatkan tertinggalnya lembaga pendidikan tinggi jika tidak dapat menyesuaikan dengan standar internasional yang ada dan dimungkinkan akan kalah bersaing oleh lembaga pendidikan yang telah berstandar internasional.

Menurut lembaga pemeringkat perguruan tinggi 4ICU, UGM merupakan perguruan tinggi nomor satu di Indonesia. Hal ini juga dipertegas oleh Webomatrics bahwa UGM menempati peringkat pertama di Indonesia, nomor 62 di Asia dan nomor 440 di dunia. Dengan demikian sudah saatnya UGM untuk terus berupaya melaksanakan peningkatan jasa layanan pendidikan agar juga mendapatkan dampak positif dari globalisasi yang berlangsung saat ini.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 153 tahun 2000 tentang Penetapan UGM sebagai Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara (PT BHMN) maka UGM menjalankan Rencana Strategis yang telah ditetapkan oleh Majelis Wali Amanat (MWA). Selanjutnya, PP No. 66 tahun 2010 tanggal 28 September 2010, mengamanatkan Perguruan Tinggi Badan Hukum Milik Negara menjadi Perguruan Tinggi yang diselenggarakan Pemerintah dengan pola Badan Layanan Umum (BLU). Aturan ini telah memberi keleluasaan pada UGM untuk mengelola keuangan secara lebih mandiri. Pada 2013 UGM mendapatkan Biaya Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BO PTN) lebih dari 170 milyar yang merupakan salah satu perguruan tinggi yang mendapatkan BO PTN terbesar dari pemerintah pusat. Dengan rente keuangan tersebut telah membuat UGM memiliki keunggulan berupa sumber pendanaan yang lebih besar dan lebih baik dibandingkan dengan perguruan tinggi lain di Indonesia.

Adapun upaya upgrading yang telah dilakukan oleh UGM antara lain meliputi product, procces dan chain upgrading:

Product Upgrading

  • Membuka kelas internasional dan kelas kerjasama dengan perguruan tinggi di luar negeri (double degree);
  • sekolah Vokasi (SV) UGM mengembangkan kerjasama dengan berbagai politeknik luar negeri seperti Jepang dan Cina;
  • membuka program studi di luar domisili perguruan tinggi;
  • mengembangkan Career Development Center.

Process upgrading

  • Penerimaan mahasiswa baru :
  • Jenjang diploma melalui Penelusuran Bibit Unggul;
  • jenjang sarjana dan International Undergraduate Program (IUP) melalui Penerimaan Mandiri (UM);
  • jenjang pascasarjana melaui tes potensi akademi dan kemampuan berbahas asing.
  • Penjaminan mutu. Hingga saat ini UGM telah memperoleh akreditasi terbaik untuk menjadi mutu pendidikan melalui beberapa lembaga akreditasi, antara lain:
  • BAN PT
  • ASEAN University Network on Higher Education for Quality Assurance (AUN-QA)
  • Akreditasi internasional : The Royal Society of Chemistry (RSC), London, England,  untuk S1 Kimia  UGM

Chain Upgrading

Dalam rangka meningkatkan kualitas dan branding, UGM melalukan peningkatan rantai nilai dengan memperluas cakupan usaha, antara lain:

  • Gadjah Mada University Press
  • Rumah Sakit Akademik (RS Akademik).
  • PT. Gama Multi Usaha Mandiri (Gama Multi)

 

Upgrading Produk Kesenian Topeng Desa Bobung Dalam Menghadapi Perdagangan di Pasar Internasional
Oleh: Indah Permata Sari

Upgrading merupakan sebuah proses untuk melakukan inovasi. Dalam rangka ikut serta dalam keterbukaan ekonomi global, para produsen harus cepat dan tanggap dalam menghadapi persaingan yang ada. Oleh karena itu, sebenarnya, melakukan inovasi sendiri belumlah cukup untuk dapat bersaing dengan kompetitor. Jika kita melakukan inovasi yang tidak lebih baik dari kompetitor, maka kita bisa saja semakin menurunkan nilai tambah dan pangsa pasar yang telah diperoleh. Oleh karena itu, Kaplinsky dan Morris menyebutkan bahwa Inovasi sifatnya adalah relatif, seberapa cepat kita dibandingkan dengan kompetitor lain dan merupakan sebuah proses. Tulisan ini sendiri, akan membahas lebih mendalam menganai bagaimana proses upgrading yang dilakukan oleh pengrajin topeng di Desa Bobung.

Bobong merupakan salah satu daerah yang sangat berpotensi untuk dikembangkan sebagai desa wisata. Pada awalnya Bobung merupakan daerah yang penduduknya berprofesi sebagai petani, atau juga merantau ke Sumatra untuk menanam karet. Namun saat ini lebih dari setengah penduduk desa Bobung telah beralih profesi sebagai sebagai pengrajin topeng atau juga petani kakao, ataupun juga mata pencaharian lainnya yang berhubungan dengan kegiatan pengembangan desa wisata.

Produk yang ditawarkan oleh Bobung sendiri adalah kerajinan topeng. Hingga saat ini Bebong menjadi penyuplai terbesar bagi kerajinan topeng yang ada di Yogyakarta. Adapun pada perkembangannya, topeng batik telah menjadi ciri khas dari daerah Bobung.

Sebagai suatu klaster industru tentunya penting bagi daerah Bobung untuk selalu melakukan upgrading atas produng yang dihasilkan. Adapun upgrading yang dilakukan dapat diklasifikasikan antara lain :

Upgrading Proses : Pengrajin yang hanya dapat menghasilkan barang setengah jadi telah diupayakan untuk dapat menghasilkan barang jadi yang dapat langsung menjadi komoditas domestik.

Upgrading Product : Dalam hal produk, pengrajin selalu melalukan pembaruan terhadap desain topeng. Desain ini juga sering kali tergantung dari pemintaan pembeli. Di samping itu pengrajin meningkatkan kuantitas dan kualitas produk baik dalam hal kerapihan maupun keindahan sehingga produk yang dihasilkan layak menjadi komoditas ekspor.

Upgrading Functional : Salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan bekerja sama dengan sub-kontraktor domestik (Batik Keris) dalam memasarkan produk. Langkah ini memungkinkan pengrajin untuk memberikan label pada produk yang topeng yang dihasilkan.

Adapun yang masih menjadi kendala dalam pengembangan produk topeng di Desa Bobung adalah terkait dengan hak merek. Hingga saat ini seluruh produk yang dihasilkan oleh pengrajin di desa Bobung tidak memiliki hal merak. Walaupun beberapa telah yang berhasil memberikan label pada produk mereka, akan tetapi hak merek masih dimiliki oleh distributor. Oleh karena itu produk topeng Desa Bobung masih sangat rawan atass berbagai upaya penciplakan karya. Disamping itu, adanya ketidakmerataan informasi dan sarana juga dirasakan oleh pengrajin. Beberapa pengrajin mengeluhkan bahwa akses informasi dalam rangka pengembangan usaha, baik kaitannya dengan bantuan atau penyelenggaraan pameran, hanya berada di seputar pengajin yang usahanya telah maju. Hal ini tentunya menjadi kendala bagi pengrajin kecil untuk lebih mengembangkan usaha mereka.

Keterangan foto: Pemateri, Indah Permata Sari (kedua dari kiri) dan Ali Nurudin (keempat dari kanan), foto bersama sebagian peserta diskusi
Disadur oleh: Tika Marzaman
Foto: Dimas

Catatan: CwtsPspd UGM tiap Senin seminggu sekali mengadakan diskusi yang terbuka untuk umum. Siapa saja dapat menjadi pembicara dalam diskusi tersebut, terutama yang mengangkat tema perdagangan internasional. Silakan menghubungi Vinie untuk informasi lebih detil. Pemikiran dan/atau pemaparan pembicara diskusi hanya mewakili pendapat individu pembicara dan tidak serta merta mewakili sikap/opini CwtsPspd UGM.

Leave A Comment

Your email address will not be published.

*